Temui Menko Polhukam, MAKI Laporkan Dugaan Korupsi Ekspor Batu Bara yang Rugikan Negara Rp9,3 Triliun

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menyambangi kantor Menteri Polhukam Mahfud MD/ist
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menyambangi kantor Menteri Polhukam Mahfud MD/ist

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menyambangi kantor Menteri Polhukam. Dalam keterangannya, Boyamin melaporkan dugaan Korupsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan batu bara kepada Menteri Polhukam Mahfud MD.


Dia mengungkapkan dugaan tindakan manipulasi pengapalan dan penjualan ilegal ekspor batu bara oleh sebuah perusahaan tambang batubara berinisial PT. MU di Kalimantan Timur. MAKI menduga dugaan korupsi itu telah merugikan negara sekitar Rp9.3 triliun.

"MAKI akan meminta Menko Polhukam melaporkan kasus ini kepada Presiden Joko Wi, serta menyerahkannya kepada aparat penegak hukum untuk segera diusut," ungkap Boyamin dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (16/9).

Adapun temuan MAKI pada tahun 2021, Boyamin menjelaskan, perusahaan tambang batu bara tersebut mendapatkan ijin penambangan dalam setahun dalam bentuk persetujuan atas Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) total sebanyak 14.520.602 metrik ton (MT). Akan tetapi, menurut MAKI realisasi penjualan pada tahun 2021 diduga jauh lebih banyak yaitu mencapai 22.739.419 MT.

Lebih lanjut, Boyamin membeberkan, berdasarkan data pengapalan di Pelabuhan/KSOP yang berkesesuaian dengan jumlah (quantity) pada aplikasi Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) di Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) terdapat penjualan ekspor batu bara yang transaksinya tidak dilaporkan (un-reporting) sebanyak 8.218.817 MT.

Ia menuturkan, modus operandi dugaan kasus korupsi tersebut yaitu seolah-olah jenis pelaporan transaksi dalam system Moms masih dalam status provisioqnal dan/atau belum final. MAKI menduga ada keterlibatan orang dalam Ditjen Minerba dalam modus tersebut.

"Diduga perusahaan tambang batubara tersebut bersekongkol dengan DA, penanggungjawab pengelola admin Moms dan IT pada Ditjen Minerba untuk menghapus dan/atau merubah dan/atau memakai kembali RKAB, LHV, NTPN dan COA yang terdapat dalam Modul Verifikasi Penjualan (MVP) milik Ditjen Minerba yang sudah terpakai dengan jumlah sesuai yang dikehendaki," jelas

Berdasarkan pasal 4 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah batu bara sebanyak 8.218.817 MT yang berstatus illegal tersebut merupakan Kekayaan Milik Negara.

Kerugian Negara pada kluster PNBP kurang lebih sebesar Rp. 2.200.550.636.353, sedangkan kerugian negara pada kluster keuntungan yang tidak sah dari hasil penjualan batubara untuk ekspor sebanyak 8.218.817 MT adalah senilai US$ 493.129.020 atau setara Rp7,15 triliun

"Sehingga secara keseluruhan potensi kerugian adalah Rp9,3 triliun," ucapnya.

Di samping itu, pada kluster domestic market obligation (DMO), MAKI menemukan pula dugaan penyimpangan. Berdasarkan data pada Ditjen Minerba, perusahaan tambang batu bara tersebut mengklaim pada tahun 2021 telah memenuhi kewajiban DMO sebanyak 4.095.243 MT.

Padahal, hasil pangamatan MAKI, pada tahun 2021, PLN hanya menerima DMO dari perusahaan tambang tersebut sebanyak 1.398.318 MT. Karena itu, MAKI mendesak pihak berwajib melakukan penyelidikan terkait dugaan manipulasi tersebut. MAKI menilai tindakan manipulatif pada DMO batu bara bisa disamakan dengan kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit (CPO) yang menyeret eks Dirjen Daglu Kemendag bersama segelintir orang dari perusahaan produsen CPO.

"Perlu dilakukan penyelidikan yang mendalam oleh aparat penegak hukum atas kemungkinan terjadinya dugaan penyimpangan kewajiban DMO sebanyak 2.696.925 MT yang dialibikan disetorkan ke industri-industri dalam negeri.

 Selain itu, Boyamin menambahkan, MAKI juga mendorong Menkopolhukam untuk mengkoordinasikan penegakan hukum atas dugaan tambang batu bara ilegal yang marak terjadi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, dan tambang ilegal nikkel di Sulawesi Tengah, serta tambang ilegal Timah di Bangka Belitung,(*ril).