DPRD Sumsel Desak Pemasangan Lift di Jembatan Ampera Dihentikan, Ini Alasannya

Ketua Komisi V DPRD Sumsel Syaiful Padli saat melakukan inspeksi mendadak ke lokasi pemasangan lift di Jembatan Ampera/Dudy Oskandar.
Ketua Komisi V DPRD Sumsel Syaiful Padli saat melakukan inspeksi mendadak ke lokasi pemasangan lift di Jembatan Ampera/Dudy Oskandar.

Ketua Komisi V DPRD Sumsel Mgs Syaiful Padli melakukan inspeksi mendadak di lokasi pemasangan lift Jembatan Ampera, Selasa (6/12/2022).


Dalam kesempatan itu, Syaiful Padli mendesak agar pemasangan lift di Jembatan Ampera harus dihentikan sementara waktu karena harus memenuhi sejumlah kajian, seperti kajian teknis, sejarah, lalu lintas, keamanan dan lainnya.

"Kami Komisi V bermitra dengan Disbudpar Sumsel, kami fokus di sejarah dan cagar budayanya. Untuk kontruksi itu Komisi IV DPRD Sumsel yang berhubungan dengan pihak Balai Besar yang memasang lift di Jembatan Ampera. Setelah reses saya akan ajak kawan-kawan Komisi V DPRD Sumsel rapat internal dan kita akan ajak rapat kawan kawan Disbudpar Sumsel dan TACB Sumsel, sejarawan dan budayawan Sumsel untuk memberikan rekomendasi terkait pemasangan lift di Jembatan Ampera ini,” ujar dia usai sidak. 

Dikatakan Syaiful, dirinya mendapat banyak keluhan terkait pemasangan lif di Jembatan Ampera yang dinilai sangat kontroversial. Oleh karena itu, dalam sidak dirinya mengajak tim dari TACB Sumsel, budayawan, sejarawan Sumsel untuk melihat pembangunan lift di Jembatan Ampera.

"Memang sudah ada kajian konstruksi dan teknis. Tapi, Jembatan Ampera ini adalah cagar budaya yang harus di jaga, dalam UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya disebutkan untuk membangun cagar budaya itu memperhatikan banyak faktor. Hari ini kami temukan pemasangan lift di Jembatan Ampera belum melalui kajian sejarahnya sehingga proses pembangunan tidak didampingi ahli sejarah," beber dia. 

Sementara, Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Sumsel Yudi Syarofi menegaskan sebelum dilakukan pemasangan lift di Jembatan harus ada kajian yang dilakukan TACB. 

"Boleh saja tidak dilakukan tapi pelaksananya baik pemberi order dan yang melakukan itu dapat dikenai Pasal 104 Undang-Undang No 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pidananya minimal 1 tahun dan atau denda Rp500 juta,” tegas dia.

Lebih lanjut dia mengatakan, pemasangan lift di Jembatan Ampera yang dilakukan sejak 18 November lalu, tidak pernah sama sekali ada komunikasi yang dilakukan oleh pihak Balai BPJN. 

"Lihat saja, pemasangan dilakukan mulai 18 November. Artinya sebelum itu telah dilakukan pembongkaran terlebih dahulu. Sejauh ini, kita tidak diajak koordinasi, bahkan kita tahu dari sejumlah laporan," tandas dia.