Kisah Kemas Muhammad Azhari, Wong Palembang Perintis Pencetakan Mushaf Alquran Pertama di Indonesia

Musyawarah Literasi yang digelar di  Kape Panche Hub di Jalan Rambutan, 30 Ilir, Palembang. (Dudy Oskandar/rmolsumsel.id)
Musyawarah Literasi yang digelar di Kape Panche Hub di Jalan Rambutan, 30 Ilir, Palembang. (Dudy Oskandar/rmolsumsel.id)

Kota Palembang memiliki sejarah sebagai kota pertama yang merintis pencetakan mushaf Alquran pertama di Indonesia. Adalah Kemas Muhammad Azhari, putra asli Palembang yang menggagas pencetakan Alquran dalam jumlah besar. 


Mushaf Alquran dicetak Azhari menggunakan alat cetak batu atau disebut litografi. Dia berhasil mencetak sebanyak 105 eksemplar mushaf Alquran dalam waktu 50 hari. Pencetakan itu berhasil dilakukannya pada 21 Agustus 1848. 

Berdasarkan catatan sejarah, Kemas Muhammad Azhari lahir di Kampung Pedatuan, 12 Ulu Palembang, pada 27 Jumadil Akhir 1226 H atau 19 Juli 1811. Ketika berusia 15 tahun, Azhari berlayar menuju Mekkah untuk menuntut ilmu. Setelah menamatkan pendidikan jenjang Madrasah Aliyah di Mekkah, ia menimba ilmu di Madinah hingga Mesir. Selama berkelana menuntut ilmu atau rihlah inilah Azhari belajar menjadi penyalin Alquran. Usai rihlah (perlawatan) ini ia kembali ke Mekkah dan menjadi guru madrasah di sana.

Dalam pelayaran kembali ke Palembang yang menyusuri pelabuhan-pelabuhan India, Kemas Muhammad Azhari singgah untuk belajar ilmu falak dan menyaksikan perkembangan percetakan muslim India. Kemudian singgah di Singapura dan membeli alat cetak batu (litografi). Bersama Ibrahim bin Husain yang akan membantunya mencetak Alquran, Kemas Muhammad Azhari berlayar ke Palembang. Ibrahim bin Husain adalah murid dari Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi yang dikenal sebagai Bapak Sastra Melayu Modern.

Dalam kolofon Alquran yang dicetak di Palembang, Kemas Muhammad Azhari mencantumkan keterangan bahwa proses pencetakan berlangsung selama 50 hari dan menghasilkan 105 eksemplar mushaf Alquran. Berdasarkan rujukan tersebut waktu pencetakan yang selesai pada hari Senin, 21 Agustus 1848, jika dihitung mundur 50 hari, maka akan bertemu dengan hari Senin, 3 Juli 1848.

Proses pencetakan Alquran yang dilakukan Kemas Muhammad Azhari dan asistennya Ibrahim bin Husain menggunakan teknologi litografi. Pencetakan litografi berbeda dengan “tipografi”.

Litografi yang juga dikenal dengan sebutan “cetak batu” merupakan teknik cetak menggunakan balok batu kapur berdasarkan prinsip kimiawi. Teknik litografi mengandalkan proses penyalinan secara manual atau tulis tangan pada lembaran kertas yang kemudian ditransfer ke permukaan balok batu menggunakan cairan kimia tertentu. Permukaan balok batu yang telah memuat tulisan atau gambar itulah yang kemudian dicetak ke lembaran-lembaran kertas baru. Sedangkan “tipografi” merupakan teknik cetak menggunakan rangkaian huruf yang terbuat dari logam.

Penggiat Literasi Palembang, Ahmad Subhan mengatakan, Alquran yang dicetak Kemas Muhammad Azhari merupakan bukan hanya menjadi Alquran cetak pertama di Indonesia namun sekaligus Alquran cetak pertama atau tertua di Asia Tenggara. "Menurut para peneliti, Alquran yang dicetak Azhari merupakan tonggak awal pencetakan firman Allah SWT di Nusantara," kata Subhan dalam pertemuan budayawan Kota Palembang yang digelar akhir pekan lalu.

Sehingga, dia mendorong agar tanggal selesainya Alquran yang dicetak Kemas Muhammad Azhari dapat dirayakan sebagai Hari Buku Palembang. "Jika memang ada kesepakatan, maka Palembang akan menjadi kota pertama yang memiliki hari buku," bebernya. 

Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Diradja sepakat apabila 21 Agustus bisa dijadikan hari bersejarah bagi Kota Palembang. 

"Sebab, inilah hari dimana kita sebagai intelektual-intelektual Sumsel, Palembang hingga nusantara dimana cahayanya dari Palembang dengan memaanfaatkan  21 Agustus ini sebagai hari literasi ataupun buku yang akan kita sepakati, kalau kita semua sepakat pasti jadi," tandasnya.