Jaringan Gusdurian melaporkan adanya 105 dugaan pelanggaran pemilu selama masa kampanye Pemilu 2024. Dari jumlah tersebut sebanyak 58 diantaranya terkait dengan penyalahgunaan wewenang penyelenggara negara.
Menurut Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan Gusdurian, Jay Akhmad, dalam siaran pers di Griya Gusdurian Bantul Yogyakarta, Jumat (9/2/2024), bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara berupa intimidasi hingga penyalahgunaan bansos yang mengarahkan untuk memilih pasangan calon tertentu.
"Laporan yang kami dapat juga terkait dengan penyalahgunaan bansos itu ada. Bantuan-bantuan itu kemudian disinyalir mendukung salah satu paslon," katanya.
Jay menambahkan, pelanggaran terkait bansos dimasukkan dalam kategori integritas penyelenggara negara yang dipertanyakan dan menjadi salah satu dugaan pelanggaran pemilu.
"Di Gardu Pemilu ini ada empat kategori dugaan pelanggaran pemilu pertama integritas penyelenggara negara, kedua terkait hoaks, misinformasi, disinformasi, yang ketiga berkaitan kekerasan berbasis identitas juga, yang keempat berkaitan dengan martabat kemanusiaan," katanya.
Direktur Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid menyayangkan, terjadinya sejumlah dugaan pelanggaran yang terjadi sebelum dan selama masa kampanye terbuka Pemilu 2024, seperti pelanggaran netralitas pejabat dan aparat negara, penyalahgunaan sumber daya negara, kekerasan berbasis politik, penyebaran hoaks, misinformasi, serta disinformasi, serta perbuatan yang merendahkan martabat.
"Kondisi ini adalah ancaman terhadap integritas dan martabat Pemilu," ungkapnya.
Alissa menyatakan, Jaringan Gusdurian bertekad untuk turut mengoreksi hal ini dan mengawal proses politik elektoral agar sejalan dengan nilai perjuangan Gus Dur yang meletakkan kemanusiaan di atas kepentingan politik.
"Penyalahgunaan kekuasaan dalam Pemilu adalah penanda akan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan setelah Pemilu," katanya.
Alissa juga mengajak masyarakat untuk menggunakan hak politiknya dengan memilih sesuai dengan hati nurani atas pertimbangan rekam jejak, bukan karena intimidasi, paksaan, maupun iming-iming berupa materi.
"Kami mengajak masyarakat untuk menggunakan hak politiknya dengan memilih sesuai dengan hati nurani atas pertimbangan rekam jejak, bukan karena intimidasi, paksaan, maupun iming-iming berupa materi," pungkasnya.
- Batas Akhir 31 Maret, Lebih dari 70 Ribu Penyelenggara Negara Belum Setor LHKPN
- Mundur dari Komisaris Garuda, Yenny Wahid Dinilai Kembali ke Jalan yang Benar