Basyaruddin Ahmad Dipanggil Kejati Sumsel Soal Pasar Cinde, Mengaku Hanya Ngobrol, DPRD Minta APH Tegas

Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Sumsel, Basyaruddin Akhmad/ist
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Sumsel, Basyaruddin Akhmad/ist

Polemik mangkraknya bangunan Pasar Cinde Palembang yang hingga kini tidak bekesudahan. Tampaknya menjadi pintu masuk Aparat Penegak Hukum (APH) untuk melakukan penyelidikan yang diduga adanya perbuatan melawan hukum atau korupsi.


Dari informasi yang dihimpun, polemik mangkraknya Pasar Cinde ini tengah dilakukan penyelidikan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan. Hal itu diketahui dari Sprint Lidik Kajati Sumsel Nomor: Print-516/L.6/Fd.i/04/2023 tanggal 10 April 2023 lalu.

Penyelidikan tersebut berkaitan dengan, dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Kerjaasama Mitra Bangunan Guna Serah antara Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dengan PT. Magna Beatum tentang Pemanfaatan Barang Milik Daerah, di Jalan Sudirman Kawasan Pasar Cinde Palembang Tahun 2016 - 2018. 

Sebelumya pihak Kejati Sumsel diketahui telah memanggil Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Sumsel, Basyaruddin Akhmad, Selasa (23/5/2023). Dari pantauan Pria berkacamata itu terlihat keluar dengan menggenakan kemeja biru motif kotak-kotak dari Gedung Kejati Sumsel.

Namun dirinya membantah kedatangannya tersebut diperiksa sebagai saksi."Hanya ngobrol bae dan koordinasi. Dalam obrolan memang ada mengarah kepada pembangunan Pasar Cinde yang mangkrak. Tapi tidak ada kaitannya dengan saya, makanya tidak ada substansinya, dan saya banyak tidak tahu,” ujarnya.

Dijelaskannya, jika pembangunan Pasar Cinde yang mangkrak dibangun dengan sistem BOT (Build Operate and Transfer) oleh pihak ketiga. Dimana BOT ini pembangunannya tidak menggunakan uang negara atau APBD. “Cuman karena sekarang ini berlarut-larut (pembangunan yang mangkrak) makanya kita koordinasi, cak mano kalau mau melanjutkan pembangunannya,” jelasnya.

Tak berhenti disitu, Kejati Sumsel juga diketahui memanggil dua orang dari pihak Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sumsel yakni Burkian dan Azham Adhitama, Rabu (24/5/2023). 

DPRD Sumsel Dorong Kejati Sumsel Selesaikan Lewat Jalur Hukum

Menyikapi hal ini, DPRD Sumsel mendorong Kejati Sumsel untuk mengambil langkah hukum dalam peyelesaian polemik mangkraknya Pasar Cinde. 

Menurut Ketua Komisi I DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) Antoni Yuzar, kasus mangkraknya Pasar Cinde banyak masyarakat yang menjadi korban karena wan prestasi yang dilakukan pihak Aldiron sebagai pengembang.

"Jelas kita mendukung kejaksaan karena kita tidak ingin masalah ini terus berlarut-larut tanpa ada penyelesaian. Kalau memang ada unsur pidananya pidananya kita persilahkan kepada pihak kejaksaan atau aparat penegak hukum untuk memprosesnya," katanya.

Politisi PKB itu mengatakan penyelesaian jalur hukum dinilai langkah tepat setelah penyelesaian dengan musyawarah dan mufakat tidak tercapai. 

"Sampai sekarang tidak pernah tercapai, artinya dengan proses hukumlah kita selesaikan. Baik perdata atau jika memang ada unsur pidana harus cepat dituntaskan biar ada kepastiaannya. Pemprov Sumsel juga tidak bisa lepas tangan terkait  mangkraknya Pasar Cinde ini, Pemprov juga harus cari solusi yang terbaik," ungkapnya.

Kondisi Pasar Cinde saat ini/ist

Pemprov Sumsel Sempat Ambil Alih Pembangunan Pasar Cinde

Sebelumnya pada tahun 2022 lalu, Pemprov Sumsel memastikan telah memutus kontrak dengan PT Magna Beatum (Aldiron Grup). Dengan demikian, rencananya proses pembangunan akan diambil alih oleh Pemprov Sumsel.

“Kontraknya (PT Magna Beatum) sudah kami putus. Sekarang kami ambil alih,” ujar Herman Deru.

Terpisah, Wakil Gubernur Sumsel, Mawardi Yahya mengatakan, pengakhiran perjanjian kerjasama tersebut melalui surat Gubernur Sumsel Nomor 511.2/0520/BPKAD/2022 tanggal 25 Februari 2022.

Selain itu, diperkuat dengan Permohonan Pembatalan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 575 atas Nama PT. Magna Beatum kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

“Sudah ada pengakhiran kerjasama dengan PT Magna Beatum terkait pembangunan Pasar Cinde,” kata Mawardi dalam Rapat Paripurna DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) dengan agenda Jawaban Gubernur Sumsel terhadap pemandangan umum Fraksi-Fraksi DPRD Sumsel  atas penjelasan Gubernur Sumsel terhadap Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Sumsel tahun anggaran 2021, Jum'at (17/6/2022).

Pasar Cinde saat ini/ist

Sejarah Singkat Bangunan Pasar Cinde

Pasar Cinde merupakan bangunan cagar budaya yang dibangun 1958. Bangunan ini diarsiteki Abikusno Tjokroseojoso yang terinspirasi dari bangunan Pasar Johar, Semarang yang dirancang Herman Thomas Karsten.

Pemprov Sumsel berencana membangun kembali Pasar Cinde agar menjadi kawasan modern. Pengembangannya kemudian diserahkan kepada pihak ketiga melalui kerjasama build operate and transfer (BOT) pada Maret 2016. Hanya saja, sejak dimulainya kerjasama itu, pembangunan Pasar Cinde yang dinamai Aldiron Plaza Cinde tersebut mangkrak selama empat tahun.

Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Palembang Retno Purwanti mengatakan, Pasar Cinde memiliki keistimewaan struktur kolom cendawan yang merupakan salah satu penemuan teknologi struktur awal abad ke-20.

Filosofinya sebagai pohon yang menaungi pedagang dan pembeli. Pasar ini menjadi satu-satunya pasar yang berstruktur cendawan di Sumatera. Masih ada tiga lagi pasar yang berstruktur demikian, semuanya ada di Semarang, Jawa Tengah, yakni Pasar Johar, Jatingaleh, dan Randusari.

“Sampai sekarang status cagar budaya itu belum dicabut,” ungkapnya.

Ditarik ke belakang, memang sedari awal pembangunannya sudah menuai kritik keras dari para aktivis, akademisi, ahli sejarah dan praktisi di Sumatera Selatan.

Dikarenakan Pasar Cinde merupakan salah satu ikon Palembang seperti halnya Jembatan Ampera, Benteng Kuto Besak, dan Bukit Siguntang.

Pasar Cinde yang seharusya sekarang sudah berumur 66 tahun masuk sebagai salah satu cagar budaya tingkat kota sesuai SK Wali Kota Palembang Nomor 179a/KPTS/DISBUD/2017 tanggal 31 Maret 2017 dan terdaftar dalam Objek Registrasi Nasional Cagar Budaya dengan Nomor ID Pendaftaran Objek PO2016063000005 tanggal 30 Juni 2016.  

Pembangunannya dimulai pada tahun 1957 dan selesai setahun kemudian. Pasar ini termasuk pasar pertama di Palembang yang dibangun setelah masa Kemerdekaan Indonesia.