Administrasi Dana Hibah

Dr. Rizki Kartika, S.Psi , M.Si
Dr. Rizki Kartika, S.Psi , M.Si

Dua pekan ini berita tentang keluarga Akidi Tio yang akan menghibahkan hartanya menjadi perhatian seluruh media massa, tidak hanya lokal Sumatera Selatan saja namun menjadi konten konsumsi berita pada media masa nasional, berharap dana tersebut cair pada hari senin tanggal 2 Agustus 2021. 

Namun pada akhirnya publik harus kecewa bahwa dana tersebut tidak jadi cair yang diakhiri dengan berita permintaan maaf dari Kapolda Sumatera Selatan. Dalam artikel ini saya tidak mau banyak membahas detil masalah dana hibah tersebut, namun ingin mengulasnya agar kejadian serupa tidak harus terjadi kembali bila saja sistem administrasinya yang bersifat institualism bagi Lembaga/Intansi Negara dijalankan oleh Pejabat Negara. 

Sebuah Negara seyogyanya harus mengatur administrasi mekanisme hibah bagi Lembaga/Instansi Negara dalam sebuah peraturan, didalam aturan tersebut harus dapat menjelaskan secara rinci Lembaga/Intansi apa saja yang dapat menerima hibah. Dan disebutkan pula SOP pengecekan dana dan penyerahan dana hingga rilis dalam jumpa press sebagai bagian dari keterbukaan informasi publik. 

Sesungguhnya beberapa regulasi telah mengatur tentang Dana Hibah seperti Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Hibah Daerah, Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Dana Hibah, dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah di Kepolisian Republik Indonesia.

Dari beberapa aturan ini maka dapat kita pahami bahwa Kementerian Keuangan adalah leading sector dalam menerima hibah dan dapat meneruskan hibah tersebut kepada Lembaga/ Instansi Negara, Pemerintah Daerah hingga BUMN. Namun Lembaga Kepolisian juga dapat mengelola dana hibah berdasarkan Peraturan Kepala Kepolian Negara Nomor 11 Tahun 2013 pada BAB II Bagian I pasal 5 telah mengatur dana hibah tersebut dalam bentuk uang diperuntukan untuk membiayai kegiatan POLRI, dalam bentuk barang untuk mendukung kegiatan POLRI, dan dalam bentuk jasa bantuan untuk kerjasama teknik, penugasan, beasiswa dan penelitian untuk anggota POLRI. 

Disisi lain dimasa pandemi ini tidak sedikit dari elemen masyarakat menyumbangkan sebagian harta yang dimiliki untuk masyarakat terdampak Covid 19. Kebanyakan inisiatif individu dalam bentuk bantuan makanan, sembako, masker dan sebagainya. Begitupun juga banyak dari Perusahaan yang berpartisipasi untuk memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak Covid 19. Jutaan jumlah relawan sudah turun tangan ikut membantu dimasa pandemi ini, tujuan mereka mulia yaitu melakukan kontribusi kemanusiaan sesuai dengan kemampuannya. Maka kita tidak heran bila saat ini manusia Indonesia diperkotaan dan pedesaan berlomba melakukan kebaikan dalam bentuk donasi, sehingga keluarga Akidi Tio pun punya motif yang mulia juga, yaitu ingin melakukan donasi, meskipun dalam perjalanannya proses pencairan donasinya hampir dipastikan gagal.    

Belajar dari kesalahan penanganan usulan hibah ini menurut saya sangat penting, dan kita dapat memetakan masalah adminisitrasinya sebagai berikut;

1.Harus ada keseragaman proses dalam merespon usulan hibah, sebagaimana telah diatur oleh beberapa peraturan diatas, adapun mengenai kekosongan administrasi mekasisme hibah swasta kepada negara untuk penanganan Covid bisa diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;

2.Lembaga negara mana saja yang harus turun untuk menyelidiki sumber dana dari usulan hibah, agar disebutkan dalam Peraturan Menteri tersebut;

3.Begitupun dengan lembaga/ Intansi Negara mana saja yang dapat mengelola dana hibah secara mandiri selain dari Intansi POLRI karena memiliki dasar hukum sendiri, maka kiranya dapat disebutkan juga dalam Peraturan tersebut. 

Ketiga hal ini tidak terlepas dari pendapat Farazmand (2002) tentang “Institualism”, begitu juga pendapat Prof Bambang Supriyono saat menjadi penguji saya, beliau menjelaskan yang dimaksud dengan “institualism” dengan “melembaga” berupa keseragaman aturan, kebijakan dari Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah sebagai satu kesatuan utuh yang tidak terpisah-pisah dan atau tidak berbeda-beda. Maka dalam penanganan usulan dana hibahpun harus tunduk dan patuh kepada aturan yang sama (melembaga). 

Berbicara kepatuhan Intansi Negara terhadap peraturan dan norma hukum lainnya adalah absolute sifatnya, tidak boleh sebuah Instansi Negara mengatur lembaganya dengan aturan sendiri yang isinya berseberangan dengan peraturan sebelumnya atau mencederai peraturan yang lebih tinggi (tidak melembaga), karena hal tersebut jauh dari makna kata “institualism", padahal sesungguhnya Farazmand meletakan ini sebagai salah satu indikator dari bentuk Reformasi yang harus ada pada sebuah negara yang masih mengusung agenda reformasi. 

Kemudian ada dua hal yang substansial dalam artikel ini yang ingin saya sampaikan; Pertama, bahwa semua Pejabat Negara seyogyanya harus membekali dirinya dengan pengetahuan tata kelola keuangan dalam pemerintahan, idealnya sedetail mungkin, jikalaupun tidak detail maka minimal harus meminta pendapat kepada ahlinya agar tidak melakukan kesalahan. Meskipun kesalahan yang terjadi tidaklah merugikan keuangan negara, namun kesalahan tersebut bisa membuat marwah jabatan menjadi jatuh wibawanya. Ini yang dibilang oleh Max Weber (1947) tentang “impersonal”, maksudnya adalah bahwa sebuah jabatan akan selalu melekat dalam diri individu yang menjabat dan akan sulit untuk memisahkan mana urusan pribadi dan urusan jabatan kedinasan. Weber sangat konsen untuk hal ini, sedikit saja melenceng maka taruhannya adalah nilai dari profesionalitas jabatan tersebut. 

Kedua, pembuatan sebuah keputusan atau kebijakan akan Lembaga atau Instansi Negara mana saja yang diperkenankan untuk menerima, mengelola dan  memanfaatkan dana hibah dan itu merupakan hasil dari kajian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabakan secara teoritis yang kemudian disusun dalam koridor normatif yang bisa output-nya berupa Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan Menteri Keuangan. 

Dua hal substansi ini pada akhirnya dapat mengadministrasikan persoalan Usulan Dana Hibah dan akan menjadi pelindung, juga dasar / payung hukum bagi Aparatur dan Pejabat Negara dalam mengelola dana Hibah  kedepannya, sehingga tidak akan lagi terulang kesalahan yang sama dikemudian hari.