Wamenag Imbau Buruh-Mahasiswa Tak Terprovokasi Hoax

Kemarin, Kamis (8/10/2020), terjadi demo di 25 provinsi dilakukan oleh buruh dan mahasiswa. Sangat disayangkan, sebagian demo tersebut berakhir dengan kerusuhan, yang berakibat kerusakan, cedera, dan bahkan masyarakt kecil mengalami kerugian.


Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi mencermati peristiwa dipicu penolakan atas pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Menurutnya, unjukrasa tidak dilarang asalkan tidak dengan cara anarkistis.

"Boleh saja menyampaikan aspirasi dengan menggelar demo. Namun, tidak dibenarkan anarkistis dan perusakan, karena hal tersebut adalah tindakan yang tidak dibenarkan ajaran agama dan melanggar hukum" terang Zainut di Jakarta, Jumat (9/10/2020).

Waketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menambahkan, demonstrasi adalah salah satu cara yang dibenarkan untuk menyampaikan aspirasi dalam iklim demokrasi. Namun demikian, demonstrasi harus dilakukan tanpa tindak-tindakan anarkistis dan harus tetap mengindahkan akhlak dan norma hukum yang ada.

“Aparat juga diharapkan menghadapi para demonstran dengan pendekatan yang lebih simpatik, persuasif dan tidak dengan kekerasan,” lanjutnya.

Menurut Zainut, banyak hoaks yang berkembang di masyarakat terkait dengan UU Omnibus Law. Karenanya, para mahasiswa sebagai agent of change harus betul-betul mampu memilah dan memahami informasi yang berkembang sehingga aspirasi yang disampaikan terfokus pada pokok persoalan.

“Baca dan pahami undang-undangnya. Telaah persoalannya, dan sampaikan aspirasi yang ada sesuai konstitusi, agar dapat memberikan solusi" pesan Wamenag.

Dia mengimbau seluruh masyarakat untuk menahan diri, tidak terprovokasi dengan berbagai informasi yang tidak benar.

"Demo dengan cara anarkistis tidak akan menyelesaikan persoalan, malah membuat situasi semakin tidak kondusif," ucapnya.

Selain demonstrasi, ada banyak cara yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah melalui judicial review. Mahasiswa dan buruh bisa menginventarisasi sejumlah pasal yang dinilai masih menyisakan persoalan dan bertentangan dengan Konstitusi, untuk kemudian dibawa ke Mahkamah Konstitusi.

"Cara tersebut menurut saya lebih ringan mudaratnya, lebih efektif dan lebih berbudaya. Upaya lainnya adalah mengawal penyusunan regulasi yang menjadi turunan dari UU tersebut," tandasnya.[ida]