DEM Indonesia Tolak Rencana Melepas Saham Pertamina Melalui IPO

Rencana penawaran umum perdana atau IPO (Initial Public Offering) yang akan dilakukan Pertamina terus mendapat penolakan. Kali ini, penolakan dilontarkan Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Indonesia.


Melalui siaran persnya, lembaga ini menegaskan melalui pernyataan sikap bahkan, mendesak Presiden untuk membuat kebijakan yang menguatkan sektor energi sebagai jalan menuju kedaulatan energi Indonesia, dengan menolak rencana subholding Pertamina di lantai bursa saham.

Sekretaris Jenderal DEM Indonesia, Robi Juandry menyampaikan, rencana menteri BUMN ingin memprivatisasi Pertamina melalui IPO sub-holding dengan alasan tranparansi dan akuntabilitas, tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Dimana, sejak negara Indonesia lahir, konstitusi telah mengamanatkan visi perekonomian Indonesia dalam bingkai kedaulatan dan kesejahteraan sosial. Hal ini tercantum di dalam Pembukaan UUD NRI 1945 pada alinea ke-4 (empat) yaitu.

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum”. Dalam bunyi alinea itu, jelas bahwa kontitusi Indonesia merupakan penganut Paham Negara Kesejahteraan.

Selanjutnya, kesejahteraan umum ini pun dikaitkan dengan Pancasila Sila ke-5 (lima) sehingga dasar dari kesejahteraan umum tersebut adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sesuai dengan paradigma Pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem ekonomi yang berdasarkan Pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan.

Sistem ekonomi ini selanjutnya diamanatkan kembali di dalam Pasal 33 UUD NRI 1945 yang merupakan salah satu strategi para perintis kemerdekaan dalam menyusun UUD 1945 untuk melaksanakan pembangunan ekonomi. Dengan demikian jelas bahwa tugas negara adalah memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Strategi tersebut diaplikasikan pada pengambilan peranan penting oleh negara dalam bidang ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Jadi sudah sangat jelas pengambilan peranan penting oleh negara dalam bidang ekonomi diwunudkan dengan mendirikan BUMN. Artinya, negara tidak dapat melepas, apalagi itu terkait dengan ketahanan negara," ungkapnya.

Secara eksplisit strategi ini tercantum di dalam Pasal 33 UUD NRI 1945 sehingga selama pasal ini tercantum di dalam konstitusi maka selama itu pula keterlibatan pemerintah (BUMN) dalam perekonomian Indonesia masih tetap diperlukan.

BUMN merupakan penjelmaan cita-cita dan falsafah berdirinya negara sebagai negara kesejahteraan. Sebuah konsep negara kesejahteraan menunjukkan bahwa negara dituntut berperan aktif dalam menyejahterakan rakyatnya. Seperti yang diutarakan Esping-Anderson dalam Buku “Mimpi Negara Kesejahteraan” bahwa Negara kesejahteraan, pada dasarnya, mengacu pada peran negara yang aktif dalam mengelola dan mengorganisasikan perekonomian yang didalamnya mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya.

Oleh karena itu, cita-cita dan falsafah suatu negara harus semakin jelas dan menjadi dasar untuk melihat dan menentukan arah BUMN.

Apalagi regulasi hukum BUMN di Indonesia mengalami perkembangan yang kemudian dapat dibagi menjadi 4 masa perkembangan, yaitu, perusahaan Negara sebelum Tahun 1960, kedua perusahaan Negara menurut UU Nomor 19 Prp Tahun 1960, ketiga perusahaan Negara menurut UU Nomor 9 Tahun 1969, keempat perusahaan Negara menurut UU Nomor 19 Tahun 2003 yang dalam UU ini disebut dengan BUMN.

"Apabila dijual saham seluruhnya maka tentu saja kepemilikan pemerintah terhadap BUMN tersebut sudah hilang beralih menjadi milik swasta dan beralih namanya bukan BUMN lagi tetapi perusahaan swasta. Dengan demikian, pelayan publik ke masyarakat akan ditinggalkan apabila pengelolaan berpindah tangan ke pihak swasta, terutama swasta asing. Tentu saja ini akan menciderai amanat UUD 1945 terhadap BUMN," ulasnya.

Menurutnya, kebijakan rencana privatisasi tersebut jelas sangat merugikan dan menyengsarakan rakyat yang sesungguhnya pemilik sejati Kekayaan Negara.

Indonesia adalah negara hukum, dalam sebuah negara hukum pada asasnya setiap tindakan pemerintah haruslah dilakukan berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh hukum, suatu tindakan pemerintah yang dilakukan tanpa dasar kewenangan adalah berakibat batal demi hukum.

Maka dari itu kami Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Indonesia menyatakan sikap :

  1. Mendesak kepada Presiden untuk membuat kebijakan yang menguatkan sektor energi sebagai jalan menuju kedaulatan energi Indonesia
  2. Menolak secara tegas segala bentuk dan upaya privatisasi PT Pertamina (persero)
  3. Menolak secara tegas model holding dan subholding dalam PT Pertamina (persero)
  4. Mendesak presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja menteri BUMN atas kebijakan yang dibuat.