Jokowi Berupaya Minimkan Risiko Kebocoran Program Pemulihan Ekonomi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Program Pemulihan Ekonomi untuk mengatasi dampak pandemik virus corona baru (Covid-19) diawasi ketat oleh penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Hal ini turut mendapat sorotan dari Direktur Eksekutif Saiful Mudjani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas. Menurutnya, keinginan Presiden agar KPK ikut mengawasi jalannya program pemulihan ekonomi merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah, untuk mengimplementasikan kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keungan untuk penanganan Covid-19, yang tertuang di dalam Perppu 1/2020.

"Yang kini telah diundangkan. Ini memberikan tanggungjawab dan otoritas besar kepada pemerintah untuk mengambil kebijakan dan membelanjakan anggaran yang cukup besar," ujar Sirojudin Abbas saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (6/6/2020).

Maka dari itu, Sirojudin Abbas menilai pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam menangani krisis ekonomi yang disebabkan pandemik ini. Dengan kata lain, pemerintah mau tidak mau harus melibatkan lembaga penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung, BPKP, hingga LKPP.

"Dalam situasi krisis, pemerintah tidak akan bisa benar-benar mampu meminimalkan resiko kebocoran atau penyimpangan," ungkap akademisi Kesejahteraan dan Pembangunan Sosial lulusan University of Berkeley ini.

Banyak pelajaran penting, lanjut Sirojudin Abbas, dari pengalaman kebijakan pemulihan ekonomi terdahulu. Ia memberikan contoh krisis ekonomi tahun 1998 dan krisis keuangan tahun 2008.

"Baik pada awal reformasi 1998-2000 maupun pada 2008-2009 lalu. Berbagai penyimpangan terjadi karena kerumitan situasi krisis," tuturnya.

Oleh karena itu, dia berkesimpulan bahwa maksud Jokowi menginginkan pelibatan sejumlah penegak hukum adalah untuk meminimalisir terjadinya moral hazard atau penyimpangan ekonomi disaat suatu kebijakan dijalani.

"Maka kini menjadi tanggungjawab pemerintahanan di bawah Presiden Jokowi untuk memastikan penyimpangan kebijakan saat krisis seperti dulu tidak terulang saat ini," ucapnya.

"Jika pun tidak bisa bersih sama sekali, setidaknya skala resikonya bisa dikurangi," demikian Sirojudin Abbas menambahkan.[ida]