Kuasa Hukum Ahli Waris Laporkan Pencopotan Papan Pengumuman di Lahan Sengketa Palembang

Sengketa lahan di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Palembang, kembali memanas. Kali ini, pihak ahli waris Raden Achmad Najamuddin melaporkan tindakan pencopotan papan pengumuman hak milik yang diduga dilakukan oleh kuasa hukum penghuni ruko di kawasan tersebut.


Laporan tersebut telah diterima oleh Polrestabes Palembang pada tanggal 29 Juli 2024. Menindaklanjuti laporan tersebut, pihak kepolisian melakukan pemeriksaan dan turun langsung ke lokasi kejadian pada Rabu (4/9).

Hambali, SH, MH, kuasa hukum ahli waris, menjelaskan bahwa tindakan pencopotan papan pengumuman tersebut merupakan tindak pidana pengeroyokan terhadap barang, sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP.

"Kami telah melaporkan tindakan ini ke polisi. Hari ini, kami mendampingi penyidik untuk melakukan identifikasi barang bukti. Kami berharap pihak kepolisian dapat mengusut tuntas kasus ini," ujar Hambali.

Sengketa lahan ini bermula dari adanya keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa ahli waris Raden Achmad Najamuddin memiliki hak atas lahan seluas 8,5 hektar di kawasan Jalan Jenderal Sudirman. Lahan tersebut saat ini telah dibangun ruko dan sebagian besar telah dikuasai oleh pihak lain.

Selain itu, lahan tersebut juga masih dalam status sita jaminan atau conservation beslag, berdasarkan keputusan pengadilan yang dikeluarkan pada tahun 1948.

Pihak ahli waris telah melakukan berbagai upaya hukum untuk mempertahankan haknya atas lahan tersebut, termasuk melaporkan kasus pencopotan papan pengumuman ke kepolisian. Selain itu, mereka juga meminta kepada Direktorat Agraria agar tidak menerbitkan sertifikat baru atas lahan tersebut.

"Kami akan terus memperjuangkan hak kami sesuai dengan hukum yang berlaku," tegas Hambali.

Dalam kasus ini, pihak ahli waris juga mempertanyakan tindakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang yang telah menerbitkan sertifikat atas lahan yang masih dalam status sita jaminan.

"Kami akan meminta penjelasan kepada BPN terkait hal ini. Kami menduga ada kejanggalan dalam proses penerbitan sertifikat tersebut," ungkap Hambali.