Tari Gending Sriwijaya dan Tari Tanggai di Sumsel, selama ini kerap dipakai sebagai tarian untuk menyambut tamu-tamu.
- Libur Nataru, Singapura dan Bali Diserbu Wisatawan
- Wisata ke Lubuklinggau, Jangan Lupa Cicipi Durian Terong, Si Kecil yang Manis Hanya Rp5 Ribu
- Bersepeda, Bupati Promosikan Objek Wisata OKU
Baca Juga
Padahal sejatinya, kedua tari ini belum ada dasar hukum resmi yang memposisikan keduanya sebagai tarian menyambut tamu. Sementara keberadaan sebuah dasar hukum yang resmi dinilai penting.
Karena tanpa dasar hukum tu, kedua tarian yang bernilai penting ini rawan penyalahgunaan fungsi. Bahkan bisa menjadi korban plagiator alias penjiplakan.
Ketua Komunitas Batang Hari (Kobar) 9, Vebri Al Lintani mengatakan sampai saat ini tidak ada niat dari pemerintah provinsi Sumsel maupun pemerintah Kota Palembang untuk membuat peraturan yang menetapkan posisi dan fungsi dari Tari Sambut tersebut.
"Keberadaan dasar hukum sangat penting untuk melindungi dan melestarikan Tari Sambut Sumsel. Tanpa legal standing yang jelas, penggunaan tarian ini dapat disalahgunakan atau bahkan klaim palsu penciptaannya dapat muncul," ujar Vebri Al Lintani.
Dijelaskan Vebri, dulu memang ada instruksi dari Gubernur Sumsel Asnawi Mangku Alam bahwa Tari Gending Sriwijaya diperuntukkan menyambut orang pertama dalam satu negara, seperti presiden, perdana menteri, raja dan lainnya.
Hal ini, kata Vebri, dia dapat dari cerita para sesepuh tari dalam Buku Tari Tanggai yang ditulis berdasarkan diskusi di DKP Tahun 2016).
Soalnya mantan Ketua Dewan Kesenian Palembang mengakui, memang dasar hukum yang bisa dijadikan legal standing tak ada.
Padahal, lanjut Vebri, Tari Gending Sriwijaya merupakan Warisan Budaya dari para pendahulu untuk mengenang kebesaran sejarah Palembang dan memuat kearifan lokal.
“Ada karena berdasarkan cerita lisan dari mulut ke mulut dan bahkan tertulis dari beberapa catatan sejarah. Tiada atau tidak ada karena memang tidak pernah ditetapkan secara hukum (yuridis) oleh Pemerintah Provinsi Sumsel atau Pemerintah Kota Palembang sebagai Tari Sambut.” kata budayawan Sumsel ini.
Dikatakan Vebri, Tari Gending Sriwijaya selama ini digunakan sebagai Tari Sambut adalah didasarkan kebiasaan sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Demikian juga sama halnya dengan Tari Tanggai (Tari Tepak), yang merupakan turunan dari Tari Gending Sriwijaya.
Sementara dalam catatan sejarah, lanjut Vebri, 2 tarian inilah yang kerap dipakai Pemprov dan Pemkot sebagai tari sambut. Menurut Vebri, dasar hukum tentang posisi Tari Sambut sangat penting untuk pelindungan dan pelestarian. Jika ada kasus penyalahgunaan fungsi dapat ditegur oleh Pemerintah dan Masyarakat.
"Begitu pula jika ada yang mengaku-aku pencipta dari salah tari sambut tersebut, maka bisa saja kita laporkan sebagai pelangar hak cipta (Plagiator)," pungkasnya.
- Sumsel Perkuat Pasokan Bawang Merah Melalui KAD dengan Sulsel dan Enrekang
- Karantina Sumsel Gelar Operasi Patuh di Pelabuhan Tanjung Api-Api
- PLN UID S2JB Tegaskan Dukungan Penuh untuk Swasembada Energi di Sumatera Selatan