Konflik Tapal Batas Palembang Banyuasin, DPRD Sumsel Dorong Permendagri Ditinjau Ulang

Pertemuan warga dengan anggota DPRD Sumsel. (Dudi Oskandar/rmolsumsel.id)
Pertemuan warga dengan anggota DPRD Sumsel. (Dudi Oskandar/rmolsumsel.id)

Sejumlah perwakilan warga Kecamatan Jakabaring dan Tegal Binangun, Kamis (8/6), mendatangi Kantor DPRD Sumsel. Mereka meminta wakil rakyat memberikan solusi atas keinginan mereka yang tidak ingin wilayah tempatnya tinggal menjadi bagian dari Kabupaten Banyuasin dan tetap berada di Kota Palembang. 


Mereka menuntut pemerintah daerah, terutama Provinsi Sumsel melalui DPRD Sumsel, untuk menunda pemberlakuan Permendagri No 134 Tahun 2022 yang mereka anggap merugikan.

Rombongan sendiri diterima Ketua DPRD Sumsel Anita Noeringhati, didampingi Ketua komisi I, Antoni Yuzar, Ketua Pansus RTRW Sumsel, Hasbi Asadiki, Anggota DPRD Sumsel lainnya seperti Nadya Basir dan Askweni, Syamsul Bahri dan Junaidi SE, Kepala Biro Pemerintahan Pemprov Sumsel, Sri Sulastri.

Ketua DPRD Sumsel, RA Anita Noeringhati menjelaskan, permasalahan tapal batas dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sedang dibahas di DPRD Sumsel karena berdampak terhadap kehidupan masyarakat. Keputusan tapal batas perlu ditinjau ulang dari segi hukum karena dampaknya terhadap kenyamanan warga dalam berurusan administrasi.

“Dalam hal ini, keputusan tapal batas yang telah diterbitkan oleh Kemendagri harus dibatalkan secara hukum karena tidak mempertimbangkan beberapa aspek penting yang berkaitan dengan kenyamanan dan kebutuhan administrasi warga,” kata politisi Partai Golkar ini.

Dalam rapat tersebut, Anita juga membagikan hasil diskusi dengan masyarakat, terutama di daerah Seberang Ulu II yang termasuk dalam wilayah 16 Ulu dan Tegal Binangun. Menurutnya, wilayah ini telah ditetapkan sebagai bagian dari Kabupaten Banyuasin melalui Permendagri 134 tahun 2022.

Namun, berdasarkan data yang diterima oleh DPRD Sumsel, terdapat usulan dari Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 1987 yang menyatakan bahwa wilayah tersebut termasuk dalam wilayah Kota Palembang.

Anita menyatakan bahwa keputusan Permendagri No 134 Tahun 2022 tidak mengacu pada peraturan pemerintah yang seharusnya menjadi pertimbangan.

Keputusan tersebut tidak hanya didasarkan pada aspirasi masyarakat Palembang, tetapi juga pada alasan sosiografis dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pendidikan. Anita berharap masalah ini dapat diselesaikan dengan memprioritaskan kepentingan masyarakat.

Muhammad Taufik Hidayat, Perwakilan Warga menuntut agar pemerintah daerah khususnya Provinsi Sumsel, melalui DPRD untuk menunda dulu penerapan Permendagri 134. Sebab dirasa menciderai mereka sebagai warga kota Palembang. Sejak pertama kali tinggal di kawasan tersebut, mereka sudah menjadi bagian warga Palembang karena ber-KTP dan punya hak pilih di Kota Palembang. 

"Kami tinggal disana jauh sebelum Permendagri dikeluarkan, kami adalah warga kota Palembang. Dan kami juga zaman zonasi Palembang, banyak keluhan dari warga kami. Jadi kalau berdasarakan Permendagri No.134, kami masuk Banyuasin," katanya.

Taufik sangat mengapresiasi DPRD Kota Palembang, DPRD Sumsel yang menyuarakan masalah ini ke Mendagri. Pihaknya berharap  pemberlakuan Permendagri No.134 dapat ditunda.

"Yang datang saat ini ada dari 2 kecamatan. Pertama dari Plaju dan Kecamatan Jakabaring. Juga ada 9 RT dari Tegal Binangun," tandasnya.