Tanggapi Tantangan OSO, Andi Yusran: IKN Dibangun di Atas Konstruksi Hukum Abnormal

Ilustrasi desain IKN baru/Net
Ilustrasi desain IKN baru/Net

Para pihak yang menolak pemindahan ibu kota negara (IKN) ditantang debat oleh Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Oedang (OSO). Mantan Ketua DPD RI itu bahkan menyinggung bahwa Jakarta terancam tenggelam.


Merespons hal itu, pengamat politik Universitas Nasional Andi Yusran, setidaknya ada dua  aspek yang patut dijadikan basis analisis ketika kita ingin mengulas tentang eksistensi IKN.

Pertama: aspek normatif. Yakni, IKN dibangun di atas konstruksi hukum yang 'abnormal'. Dalam isi UU 3/2022 tentang IKN memiliki cacat bawaan yang mendistorsi konstitusi UUD 1945.

Ia menjelaskan, dalam Sistim ketatanegaraan Indonesia semenjak amandemen keempat UUD 1945 tidak lagi dikenal adanya daerah administratif (daerah khusus).

"Yang ada adalah daerah otonom, sementara IKN genre pemerintahannya adalah daerah administratif. (kepala pemerintahan daerah dipilih oleh Presiden, IKN tidak memiliki DPRD," jelas Andi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (22/12).

Selain itu, ketentuan bahwa IKN adalah pemerintah daerah yang dipimpin oleh kepala otorita yang setingkat dengan menteri adalah ketentuan yang menyelisihi konstitusi, khususnya  pasal 18  ayat 4, UUD 1945.

Bagi Andi, UU IKN juga mengamputasi hak-hak politik publik. Secara teknis, warga negara hanya diberikan wewenang memilih Presiden dan wakil Presiden. Sementara itu warga negara tidak memiliki hak memilih dan dipilih sebagai anggota DPR dan DPRD Provinsi.

Argumentasi Andi, terkait dengan aspek kelayakan, ada alasan yang tidak sesuai dengan perkembangan teknologi kekinian. Analisa Doktor Politik Universitas Padjajaran ini, optimalisasi sistem pemerintahan digital akan membuat urusan pemerintahan menjadi semakin simpel dan bisa dikelola secara cepat dan berjarak.

"Ini berarti rasionalitas dan urgensi pemindahan ibukota menjadi terbantahkan," pungkas Andi.