Sebelum ledakan besar di Beirut, Presiden Lebanon Michel Aoun telah mengetahui keberadaan amonium nitrat di pelabuhan Beirut.
- Penuhi Kebutuhan Ramadan dan Idul Fitri, Bulog Divre Sumsel Babel Siapkan 200 Ton Daging Kerbau Beku
- Speedboat Tabrak Pohon di Banyuasin, Camat Karang Agung Selamat
- Erupsi Lewotobi: 9 Orang Meninggal, 1 Kritis
Baca Juga
Informasi itu disampaikan kepadanya pada 20 Juli, hampir tiga minggu sebelum ledakan besar menewaskan 154 orang dan melukai 5.000 lainnya, serta menghancurkan ribuan bangunan.
Begitu mengetahui informasi itu, ia segera memerintahkan militer dan badan keamanan untuk melakukan apa yang diperlukan, katanya kepada wartawan.
Namun, ia menegaskan bahwa tanggung jawabnya berakhir sampai di situ. Menurutnya, dia tidak memiliki wewenang atas pelabuhan dan bahwa pemerintah sebelumnya telah diberitahu tentang bahan kimia peledak.
"Bisa jadi (ledakan) itu karena kelalaian atau tindakan eksternal, dengan rudal atau bom," ujarnya, seperti dikutip dari Euronews, Sabtu (8/8).
Dokumen yang baru muncul yang dikutip oleh kantor berita AP, bea cukai, militer, badan keamanan, dan Pengadilan Lebanon, setidaknya 10 kali selama enam tahun terakhir telah disinggung mengenai tumpukan besar barang berbahaya yang disimpan dengan hampir tanpa perlindungan di jantung ibu kota Lebanon. Sebuah laporan pengacara dari tahun 2015 mengulas bahwa muatan kargo tersebut sangat berbahaya.
Kargo itu disimpan di pelabuhan 'menunggu lelang dan atau pembuangan yang benar' .
Namun, ternyata muatan di dalam kargo itu tetap di sana akhirnya terjadi peristiwa ledakan pada Selasa (4/8). Sejauh ini, setidaknya 16 pegawai pelabuhan telah ditahan dan lainnya diperiksa.
Banyak yang ingin tahu mengapa bahan semacam itu disimpan begitu lama, dan dengan cara penyimpnanan yang tidak aman serta berada begitu dekat dengan daerah padat penduduk.
Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab telah meluncurkan penyelidikan, mengatakan dia akan meminta hukuman maksimum bagi mereka yang bertanggung jawab. Tetapi banyak yang mengarahkan kemarahan mereka bukan kepada pejabat pelabuhan.
"Ini adalah kelalaian dari elit penguasa. Sebuah bom atom ada di sana selama bertahun-tahun, dan tidak seorang pun pemimpin atau penguasa melakukan apa pun," kata seorang penduduk Beirut kepada Euronews.
Puluhan orang masih hilang setelah ledakan, sementara sekitar 300.000 orang, lebih dari 12 persen populasi Beirut kehilangan tempat tinggal mereka.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengatakan akan melakukan pertemuan virtual yang dijadwalkan pada hari Minggu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan para pemimpin lainnya untuk solusi masalah beirut. "Semua orang ingin membantu," Trump menulis pada Twitternya, Sabtu (8/8).
Dia menambahkan bahwa tiga pesawat sarat dengan persediaan medis, makanan, air dan dokter sedang dalam perjalanan dari AS menuju Beirut.
- Harga Cabai Merah di Palembang Merangkak Naik, Capai Rp45 Ribu Per Kg
- Tiga Orang Meninggal dalam Kecelakaan Maut di Saree, Dua Diantaranya Mahasiswa Kedokteran USK
- Terobos Palang Perlintasan, Pengendara Motor Tewas Tertabrak Kereta di Palembang