Berada di Dekat Pintu Rimba Jalur Pendakian Gunung Dempo, TPS Ini Jadi yang Tertinggi di Sumsel 

Sejumlah warga Kampung Empat Gunung Dempo tengah menyulap rumah karyawan yang kosong menjadi TPS pada Pemilu 2024. (ist/rmolsumsel.id)
Sejumlah warga Kampung Empat Gunung Dempo tengah menyulap rumah karyawan yang kosong menjadi TPS pada Pemilu 2024. (ist/rmolsumsel.id)

Tempat Pemungutan Suara (TPS) 10 di Kampung Empat Gunung Dempo, Kota Pagar Alam, menjadi TPS dengan lokasi tertinggi di Provinsi Sumatera Selatan. Lokasinya berada di dekat pintu rimba jalur pendakian menuju puncak Gunung Dempo dengan ketinggian mencapai 1.600 meter di atas permukaan laut.


Ketua Rukun Tetangga (RT) 10 Kampung Empat, Puryanto, yang juga merupakan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) setempat, mengungkapkan pada Pemilu tahun ini, jumlah pemilih di TPS tersebut sebanyak 51 orang, sementara jumlah penduduknya mencapai 117 jiwa. Hal ini menjadikan TPS 10 tidak hanya memiliki posisi tertinggi secara geografis, tetapi juga memiliki jumlah pemilih yang relatif sedikit.

"Dari jumlah penduduk 117 jiwa, yang berhak memilih besok ada 51 orang," ujar Puryanto, Selasa (13/2/2024).

Untuk mengakomodasi proses pemilihan, KPPS menggunakan rumah dinas karyawan yang tidak berpenghuni sebagai TPS, dan juga menyediakan tenda di luar sebagai ruang tunggu pemilih.

Untuk diketahui, Kampung Empat adalah pintu masuk jalur pendakian menuju puncak Gunung Dempo. Penduduk di tempat ini terdiri dari para pekerja perkebunan dan pabrik teh Gunung Dempo, yang berperan sebagai buruh petik dan angkut daun teh, serta terlibat dalam usaha pertanian dan peternakan.

Penduduk Kampung Empat tinggal di perumahan karyawan pabrik teh, dimana mayoritas merupakan keturunan pertama buruh pabrik yang didatangkan dari Pulau Jawa sejak pendirian pabrik dan perkebunan teh ini pada tahun 1920-an oleh pengusaha Swiss yang bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda, dengan nama NV Landbouw Maatschap Pager Alam.

Kampung Empat merupakan bagian dari areal perkebunan teh yang, sejak Indonesia Merdeka, menjadi milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah manajemen Perusahaan Terbuka Perkebunan Negara (PTPN) 7, dengan luas lahan mencapai 1.500 hektare.