Kemiskinan Dinilai Belum Jadi Prioritas Pemerintah

Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) terlihat di trotoar kawasan Jl Kol H Barlian beberapa hari lalu. (rmolsumsel)
Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) terlihat di trotoar kawasan Jl Kol H Barlian beberapa hari lalu. (rmolsumsel)

Anak jalanan (Anjal) dan Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) semakin sering terlihat di kota Palembang. Tidak hanya di persimpangan traffic light, beberapa diantaranya dengan modus pemulung barang bekas terlihat di berbagai sudut kota. 


Kasat Pol PP Kota Palembang, GA Putra Jaya yang dibincangi Kantor Berita RMOLSumsel mengungkapkan, jumlah ini akan bertambah pada hari Jumat setiap pekannya. "Sebetulnya ada tim penjangkauan dari Dinas Sosial, tapi kami terpaksa ambil alih penertiban (anjal dan gepeng) untuk kebaikan kota Palembang," katanya. 

Mantan Camat Sukarami ini mengakui jika sejumlah titik strategis di kota Palembang kini telah dipenuhi oleh anjal dan gepeng sehingga menganggu pemandangan kota. Oleh sebab itu, titik-titik seperti Simpang Charitas, Simpang Sekip, Simpang Lima DPRD dan beberapa titik strategis lain menjadi sasaran penertiban pihaknya.

Penertiban ini dilakukan setiap hari mulai pukul 15.00 WIB hingga 20.00 WIB dengan kekuatan sebanyak 25 personel, yang dibagi dalam dua tim sesuai dengan jumlah kendaraan operasional yang dimiliki Satpol PP Palembang yakni sebanyak dua unit.

"Kota Palembang ini cantik jadi kita tentu tidak mau kalau ada mereka berkeliaran. Dalam sehari kita bisa amankan tiga sampai lima orang yang rata-rata berasal dari luar kota Palembang," ungkapnya. 

Tidak hanya anjal dan gepeng, tetapi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) juga kerap terlihat berkeliaran di jalan protokol kota Palembang. Untuk yang satu ini, terkadang luput dari operasi penertiban yang dilakukan Satpol PP karena kerap bersembunyi dan tidak bergerombol. 

Beberapa lagi kerap tinggal di halte transmusi dengan cara berpindah-pindah. Seperti salah satunya yang sempat terlihat di kawasan Jl Kol H Barlian pada Selasa kemarin. Seorang ODGJ tanpa busana duduk di tepi jalan selama berjam-jam dan menjadi perhatian pengendara. 

Razia anjal dan gepeng di kawasan Simpang Lima DPRD Sumsel beberapa waktu lalu. (Diskominfo/rmolsumsel)

Dinas Sosial Punya Tim Penjangkauan

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kota Palembang, Heri Aprian yang dibincangi terpisah juga mengakui terjadinya peningkatan anjal dan gepeng di kota Palembang. Namun pihaknya kekurangan personil dan kendaraan untuk melakukan penjaringan, sehingga meminta bantuan dari OPD lain, seperti Satpol PP untuk melakukan penertiban.

"Setelah di jaring, untuk urusan yustisi mereka akan ditindaklanjuti Satpol PP, kalau Dinsos juga sifatnya hanya pembinaan. Nah, kalau ODGJ nanti kita serahkan ke (Dinsos) Provinsi untuk pembinaannya," ungkap Heri. 

Tidak jarang, pihaknya juga melakukan operasi gabungan dengan instansi terkait untuk melakukan penjaringan, karena Dinsos menurutnya hanya memiliki satu kendaraan operasional. Kendaraan itu, dijelaskannya merupakan kendaraan untuk tim penjangkauan. 

Berdasarkan penelurusan, tim penjangkauan ini merupakan tim gabungan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Palembang nomor 572 /KPTS/DINSOS/2017 tentang Pembentukan Tim Terpadu Penjangkauan, Pembinaan dan Pemberdayaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, Orang Gila dan Pengamen di kota Palembang. 

Dalam surat tersebut, Kepala Dinas Sosial merupakan penanggung jawab dari tim, yang tidak hanya melibatkan Satpol PP tetapi juga unsur Kodim 0418 Palembang, Polrestabes Palembang dan Tagana Kota Palembang.

Salah satu poin dalam surat keputusan itu, meminta tim penjangkauan untuk membuat perencanaan dan kebutuhan fasilitas, termasuk didalamnya kendaraan operasional. Sehingga keterbatasan dalam tugas tim penjangkauan diharapkan bisa diminimalisir.

Dalam surat tersebut, tim penjangkauan juga diminta melaksanakan upaya pembinaan berupa rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial terhadap mereka yang terjaring. Sehingga tujuan penjaringan ini menjadi jelas, dimana mereka yang terjaring tidak akan mengulangi hal yang membuat mereka kembali terjaring.

Surat Keputusan yang ditandatangani Wali Kota Harnojoyo ini juga menjelaskan secara rinci Standar Operasional Prosedur (SOP) kerja tim penjangkauan. Secara jelas disebutkan bahwa patroli dilakukan setiap hari pada pukul 07.30 WIB - 23.00 WIB. 

Sementara sebelum keluarnya Surat Keputusan ini, Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013 telah lebih dulu mengatur tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di kota Palembang. 

Badut yang kerap terlihat di persimpangan di kota Palembang. (rmolsumsel)

Angka Kemiskinan Kota Palembang Meningkat

Berdasarkan data Kajian Fiskal Regional Kementerian Keuangan RI, tren tingkat kemiskinan secara Nasional selama kurun waktu Maret 2011 - September 2020 mengalami penurunan, namun tingkat kemiskinan kembali meningkat sejak pandemi Covid-19 melanda pada Maret 2020. Sayangnya, Provinsi Sumatera Selatan masuk dalam 10 besar Provinsi di seluruh Indonesia dengan persentase tingkat kemiskinan tertinggi pada posisi bulan September 2020.

Penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan ini lebih tinggi dari pada persentase penduduk miskin secara nasional yaitu sebesar 12,98 %, sementara secara Nasional persentase tingkat kemiskinan hanya 10,19%. Hal ini mengindikasikan bahwa permasalahan kemiskinan di Provinsi Sumatera Selatan lebih serius dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. 

Angka kemiskinan dari tahun ke tahun di Provinsi Sumatera Selatan mengalami penurunan hingga mencapai 12,98 pada September 2020, dan sangat jauh dari target yang ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2020 yaitu sebesar maximal 8,5-9,0 %. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2020 sebanyak 1,119 juta jiwa atau 13,2 % dari total 8,467 juta jiwa jumlah penduduk.

Sementara itu, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik hingga tahun 2020, angka kemiskinan untuk kota Palembang terus meningkat seiring pertambahan penduduk yang kini mencapai 1.668,85 ribu jiwa. Dimana sejak tahun 2018, pada awal periode kedua kepemimpinan Wali Kota Harnojoyo, masyarakat miskin berjumlah 179,32 ribu jiwa atau sekitar 10,95 persen dari jumlah penduduk.

Pada tahun 2019, jumlah masyarakat miskin di kota Palembang berjumlah 180,67 ribu jiwa atau 10,90 persen dari jumlah penduduk, dan pada tahun 2020 jumlah masyarakat miskin di kota Palembang berjumlah 182,61 ribu jiwa atau 10,89 persen dari jumlah penduduk. 

Pemerintah Tidak Gigih Jalankan Amanat Undang-Undang

Pasal 34 UUD 1945 setelah amandemen pada tahun 2002 menyebutkan : (1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara; (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan; dan (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Sehingga, fenomena maraknya anjal, gepeng, odgj, juga manusia silver dan badut di jalanan kota Palembang, dinilai oleh pengamat Bagindo Togar sebagai ketidakmampuan pemerintah dalam menyejahterakan masyarakat dan menjalankan Undang Undang. Padahal, menurutnya pemerintah punya semua yang bisa digunakan untuk memaksimalkan dan menjalankan tugasnya, seperti personil dan anggaran. Namun, kondisi ini (masyarakat miskin) justru dinilai belum jadi prioritas utama pemerintah untuk diatasi. 

"Pemerintah jangan ragu untuk bersikap koersi (memaksa) dalam penanganan fenomena ini. Namun, jangan pula dilupakan tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan bantuan dan rehabilitasi agar mereka tidak terus-terusan menjadi pengemis. Berikan pelatihan kerja, berikan lapangan pekerjaan bagi mereka. Jadikan kesejahteraan masyarakat ini sebagai prioritas dalam pembangunan," kata Togar. 

Dalam kajian ilmu sosial menurut Togar, fenomena ini disebabkan oleh disharmoni (tidak harmonis) unit-unit sosial, seperti latar belakang lingkungan, latar belakang ekonomi, dan penyebab lain yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, baik kota Palembang maupun Provinsi Sumsel. Apalagi jika melihat lokasi yang banyak dipenuhi oleh para pengemis ini yaitu di kawasan Simpang Charitas dan Simpang Lima DPRD Sumsel, Togar cukup menyayangkan. 

"Simpang Charitas itu hanya beberapa meter dari Kantor Gubernur Sumsel, sementara Simpang Lima DPRD itu menjadi halaman dari ruang kerja Wakil Rakyat, kemana orang-orang ini?" tanya Togar. Justru para pejabat menurut Togar memberikan alasan yang terkadang tidak relevan dan masuk akal untuk mengatasi kemiskinan kota ini.

Menurutnya permasalahan ini juga harus bisa diatasi bersama. Kolaborasi antara seluruh elemen pemerintah dan melibatkan masyarakat. Sehingga tidak lagi menjadi alasan lain bagi Pemkot misalnya, "mereka yang ditertibkan berasal dari luar Palembang." Togar menilai harmonisasi yang baik dari Pemprov Sumsel dan Kabupaten/kota tentu akan meminimalisir perkembangan fakir miskin ini kedepan. 

"Tentu bisa dikejar, asal daerahnya dari mana, Wali Kota atau Bupatinya harus bertanggung jawab untuk pemenuhan kebutuhan dan rehabilitasi mereka agar tidak mengemis di Palembang. Sekarang tinggal kemauan dan kegigihan," ungkap Togar.