Kelangkaan Solar di Beberapa Daerah, Eddy Soeparno Minta Pertamina Perketat Pengawasan

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno. (DPR RI/rmolsumsel.id)
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno. (DPR RI/rmolsumsel.id)

Antrean panjang kendaraan untuk mengisi BBM jenis solar terjadi di SPBU beberapa daerah. Masyarakat pun mengeluhkan kondisi sulitnya mendapatkan solar bersubsidi.


Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno mengatakan, kelangkaan BBM jenis solar disebabkan dua hal utama, yakni disparitas harga yang besar antara solar subsidi dan non subsidi, serta kenaikan konsumsi solar secara drastis dari kalangan industri antara lain pertambangan.

“Disparitas harga sangat jauh antara solar subsidi seharga Rp5.100 per liter dan solar non-subsidi dengan harga Rp13.000 per liter,” kata Eddy kepada wartawan, Jumat (25/3).

Untuk mengatasi kelangkaan itu, Eddy Soeparno meminta Pertamina, Dirjen Migas, BPH Migas dan aparat penegak hukum melakukan pengawasan ketat di lapangan agar subsidi tepat sasaran.

“Pengawasan harus ditingkatkan khususnya di SBPU agar solar bersubsidi tidak dikonsumsi mereka yang tidak berhak menerima solar bersubsidi,” tegas Sekjen PAN itu.

“Kendaraan angkutan (truk) sayur dan pelaku usaha kecil dan mikro lainnya, layak mengonsumsi solar subsidi. Namun truk-truk pertambangan, galian pasir dan lain-lain wajib membeli solar non subsidi,” imbuh Eddy.

Eddy menegaskan, jika ada SPBU melanggar ketentuan itu, maka harus diberikan sanksi tegas, mulai dari penghentian suplai BBM solar subsidi sampai dengan pencabutan izin operasi.

“Pengawasan perlu juga dilakukan agar kendaraan roda empat yang membeli solar subsidi tidak dimodifikasi tangki BBM-nya, sehingga mampu membeli dalam jumlah besar untuk dijual kembali dengan harga non subsidi,” tuturnya.

Lebih lanjut Eddy mendorong adanya evaluasi segera mengenai harga BBM yang menjadi bagian subsidi atau penugasan Pemerintah. Kajian ini penting untuk menyelamatkan nasib Pertamina yang saat ini menderita kerugian sangat besar akibat menjual BBM jauh di bawah keekonomian, karena tidak diperkenankan menaikkan harga BBM yang banyak dikonsumsi masyarakat (seperti Pertalite).

“Di sisi lain, harga minyak dunia saat ini terus melonjak tinggi,” tukas Eddy.