Dilaporkan Jual Beli Jabatan, Dicopot Menteri Agama, Lalu Diangkat Sebagai Sekretaris Inspektorat Provinsi Sumsel

Kantor Gubernur Sumsel. (rmolsumsel)
Kantor Gubernur Sumsel. (rmolsumsel)

Nama mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Sumsel Alfajri Zabidi kembali jadi sorotan.


Gubernur Herman Deru menunjuknya sebagai Sekretaris Inspektorat melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan, Nomor: 9572/KPTS/BKD.II/2022 pada 16 September lalu.

Padahal pada tahun 2020 lalu, Alfajri dicopot oleh Menteri Agama Fachrul Razi dari jabatannya sebagai sanksi tegas dari Kementerian atas dugaan pelanggaran yang dilakukannya. Pelanggaran itu merujuk pada laporan yang juga berujung pada aksi massa di Kejati Sumsel atas dugaan jual beli jabatan yang dilakukan Alfajri di masa kepemimpinannya sepanjang 2016-2020 di Kanwil Kemenag Sumsel. 

Melansir data yang dihimpun Kantor Berita RMOLSumsel, tepatnya pada 8 Agustus 2020, juru bicara Kemenag Oman Faturahman membenarkan kabar pemberhentian Alfajri dari jabatannya sebagai Kakanwil Kemenag Sumsel. Menurutnya, pencopotan itu merupakan bentuk penegakan disiplin bagi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan kerja Kemenag. Namun, terkait penyebab dan sanksi tegas terhadap Alfajri, Oman enggan berkomentar lebih jauh.

"Saya tidak tahu bagaimana detailnya karena itu urusannya ke Inspektorat Jenderal Kemenag. Yang jelas persoalan ini terkait penegakan disiplin. Jika ada yang bilang keputusan ini diambil karena yang bersangkutan pernah didemo, saya rasa tidak seperti itu. Karena Menteri Agama membuat kebijakan tidak berdasarkan demo," jelas Oman saat itu.

Tempat Alfajri kemudian digantikan oleh H Abadil sebagai Pelaksana Tugas (Plt) sesuai dengan Surat Perintah Menteri Agama RI Nomor 019625/B.II/3/2020. Di sisi lain, laporan terkait dugaan jual beli jabatan itupun dibenarkan oleh Kasi Penkum Kejati Sumsel Khaidirman saat itu untuk ditindaklanjuti pihaknya. 

Alfajri Zabidi diwawancara media saat menjabat Kepala Kanwil Kemenag beberapa waktu lalu. (ist/rmolsumsel)

Sempat Parkir di Pusat, Sebelum Ditarik ke Pemprov Sumsel, Sesuai Harapan Gubernur? 

Setelah sanksi pencopotan jabatan Kepala Kanwil Kemenag Sumsel sebagai penegakkan disiplin dari Menteri Agama itu diterima, Alfajri diketahui dimutasi ke pusat. Namun, sebuah berita mengungkapkan kalau saat pencopotan itu terjadi, Gubernur Herman Deru sempat menawarkan Alfajri Zabidi untuk ikut bersamanya di Pemprov Sumsel.  

“Saya ucapkan terima kasih atas pengabdiannya selama ini. Bahkan, kalau dia mau ikut ke Pemprov Sumsel,” ajak Herman Deru kepada awak media saat itu. 

Kemudian, setelah lama tak terdengar, sekitar dua tahun istilah 'parkir' melekat pada dirinya, Alfajri kembali muncul ke permukaan. Kali ini tak main-main, menjadi Sekretaris Inspektorat Provinsi Sumsel. Niat Gubernur Herman Deru mengajaknya menjadi kenyataan. Keputusan Gubernur ini dibenarkan Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sumsel, Ismail Fahmi yang dikonfirmasi Kantor Berita RMOLSumsel. 

"Memang benar, tapi untuk secara rinci tanyakan kepada bagiannya, pak Timan Bidang Mutasi dan Promosi Jabatan," katanya, Senin (17/10).

Dalam SK tersebut, Alfajri yang berpangkat Pembina Utama Muda, IV/c sebelumnya menjabat sebagai Analis Jabatan pada Inspektorat Daerah Provinsi Sumsel diangkat dalam jabatan baru sebagai Sekretaris pada Inspektorat Daerah Provinsi Sumsel dengan kategori eselon III.a

Deputi K-MAKI Sumsel, Feri Kurniawan. (rmolsumsel)

Apa yang Diharapkan Saat ASN Dibina oleh Orang yang Pernah Dilaporkan Melakukan Jual Beli Jabatan?

Jabatan yang dipegang oleh Alfajri saat ini terbilang cukup strategis. Lantas apa tugas dan wewenang Inspektorat Daerah? Berdasarkan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang diturunkan melalui PP No. 72 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah disebutkan: 

Inspektorat Daerah memiliki tugas membantu Kepala Daerah dalam membina dan mengawasi pelaksanaan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan oleh perangkat daerah. Sejumlah fungsi Inspektorat Daerah yakni melakukan pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan bidang pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan. 

Tugas dan fungsi tersebut menuntut pejabat yang ada di dalam lembaga ini bersih dan memiliki integritas tinggi. Seperti diungkapkan Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) Sumsel, Feri Kurniawan saat dibincangi, Rabu (19/10).

"Harus bersih, karena dia akan menjalankan tugas pemeriksaan dan pengawasan. Memeriksa kinerja ASN. Kalau tidak bersih malah nantinya bisa jadi bargaining atas temuan yang ada. Atau lebih parah lagi melakukan pemerasan," katanya didampingi Kordinator K-MAKI Boni Belitong. 

Dia mengatakan, pengangkatan seorang pejabat yang bermasalah, berpotensi akan menimbulkan masalah di kemudian harinya. Seharusnya sebagai pimpinan, Gubernur bisa melakukan pertimbangan untuk mengisi jabatan yang strategis.

"Sudah banyak contoh. Pejabat yang pernah bermasalah akan menimbulkan masalah hukum lagi. Kita juga pertanyakan pertimbangan yang dilakukan Gubernur itu seperti apa. Hingga bisa menempatkan orang yang pernah tersandung masalah hukum untuk menempati jabatan pengawas," ucapnya. 

Feri menjelaskan, kasus dugaan jual beli jabatan yang menyeret Alfajri sebenarnya telah dilaporkan ke Kejati Sumsel. Namun, pihaknya tidak mengetahui persis bagaimana kelanjutan dari kasus tersebut. "Harusnya (kejati Sumsel) menindaklanjuti kasus itu. Karena sudah mengarah ke gratifikasi. Apalagi setahu saya statusnya sudah penyelidikan," ungkapnya. 

Dia juga mengkritik upaya Kemenag yang seolah melakukan operasi penyelamatan terhadap Alfajri dengan memberikan izin mutasi ke Pemprov Sumsel. "Seharusnya, jika memang terbukti, Alfajri diberikan sanksi. Bukannya izin mutasi (ke Provinsi Sumsel)," tanya Feri. Sementara di sisi lain, Gubernur Sumsel juga menurutnya dengan mudah memberikan posisi strategis kepada orang yang bermasalah. 

Sekali lagi, terlepas kasus jual beli jabatan itu terbukti atau tidak, justru menurut Feri sanksi tegas dari Menteri Agama yang diterima Alfajri seharusnya dijadikan pertimbangan moral dan etika dalam pemberian jabatan. "Jangan karena ada kedekatan primordial atau suku saja sehingga diberi jabatan. Ini kan orang yang punya potensi masalah kenapa ditempatkan di dalam posisi strategis," ucapnya. 

Dia menyarankan Gubernur Sumsel untuk cepat melakukan mutasi Alfajri dari posisinya yang saat ini menempati jabatan struktural ke fungsional. "Lebih baik tempati jabatan fungsional saja," tandasnya.

Bagindo Togar. (rmolsumsel)

Penerapan Sistem Merit Belum Berjalan, Jaminan Bagi Masyarakat Belum Maksimal?

Dibincangi terpisah beberapa waktu lalu terkait rotasi dan mutasi jabatan, Pemerhati Sosial dan Pengamat Politik Bagindo Togar menilai roling jabatan merupakan hal yang lazim dilakukan dalam suatu pemerintahan. Kendati demikian dia menilai dalam roling sebuah jabatan harus menerapkan merit sistem dalam mengisi pos jabatan tertentu.

"Wajib dilihat berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, atau warna kulit dan lain-lain," katanya. Dalam kaitannya dengan peran sebagai pejabat publik, maka berlaku pula etika agar tidak hanya dilihat dari kinerja pejabat yang dilantik atau bagaimana mereka memecahkan permasalahan yang ada.

"Karena setelah dilantik dan mengisi jabatan baru akan berdampak pada output dalam menjalankan roda pemerintahan yang baik. Makanya pejabat yang dilantik itu harus memenuhi kualifikasi dan kompetensi serta memiliki kapabilitas dan aksebilitas karena outputnya nanti untuk kepentingan masyarakat," terangnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), sistem merit didefinisikan sebagai kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, yang diberlakukan secara adil dan wajar dengan tanpa diskriminasi.

Sebagai penjabaran agenda Prioritas RPJMN 2020-2024, penerapan sistem merit ditetapkan sebagai satu dari tiga program prioritas bidang aparatur dalam RKP 2020, yaitu (1) Peningkatan akuntabilitas kinerja, pengawasan, dan reformasi birokrasi; (2) Peningkatan inovasi dan kualitas pelayanan publik; dan (3) Penguatan implementasi manajemen ASN berbasis merit.

Sistem ini bertujuan untuk: Merekrut ASN yang profesional dan berintegritas dan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan birokrasi pemerintah sesuai kompetensinya; Mengembangkan kemampuan & kompetensi ASN; Memberikan kepastian karier dan melindungi karier ASN dari intervensi politik dan tindakan kesewenang-wenangan; Mengelola ASN secara efektif dan efisien; dan Memberikan penghargaan bagi ASN yang adil dan layak sesuai kinerja.

Pada akhirnya, penerapan sistem ini juga bertujuan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat atas pelayanan yang diberikan oleh birokrasi.