Cerita Ngambleh Soleh, Kelompok Mantan Anak Punk yang Sukses Berkebun dan Beternak

Sekelompok mantan anak punk yang menamakan diri Ngambleh Soleh sukses berkebun dan beternak. (Noviansyah/Rmolsumsel.id).
Sekelompok mantan anak punk yang menamakan diri Ngambleh Soleh sukses berkebun dan beternak. (Noviansyah/Rmolsumsel.id).

Dibalik jenuhnya mengikuti laju roda kehidupan, menggemari alunan musik tentu menjadi pilihan yang bisa membuat kehidupan menjadi lebih berirama. Begitu juga dengan aliran musik Punk Rock, tentu tidak sedikit dari kita yang memilih aliran musik ini sebagai kecintaan yang kerap didengarkan dan dihayati.


Namun sayang, dalam hidup tentu ada suka dan duka, tidak sedikit orang yang memandang negatif terhadap perilaku anak Punk, hal ini membuat beberapa anak punk di Tanjung Enim memilih beternak sapi dan berkebun.

Peternakan dan kebun yang dikelola oleh eks anak Punk yang menamakan kelompok mereka "Nggambleh Soleh" berlokasi di Desa Tegal Rejo Kecamatan Lawang Kidul Kabupaten Muara Enim. Dari jalan utama lintas tengah Sumatera kita hanya butuh sekitar 10 menit untuk tiba di lokasi perkebunan.

Awal memasuki area perkebunan yang berpagar bambu ini, kita akan disambut dengan aroma angin gunung yang lahir dari rimbunnya dedaunan yang menghijau asri. Menapaki setiap langkah di perkebunan itu, kita akan merasakan detak kehidupan yang begitu damai.

Beberapa Siamang berkejar-kejaran di ujung dahan-dahan pohon mempertegas kokohnya pohon-pohon besar yang ada di sekeliling kebun, kebun yang memiliki luas kurang lebih setengah hektar ini akan menyambut kita dengan beberapa baris Terong merah yang perlahan menampakkan buahnya.

Menyaksikan barisan Kangkung, bayam merah, pakcoi dan kacang panjang yang berbaris rapi ibarat barisan tentara yang siap untuk upacara, setelah melalui petakan-petakan itu, tibalah kita di kandang sapi yang berhadap-hadapan dengan rumah kumbung Jamur Tiram. ibarat wisata tentu tidak selesai hanya dengan membacanya saja. 

Salah satu eks anak punk kelahiran Lampung yang kini jadi Imam Salat di perkebunan itu, Joko Saputra mengatakan, tidak pernah terpikir sebelumnya bahwa arah mata angin akan membawa mereka ke arah itu ungkapnya saat dikunjungi kantor berita RMOLSumsel.id, di peternakan dan perkebunan mereka.

"Saya mimpin shalat di sini bukan berarti saya yang paling suci, tapi saya memiliki sedikit bekal agama selama tinggal di salah satu panti asuhan di Tanjung Enim, kurang lebih 4 tahun saya menggantungkan asa di sana, tapi hidup tidak cukup hanya bergantung kepada orang lain, kaki ini harus melangkah ke arah dewas" ungkapnya.

Pertemuannya dengan pemilik peternakan dan perkebunan itu, dikatakan Joko telah merubah segalanya, ia lebih banyak mendengar daun-daun berbisik lebih dalam dari sekedar alunan musik. mengawali peternakan dan perkebunan ini tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan, beberapa hal tentu menjadi hambatan, seperti banjir kemaren yang meluluh lantakan area perkebunan.

"Saat banjir itu, sapi pesanan tiba 4 ekor yang hari ini kami sudah punya 16 ekor, saking sayangnya sapi-sapi pada malam itu tidur bersama kami di saung agar tidak ikut terendam. alhamdulillah sekarang semua sudah normal kembali" katanya sambil menatap jauh ke belakang.

Biasanya lanjut Joko, sayur-sayur hasil kebun seperti kangkung, bayam dan yang lainnya di pasarkan secara online dan beberapa pesanan di antar ke pasar di sekitar tanjung enim dan kini dirinya bersama empat temannya yang lain sudah memiliki langganan katering.

"Untuk omset tidak menentu, kadang sampai 500 ribu per hari tergantung panennya, untuk jamur tiram perharinya sudah menghasilkan sekitar 10 kilogram paling banyak tiap harinya. dan sapi sendiri 16 ekor" jelasnya.

kalau sayur ini, kata joko untuk pendapatan harian, sedang Magot bulanan dan sapi ini tahunan biasanya menuju hari raya Qurban. sekarang semua masih berjalan seperti biasa, meski sempat ada ajakan kembali ke jalanan tapi dirinya memilih menetap di jalan yang sekarang ia tekuni, peternakan dan perkebunan.

Lain hal dengan sahabatnya, Jeri Herianto, memiliki masa lalu yang kelam, Penggemar Linking Park dan Marjinal ini  memandang perjalanan kali ini sedang menuju cahaya, bagaimana tidak sempat dua kali Over Dosis hingga menciderai kedua matanya kali ini ia berubah menjadi pemuda yang menanti lantunan adzan di tengah perkebunan.

"Ya kalau dulu mendengar adzan di jalanan hanya sekedar menghargai dan berhenti sejenak bermain musik, tapi sekarang saya bersyukur tergerak untuk melaksanakan ibadah shalat, dulu saya fokus bermusik di jalanan mulai dari ngamen sampai naik panggung memenuhi undangan, sekerang biarlah tempat-tempat itu sebagai saksi bahwa saya pun punya masa lalu" katanya.

Dalam tabah, kata Jeri, dirinya belajar membudidayakan magot dan mengurus kebun, berharap dari semua kerja keras ini membuahkan hasil sehingga bisa hidup bahagia dan berumah tangga "semoga saja ada perempuan yang mau menerima saya apa adanya" harapnya sambil menahan senyum.