Dokumen proses ekstradisi tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos telah diserahkan kepada otoritas Singapura.
- Kemenkum Akui Kepengurusan PMI Pimpinan JK, Agung Laksono Jangan Ganggu
- Kemenkumham Sumsel Gelar Apel Menjelang Cuti Bersama Hari Raya Idul Adha
Baca Juga
Direktur Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum (AHU), Widodo mengatakan, otoritas Singapura meminta dokumen affidavit kepada pemerintah Indonesia terkait proses ekstradisi Paulus Tannos selaku Direktur Utama (Dirut) PT Sandipala Arthaputra.
"Dokumen pendukung affidavit sudah disiapkan KPK dan tim lainnya. Nah karena pemegang otoritas pusat Kemenkum, Menteri Hukum memberikan surat pengantarnya. Dokumen sudah dibundel dan dikirimkan ke Singapura," kata Widodo, Selasa, 29 April 2025.
Widodo menerangkan, dokumen tambahan itu sudah diserahkan ke otoritas Singapura sekitar pekan lalu.
"Sudah kita kirim ke sana, tinggal tunggu proses judicial di sana (Singapura). Mudah-mudahan yang bersangkutan kooperatif mau diekstradisi ke sini," jelasnya.
Paulus Tannos berhasil ditangkap di Singapura oleh lembaga antikorupsi Singapura. Sebelum penangkapan, Divisi Hubungan Internasional Polri mengirimkan surat penangkapan sementara (provisional arrest request) kepada otoritas Singapura untuk membantu penangkapan buronan tersebut.
Pada 17 Januari 2025, Jaksa Agung Singapura mengabarkan Paulus Tannos sudah ditangkap. Hingga saat ini, pemerintah Indonesia sedang melakukan proses ekstradisi Paulus Tannos.
Paulus Tannos telah ditetapkan tersangka pada Agustus 2019 lalu bersama 3 orang lainnya, yakni Miryam S Haryani selaku anggota DPR periode 2009-2014, Isnu Edhi Wijaya selaku Dirut Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, dan Husni Fahmi selaku Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP.
Pada 13 November 2017 lalu, Miryam telah divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus yang berbeda, yakni kasus pemberian keterangan palsu saat bersaksi di sidang kasus korupsi e-KTP.
Sementara itu, untuk Husni Fahmi dan Isnu Edhi Wijaya masing-masing divonis penjara 4 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin 31 Oktober 2022.
Dalam kasus korupsi e-KTP, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya sebesar Rp145,85 miliar, Miryam Haryani diduga diperkaya sebesar 1,2 juta Dolar AS, manajemen bersama konsorsium PNRI diduga diperkaya sebesar Rp137,98 miliar, Perum PNRI diduga diperkaya sebesar Rp107,71 miliar, serta Husni Fahmi diduga diperkaya sebesar 20 ribu Dolar AS dan Rp10 juta.
Dalam perkembangan perkaranya, KPK telah mencegah Miryam agar tidak bepergian ke luar negeri selama 6 bulan pertama sejak 9 Februari 2025.
- Kemenkum Akui Kepengurusan PMI Pimpinan JK, Agung Laksono Jangan Ganggu
- Kemenkumham Sumsel Gelar Apel Menjelang Cuti Bersama Hari Raya Idul Adha