Tak Lagi Masuk Kampus Top 10 di Indonesia, Marwah Cendikia Unsri Dinilai Terseret Arus Kepentingan

Tampak depan Gedung Rektorat Universitas Sriwijaya. (ist/rmolsumsel)
Tampak depan Gedung Rektorat Universitas Sriwijaya. (ist/rmolsumsel)

Nama Universitas Sriwijaya (Unsri) berada di peringkat 25 kategori liga Perguruan Tinggi Negeri (PTN) - Badan Layanan Umum (BLU), yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, berdasarkan capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) perguruan tinggi tahun 2021.


Unsri meraih poin capaian sebesar 20, poin pertumbuhan 138, dan berada di posisi sedang 70 persen. Dari capaian itu, Unsri berhak atas dana insentif dari pusat sebesar Rp 1,48 Miliar. 

Berada di peringkat 25 kategori liga PTN – BLU, ternyata tidak membuat Rektor Unsri Anis Saggaff terlalu khawatir. Karena pengumuman dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi itu adalah pengurutan untuk mendapatkan IKU sebesar 70 persen. Sehingga tidak akan berpengaruh banyak terhadap kualitas dari Universitas yang ada dalam pengumuman itu. 

Anis mengatakan, Unsri tidak bisa disebut berada di bawah universitas lain, bahkan Universitas Indonesia sekalipun. Karena setiap universitas memiliki unit yang berbeda. Menurutnya penilaian ini adalah program baru yang dibuat oleh kementerian.

Hasil penilaian BLU ini bukan menentukan ranking kualitas dari universitas. Makanya, Desember nanti Unsri akan mendapat sisa 30 persen dari pusat berdasarkan penilaian IKU BLU tersebut. “Jadi IKU ini merupakan sistem penilaian dimana kementerian memberikan reward kepada universitas. Untuk reward yang 30 persennya itu Desember mendatang. IKU ini salah satunya mengenai serapan anggaran, kita akan hati-hati kalau soal uang ini, kalau tidak terlalu diperlukan maka tidak akan kita terima," jelasnya. 

Dalam daftar pada Kepdirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi No.135/E/KPT/2021 tentang Penghargaan Capaian Indikator Kinerja Utama Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi tahun 2020/2021 itu, Unsri saat ini berada di bawah Universitas Negeri Padang, Universitas Riau, Universitas Andalas, Universitas Syiah Kuala, Universitas Lampung, Universitas Negeri Medan, Universitas Bengkulu, dan Universitas Jambi yang mendapatkan dana insentif yang lebih besar.

Apabila berbicara tentang peringkat Universitas atau pendidikan tinggi, tak bisa dilepaskan dari situs webometrics yang selama ini cukup menjadi salah satu rujukan. Berdasarkan penelusuran di laman tersebut, Unsri diketahui terus mengalami penurunan peringkat dalam tiga tahun terakhir.

Pada tahun 2019, Unsri berada di peringkat 26 dari 100 Universitas di Indonesia. Tahun 2020 Unsri berada di peringkat 29, dan terus turun hingga berada di peringkat 33 dari 100 Universitas di Indonesia pada tahun 2021 ini.

Ada sejumlah indikator yang digunakan dalam pengukuran peringkat Universitas pada situs yang mengawali perankingan pendidikan tinggi di dunia sejak tahun 2004 ini. Bahkan Unsri menjadikan webometrics sebagai salah satu rujukan utama, saat berhasil menembus peringkat 11 terbaik Universitas di Indonesia pada tahun 2011 silam. Lampiran keberhasilan peringkat terbaik yang berhasil dicapai Unsri ini masih bisa terlihat dan diakses di laman resmi universitas.

Laman Universitas Sriwijaya masih menampilkan keberhasilan pencapaian 11 besar nasional pada 2011 lalu. (tangkapan layar/rmolsumsel)

Mahasiswa Rasakan Penurunan Kualitas

Presiden Mahasiswa (Presma) Unsri, Dwiki Sandi mengatakan, saat ini penurunan kualitas Unsri begitu dirasakan mahasiswa. Banyak permasalahan yang perlu segera diatasi, khususnya pada bidang kemahasiswaan, yang kurang sekali mendapat dukungan dari kampus. Padahal di sisi lain, prestasi mahasiswa baik akademik maupun non akademik jadi salah satu faktor peringkat universitas. 

Minimnya dukungan kampus dan rektorat ini, ungkap Dwiki, membuat mahasiswa Unsri tak lagi berminat dan tak punya antusiasme untuk membawa nama Unsri dalam persaingan di luar seperti yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya.

Dwiki melanjutkan, banyak juga kegiatan yang sekarang mulai berkurang, karena rumitnya birokrasi, jadi banyak mahasiswa yang tadinya antusias mengikuti lomba, lebih memilih untuk menarik diri dalam kegiatan tersebut dan mengurungkan niatnya.

“Itu jelas berdampak bagi prestasi mahasiswa di luar. Hal yang sama juga berlaku bagi Ormawa, kami dituntut untuk melaksanakan agenda-agenda besar, tapi malah tidak dibiayain. Kalaupun ada itu akan diberikan pasca kegiatan, sehingga kita harus nombok," ungkap dia saat dihubungi Kantor Berita RMOLSumsel. 

Dwiki menjelaskan, kegiatan kemahasiswaan sepertinya tidak lagi menjadi prioritas utama Unsri untuk ditingkatkan, di sisi lain prestasi akademik juga tidak terlalu luar biasa untuk menyusul atau memperbaiki peringkat menyusul universitas lain di Sumatera apalagi di Pulau Jawa. Satu contoh, pelaksanaan Pengenalan Kehidupan Kampus (PK2) pada mahasiswa baru angkatan 2021 lalu, yang tidak begitu diperhatikan oleh pihak rektorat. 

"Selama ini pihak rektorat kurang menyampaikan informasi seperti ini (peringkat universitas) kepada mahasiswa, terkait hal-hal yang menyangkut perkembangan kampus, tidak ada komunikasi. Saya menilai bahwa persoalan seperti ini perlu evaluasi, khususnya para pemimpin (rektorat)," jelas dia. 

Pandemi, Fasilitas Makin Terbengkalai

Pandemi membuat mahasiswa Unsri terpaksa menjalani pembelajaran lewat daring. Terlepas dari permasalahan penyediaan kuota belajar daring yang sempat dipermasalahkan beberapa waktu lalu, proses belajar ini membuat mahasiswa tidak bisa memaksimalkan fasilitas yang dimiliki kampus. 

Alhasil, fasilitas yang dikelola oleh Badan Pengelola Usaha (BPU) Unsri atau yang dulu pernah dikenal sebagai Baliteks, semakin tidak mencerminkan fasilitas yang berkualitas untuk mahasiswa. Padahal urai Dwiki, Unsri pernah masuk dalam kampus top 10 besar di Indonesia dengan pendidikan dan kualitas sarana-prasarana bagi mahasiswa yang tidak dimiliki oleh kampus lain.  

Seperti salah satunya fasilitas olahraga di kampus Inderalaya yang sebelumnya sempat diberitakan. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/beredar-video-fasilitas-olahraga-di-unsri-indralaya-terbengkalai). Hal ini sangat disayangkan Dwiki yang merupakan salah satu mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan ini. 

"Dulu kita (Unsri) pernah masuk 10 besar kampus terbaik di Indonesia. Kalau sekarang mulai mengalami penurunan, tentu harus dikembalikan lagi. Bahkan, saat pemilihan rektor kemarin ada perjanjian, kalau dalam tiga tahun Unsri tidak masuk 10 besar lagi maka (Rektor) pak Anis akan mundur. Mungkin kita akan bawa isu ini ke mahasiswa kalau memang (peringkat dan prestasi) Unsri terus turun seperti ini," urai dia.

Hal yang sama juga terlihat di Kampus Unsri Bukit Besar. Sejak pandemi, kampus ini terlihat tidak seperti tempat perkuliahan pada umumnya, tidak ada petugas kebersihan yang membersihkan fasilitas, seiring berbagai aset yang kini juga terlihat terbengkalai. 

Sebut saja Gedung Graha Sriwijaya, yang kerap disewakan untuk menggelar berbagai kegiatan, pertemuan, ataupun resepsi pernikahan. Sejak beberapa waktu terakhir terkunci rapat. Jika melihat di seberangnya, terdapat fasilitas olahraga yang jauh dari kata layak. 

Misalnya lapangan sepakbola yang tidak tertutup rumput dengan rata, lapangan basket yang tidak lagi memiliki ring, papan panjat dinding yang telah keropos dan tidak lagi digunakan, lapangan tenis yang tidak terawat bahkan dipenuhi rumput, juga gedung bulutangkis yang terlihat ala kadarnya. 

"Setiap sore paling hanya ada orang jogging dan bersepeda, selebihnya tidak ada lagi. Karena kalau gedung sejak pandemi tidak lagi digunakan, sedangkan fasilitas olahraga ini sudah lama tidak dimanfaatkan," ujar salah satu anggota Satpam di Kampus Bukit Besar, kepada RMOLSumsel.

Kondisi terkini lapangan tenis Universitas Sriwijaya kampus Bukit Besar. (rmolsumsel)

Unsri Dinilai Tidak Lagi Sesuai Marwahnya

Sorotan mengenai menurunnya prestasi Unsri, juga dituturkan Anggota Komisi IV DPRD Sumsel, Askweni, yang juga alumni Unsri. Menurutnya, saat ini Unsri tidak lagi berjalan sesuai marwahnya sebagai kampus untuk mencetak cendikia yang unggul dan mampu bersaing, tidak hanya di Sumsel tetapi juga secara nasional. 

Askweni menilai dalam kepemimpinan Unsri kini sudah banyak dipenuhi nuansa politis dan konflik kepentingan. 

"Ini membuat posisi Unsri merosot, terlalu kental nuansa polisisnya sehingga tidak ada lagi penghargaan terhadap dosen-dosen terbaik, mahasiswa berprestasi dan sebagainya yang menunjang peringkat Universitas," ungkapnya. 

Justru yang terlihat saat ini, ungkap Askweni, adalah jabatan rektor, dekan bahkan sampai kaprodi dalam kampus, sudah menjadi ajang politis sehingga memunculkan sekat-sekat antara akademisi yang membuat orang berprestasi dan idealis semakin tersisih.

"Hal ini terlihat nyata, sekarang dosen-dosen itu lebih sekedar memenuhi kewajiban mengajar saja, untuk apa capek-capek," kata Askweni. Oleh sebab itulah, hal ini harus menjadi semua pihak yang berkepentingan untuk kembali memperbaiki citra Unsri di mata masyarakat. 

Askweni berpesan, jangan sampai tidak ada lagi kebanggaan dari orangtua apabila anaknya diterima di Unsri seperti yang berlaku sejak dulu. Dimana Unsri selalu menjadi rujukan dan bahkan menjadi nomor satu di Sumatera sehingga bisa bersaing di Indonesia. 

"Artinya, mulai dari Rektor dan jajaran harus berpikir global, integral, menghargai SDM dan memberdayakan SDM yang ada untuk lebih baik lagi kedepan,” tandas dia.