Tari Gending Sriwijaya dan Tari Tanggai di Sumsel, selama ini kerap dipakai sebagai tarian untuk menyambut tamu-tamu.
- Mau Berkunjung ke Alun-Alun Surabaya, Ini Syarat dan Ketentuan yang Harus Dipenuhi Pengunjung
- Kasus Covid Melonjak, Makau Berlakukan Lockdown Sepekan
- Kerahkan Perahu Karet Evakuasi Warga, BPBD Sumsel: Intensitas Hujan Saat Ini Tertinggi Sejak 30 Tahun Terakhir
Baca Juga
Padahal sejatinya, kedua tari ini belum ada dasar hukum resmi yang memposisikan keduanya sebagai tarian menyambut tamu. Sementara keberadaan sebuah dasar hukum yang resmi dinilai penting.
Karena tanpa dasar hukum tu, kedua tarian yang bernilai penting ini rawan penyalahgunaan fungsi. Bahkan bisa menjadi korban plagiator alias penjiplakan.
Ketua Komunitas Batang Hari (Kobar) 9, Vebri Al Lintani mengatakan sampai saat ini tidak ada niat dari pemerintah provinsi Sumsel maupun pemerintah Kota Palembang untuk membuat peraturan yang menetapkan posisi dan fungsi dari Tari Sambut tersebut.
"Keberadaan dasar hukum sangat penting untuk melindungi dan melestarikan Tari Sambut Sumsel. Tanpa legal standing yang jelas, penggunaan tarian ini dapat disalahgunakan atau bahkan klaim palsu penciptaannya dapat muncul," ujar Vebri Al Lintani.
Dijelaskan Vebri, dulu memang ada instruksi dari Gubernur Sumsel Asnawi Mangku Alam bahwa Tari Gending Sriwijaya diperuntukkan menyambut orang pertama dalam satu negara, seperti presiden, perdana menteri, raja dan lainnya.
Hal ini, kata Vebri, dia dapat dari cerita para sesepuh tari dalam Buku Tari Tanggai yang ditulis berdasarkan diskusi di DKP Tahun 2016).
Soalnya mantan Ketua Dewan Kesenian Palembang mengakui, memang dasar hukum yang bisa dijadikan legal standing tak ada.
Padahal, lanjut Vebri, Tari Gending Sriwijaya merupakan Warisan Budaya dari para pendahulu untuk mengenang kebesaran sejarah Palembang dan memuat kearifan lokal.
“Ada karena berdasarkan cerita lisan dari mulut ke mulut dan bahkan tertulis dari beberapa catatan sejarah. Tiada atau tidak ada karena memang tidak pernah ditetapkan secara hukum (yuridis) oleh Pemerintah Provinsi Sumsel atau Pemerintah Kota Palembang sebagai Tari Sambut.” kata budayawan Sumsel ini.
Dikatakan Vebri, Tari Gending Sriwijaya selama ini digunakan sebagai Tari Sambut adalah didasarkan kebiasaan sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Demikian juga sama halnya dengan Tari Tanggai (Tari Tepak), yang merupakan turunan dari Tari Gending Sriwijaya.
Sementara dalam catatan sejarah, lanjut Vebri, 2 tarian inilah yang kerap dipakai Pemprov dan Pemkot sebagai tari sambut. Menurut Vebri, dasar hukum tentang posisi Tari Sambut sangat penting untuk pelindungan dan pelestarian. Jika ada kasus penyalahgunaan fungsi dapat ditegur oleh Pemerintah dan Masyarakat.
"Begitu pula jika ada yang mengaku-aku pencipta dari salah tari sambut tersebut, maka bisa saja kita laporkan sebagai pelangar hak cipta (Plagiator)," pungkasnya.
- Begini Penjelasan Disdukcapil dan Pemkot Terkait Status Warga Lubuklinggau yang Berubah Kewarganegaraan Malaysia
- Kembangkan Pohon Gaharu Jadi Ikon Baru dan Komoditas Unggulan Sumsel
- Istri Cik Ujang Maju di Pilkada Muara Enim, Begini Kata Pengamat