Hujan Tinggi saat Musim Kemarau, Ini Penjelasan BMKG

ilustrasi hujan (istimewa/rmolsumsel.id)
ilustrasi hujan (istimewa/rmolsumsel.id)

Musim kemarau di Sumsel yang diprediksi terjadi pada Juni meleset dari perkiraan. Pasalnya, hingga kini masih banyak terjadi hujan di sebagian besar wilayah Sumsel.


Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut curah hujan yang tinggi tersebut disebabkan adanya fenomena La-Nina. Kondisi La-Nina lemah yang terjadi di awal tahun 2022 meningkat menjadi La Nina Moderat pada awal bulan Maret hingga akhir bulan Mei tahun 2022.

Fenomena IOD Negatif mengindikasikan bahwa suhu permukaan laut di sekitar wilayah Indonesia terutama di wilayah perairan Sumatera cenderung lebih hangat dibandingkan dengan suhu permukaan laut di Pantai Timur Afrika.

“Kondisi inilah yang menyebabkan massa udara yang membawa uap air terbawa ke wilayah Sumatera. Hal ini jelas akan meningkatkan pembentukan awan,” kata Kepala Stasiun Klimatologi Sumsel, Wandayantolis dalam keterangan resminya, Kamis (30/6).

Dia mengatakan adanya Gelombang Rosby dan Gelombang Kelvin yang terjadi di Indonesia mengindikasikan adanya peluang terbentuknya awan hujan di sekitar wilayah aktif yang dilewatinya. 

Fenomena MJO dan Gelombang Kelvin saat ini dipantau bergerak dari arah Samudera Hindia ke Samudera Pasifik melalui wilayah Indonesia. Fenomena Gelombang Rosby bergerak dari arah Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui wilayah Indonesia.

Angin timuran yang bertiup di wilayah Indonesia relatif lebih kuat dibanding klimatologisnya, kecuali wilayah Sumatera bagian Selatan, Kalimantan bagian barat hingga selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua bagian tengah hingga selatan.

“Kondisi ini, juga diperparah oleh adanya daerah konvergensi yang merupakan pola-pola pusaran angin di wilayah perairan barat Sumatera dan sekitar Kalimantan yang membentuk daerah belokan (konvergensi) yang menyebabkan pengangkatan uap-uap air yang membantu proses pembentukan awan,” ungkapnya.

Sifat hujan berkisar normal hingga atas normal yang berarti curah hujan akan sama atau lebih tinggi dari biasanya pada periode yang sama dengan rata-ratanya. Adanya kondisi dinamika atmosfer di sejumlah wilayah Sumsel juga mengakibatkan kenaikan curah hujan. “Sehingga tidak dapat memenuhi kriteria musim kemarau alias musim kemarau yang datang terlambat,” ucapnya. 

Dia mengingatkan, kondisi-kondisi dinamika atmosfer tersebut akan diikuti oleh peningkatan curah hujan di wilayah Sumsel. “Dampak turunan dari meningkatnya curah hujan adalah terdapat potensi terjadinya genangan, banjir, dan tanah longsor,” tandasnya.