Laksanakan Perppu, Pejabat Tidak Bisa Dipidana

.Di atas ini adalah pernyataan Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Ia menegaskan bahwa para pelaksana Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 tidak bisa dituntut secara hukum.


Menurutnya, ketentuan tersebut berlaku bagi sekretaris dan anggota sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) serta pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan perppu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada PTUN," katanya dalam jumpa pers di Jakarta seperti diberitakan JPNN.Com, Rabu (1/4/2020).

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan termasuk perpajakan, belanja negara yang mencakup keuangan daerah, pembiayaan, serta pemulihan nasional bukan bagian dari kerugian negara.

"Ini merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara," katanya.

Sri Mulyani menambahkan, untuk menghindari adanya moral hazard dalam pemanfaatan dana yang timbul dari lahirnya perppu tersebut maka OJK akan menyisir lembaga keuangan atau pelaku usaha yang benar-benar dapat menerima bantuan ini.

Menurut dia, upaya itu harus dilakukan agar para pembuat kebijakan tidak menghadapi ancaman kriminalisasi dan tidak ada lembaga keuangan atau pelaku usaha beritikad buruk yang dapat ikut memanfaatkan fasilitas stimulus tersebut.

"Mereka yang bisa memanfaatkan fasilitas ini harus mempunyai rekam jejak yang baik. Nanti kita buat rambu-rambu safeguard dan melihat integrity risk dari pelaku usaha. Jangan sampai pemerintah yang sedang memperbaiki dan menyelamatkan kondisi masyarakat, menghadapi moral hazard dari kelompok tertentu," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 guna memperkuat kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk menangani pandemi COVID-19 serta mengantisipasi ancaman yang dapat membahayakan perekonomian.

Dengan perppu tersebut, pemerintah memperlebar defisit anggaran hingga 5,07 persen terhadap PDB untuk tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 bagi penanganan dampak COVID-19 senilai Rp 405,1 triliun.

Belanja itu antara lain mencakup penanggulangan COVID-19 dari sisi kesehatan sebesar Rp 75 triliun, tambahan jaring pengaman sosial (Rp 110 triliun), dukungan bagi industri (Rp 70,1 triliun) dan program pemulihan ekonomi (Rp 150 triliun).[ida]