Dua Kabupaten di Sumsel Catat Angka Stunting Tinggi

Forum kordinasi jurnalis dalam rangka dukungan pelaksanaan program bangga kencana serta percepatan penurunan Stunting Provinsi Sumatera Selatan/Foto:Adam Rachman
Forum kordinasi jurnalis dalam rangka dukungan pelaksanaan program bangga kencana serta percepatan penurunan Stunting Provinsi Sumatera Selatan/Foto:Adam Rachman

Dalam rangka upaya penurunan stunting di Sumatera Selatan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sumatera Selatan menggelar kegiatan forum koordinasi bersama jurnalis di Palembang, Kamis (15/12).


Berdasarkan catatan BKKBN yang didapat dari data Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, angka stunting di Sumatera Selatan mencapai 24,8 persen.

Sementara itu, masih terdapat dua daerah yang memiliki angka prevalensi tinggi yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) mencapai 32.2 persen dan Ogan Komering Ulu (OKU) mencapai 31.1 persen.

Semantara itu, Humas BKKBN Sinta Maya Sari mengatakan, kegiatan ini membahas kasus stunting yang ada di Sumsel, sekaligus ajang reuni bersama teman jurnalis di Sumsel. 

“Apa yang kami tujukan ini tidak lepas dari teman teman media, artinya menjadi bagian dalam menginformasikan kepada masyarakat terutama dalam hal penurunan kasus stunting," katanya.

Dikatakan Sinta, data stunting tahun 2022 belum disebarkan karena SSGI baru bisa disebarkan ke publik persatu tahun sekali. 

“Untuk jumlah stunting tahun 2022 itu sedang dalam survei SSGI, mungkin dalam waktu dekat ini akan kami publis," ucapnya.

Senada dengan itu, Kepala Bidang Informasi Gender dan Anak di Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Mariana, mengatakan Pemerintah Sumsel tetap berupaya semaksimal mungkin untuk koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Sumsel untuk angka stunting. 

“Kasus stunting ini sebenarnya sudah lama ada, hanya saja dua tahun belakang pemerintah fokus menangani kasus COVID agar lebih cepat bangkit,” ujarnya.

Perubahan prilaku juga menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting maka dari itu, peran keluarga sangatlah penting untuk merubah pola prilaku, pola asuh serta kesempurnaan gizi terutama terhadap Ibu hamil.

“Stunting tidak ada kaitannya dengan angka kemiskinan orang yang mampu juga bisa kena stunting. Dia mampu, lingkungannya bagus tapi faktor keluarganya tidak memperhatikan dan memberikan kenyamanan untuk ibu hamil itu akhirnya asupan gizi buruk mengakibatkan janin tidak berkembang akhirnya kena lah stunting itu,” pungkasnya. 

PPPA juga berkerja sama dengan Dinas Kesehatan, BKKBN, serta Posyandu di Puskesmas untuk mengupayakan penurunan stunting di Sumatera Selatan melalui sosialisasi terkait stunting.