Dubes Djauhari Oratmangun : Kita Jangan Terjebak Sentiman Anti China

Sebagai negara besar, Indonesia secara politik dan ekonomi punya posisi tawar yang cukup besar di dunia internasional. Di sisi lain ada juga yang tidak ingin melihat Indonesia maju.


Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk China, Djauhari Oratmangun dalam diskusi yang bertema Covid-19: Belajar New Normal dari Negeri China menjelaskan, sejak dulu Indonesia dikenal sebagai bangsa yang besar. Untuk mempertahankan hal itu, para pendiri bangsa melakukan berbagai kerjasama dalam bentuk aliansi dengan negara-negara besar sekelas Amerika Serikat, Rusia dan China.

"Seperti yang telah dilakukan para pendiri bangsa kita, jadi aliansi ini sudah dilakukan sejak dulu termasuk dengan Rusia dan China yang dikenal sebagai negara komunis tapi mereka ini pelaku-pelaku besar di tatanan global. Tapi kalau kerjasama ini tidak kita ambil maka negara-negara lain akan yang mengambilnya hal ini telah dilakukan para pemimpin bangsa kita terdahulu. Sebagai negara besar tentunya kita membuka kerjasama dengan negara manapun," terang Djauhari.

Terkait kerjasama dengan China, hubungan Indonesia sangat baik karena saat ini negara yang paling maju di Asia adalah China. Bahkan hampir semua negara Asia bekerjasama dengan China, termasuk Malaysia dan Vietnam yang diketahui berkonflik secara politik dengan China.

"Kalau dalam politik mungkin kita beda pandangan tapi soal perdagangan, tidak ada pengaruh. Malaysia misalnya, kita tahu sendiri kan konfliknya dengan China bagaimana. Tapi banyak yang tidak tahu kalau kerjasama perdagangan dengan paling tinggi di kawasan Asean termasuk Vietnam. Sementara Indonesia sendiri ada diurutan keempat," ungkap mantan Dubes RI untuk Rusia ini.

Dibidang tourism, Thailand berada di peringkat pertama, Malaysia kedua dan Indonesia diurutan ketiga. Di bidang pendidikan, pelajar paling banyak di Asean adalah Malaysia, Singapura.

"Politik ya politik, ekonomi jalan terus. Artinya kita jangan terjebak sentimen-sentimen anti China. Kalau kita terjebak maka akan dimanfaatkan negara lain. Seperti Malaysia, nilai perdagangan mereka paling tinggi, termasuk pelajarnya. Makanya kadang saya sering ngomong dengan pemerintah China, kita ini berteman sejak lama bahkan sudah bersahabat, tapi belum soal perdagangan," terangnya.

Diakui Dubes Djauhari, sistem pendidikan di China sudah sangat baik. Sehingga jangan banyak pelajar dari berbagai dunia menempuh pendidikan di China, termasuk Indonesia. Komunikasi yang baik antara pihak universitas dengan mahasiswa membuat mereka sangat betah.

"Ada sekitar 1600 mahasiswa Indonesia di China mereka ada dari Sumatera Selatan, Sulut, Jakarta, Jawa. Saya termasuk orang paling sering berkunjung ke universitas-universitas untuk mengetahui mahasiswa. Ternyata mereka itu mengaku merasa betah dan senang belajar di China karena respon kampus sangat baik. Bahkan China ini berada di urutan 17 terbaik dunia," ujarnya.