Mendengar ungkapan victim blaming, tentu aktivis dan penggiat perempuan selalu angkat bicara. victim blaming bisa terjadi karena ada rasa abai terhadap kondisi orang lain. Ditambah lagi dengan perasaan superior yang membuat seseorang cenderung merasa kurang empati dengan apa yang dialami orang lain.
- Menelusuri Jejak Puyang Diatas di Negeri Ratu, Nisan Makam Berukir Wajah Manusia
- Serangan Nuklir ke Korsel, AS Ancam Gulingkan Kekuasaan Kim Jong Un
- Presiden Turkmenistan Perintahkan Tutup Gerbang Neraka
Baca Juga
Menurut Ketua DPD Kaukus Politik Perempuan Indonesia (KPPI) Sumatera Selatan (Sumsel), RA Anita Noeringhati, jika melihat secara dalam, kasus ini membuktikan kalau kesetaraan bagi kaum perempuan belum di dapatkan kalangan perempuan.
“Dalam segala lini perempuan selalu disalahkan, contoh adanya pelakor itu peran perempuan yang disalahkan. Padahal dalam konteks ini harusnya dilihat secara case to case, jangan semua perempuan di anggap sama,” ujar dia.
Sebagai Ketua Kaukus Perempuan, ungkap Anita, tentu sangat prihatin dengan situasi ini, karena apapun mau di bolak balik tetap saja korban adalah perempuan.
“Baik konteknya kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, maupun ketidakadilan ketidakkesetaraan tetap perempuan yang di korbankan,” tegas dia.
Ketua DPRD Sumsel ini juga mengajak masyarakat saat menyalahkan jangan semua dikultuskan pada perempuannya. Karena masyarakat ini tidak hanya laki-laki, ada juga yang punya istri dan anak-anak perempuan.
“Bagaimana kalau kita sudah memang sepantasnya tapi masih disalahkan. Tetapi kalau mau mengatakan si A itu adalah individu, itu tidak masalah,” tegas dia.
Terlepas dari segala hal yang membuat mata dunia belum membuat setaranya kaum perempuan, Anita menyatakan, bahwa pihaknya akan tetap terus untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan tersebut.
- Burung Merpati Ini Laku Terjual Rp1,5 Miliar
- 10 Kapal Militer Rusia dan China Berlayar Bersama di Selat Jepang
- Dituding Anti Pemerintah, Iran Tangkap Aktor Pemenang Oscar Taraneh Alidoosti