Isu Pertanian Bakal Masuk Paket Kebijakan WTO

Ilustrasi sawah (Istimewa/rmolsumsel.id)
Ilustrasi sawah (Istimewa/rmolsumsel.id)

Isu atau permasalahan pertanian akan masuk dalam paket kebijakan Konfrensi Tingkat Menteri (KTM) Word Trade Organization (WTO) ke-12 yang akan digelar pada akhir tahun ini.


Kesepakatan tersebut dicapai usai perundingan tentang isu pertanian dengan WTO yang menuai jalan bukti dalam Pertemuan Informal Tingkat Menteri (PITM) G33 yang berlangsung secara virtual. 

Menteri Perdagangan RI, Muhammad Lutfi mengatakan konsolidasi G33 diperlukan untuk menyelesaikan isu prioritas WTO dan mencari jalan keluarnya.  Dalam konsolidasi ini nantinya yang jadi prioritas yaitu tentang ketahanan pangan, stok pangan, instrumen pengamanan impor produk pertanian, dan pemotonga subsidi pertanian yang mendistorsi perdagangan. 

"Pertemuan ini merupakan inisiatif Indonesia sebagai koordiator kelompoko G33 yang nantinya akan dihadiri Direktur Jenderak WTO, para duta besar, dan pejabat senior negara anggota G33," katanya melalui press rilis, Sabtu (18/9).

Diharapkan kedepan perjuangan G33 ini mampu melindungi kepentingan petani kecil dan miskin di negara berkembang. Serta mewujudkan ketahanan pangan, keamanan penghidupan, dan pembangunanan di pedesaan. Dia juga mengaku saat ini negara maju masih memberikan subsidi dengan nilai yang cukup tinggi kepada petani sehingga mendistorsi perdagangan global, 

"Kami berharap ini menjadi paket kebijakan pada KTM WTO ke-12 mendatang," ujarnya. 

Dia juga menambahkan, Indonesia tentunya akan menekan mekanisme yang bersikap adil dan transparan bagi para anggota WTO dan pemberlakuan perlakuan khusus untuk negara berkembang dan LDCs saat kondisi krisis seperti kelaparan, bencana alam, dan perubahan iklim. 

"Hal ini menurut G33 menjadi alasan masih diperlukannya subsidi yang dapat diberikan bagi kelompok petani kecil dan miskin," tutupnya.

Sementara itu, Dirjen WTO Ngozi menyampaikan, KTM 12 mendatang menjadi penentu kredibilitas WTO dan keberhasilan negosiasi pertanian di KTM 12 akan bergantung pada kesolidan negara anggota G33 untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan negosiasi pertanian. “G33 perlu menyiapkan strategi utama dan cadangan jika kebuntuan masih terjadi untuk mencari terobosan,” katanya.

Duta Besar Indonesia untuk WTO Dandy Satria Iswara menjelaskan, bagi Indonesia, disepakatinya instrumen SSM dan PSH di WTO akan memberikan ruang kebijakan yang lebih besar kepada pemerintah. “Nantinya, hal itu dapat digunakan untuk menjalankan berbagai kebijakan untuk mewujudkan keamanan dan kedaulatan pangan, serta pengurangan kemiskinan melalui program-program pemberdayaan petani kecil dan miskin,” tutupnya.