Sukses Cegah Corona, Taiwan Menang atas China

Berbeda dengan kebanyakan negara lainnya, Taiwan terbilang sangat sukses mengatasi Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Namun demikian, wabah virus corona memicu ketegangan lama antara China dan Taiwan. Wabah ini juga memperlihatkan perbedaan antara sistem politik mereka, yang kemudian menjadikan Beijing sebagai sasaran kebencian.


Dalam beberapa minggu terakhir, Beijing dan Taipei telah meningkatkan retorika yang menuduh satu sama lain, mengeksploitasi pandemik untuk tujuan politik. Keduanya bersaing untuk menyediakan pasokan medis dan keahliannya kepada untuk negara-negara yang terdampak wabah ini.

Para pengamat pun menyebut China dan Taiwan tengah memainkan 'diplomasi masker'. Namun, Taiwanlah yang telah memenangkan pujian global atas tanggapannya terhadap pandemi ini. Ketika dunia menutup perbatasan dan memberlakukan karantina untuk memerangi wabah, para pemimpin dunia pun segera berlari ke Taipei untuk meniru cara pencegahan yang dilakukan Taiwan sekaligus meminta bantuannya.

Inilah salah satu kesempatan langka bagi Taiwan memanfaatkan momen ini untuk membuat keuntungan politik melawan musuh lama mereka, China. Di awal wabah, Taiwan telah menjadi salah satu pemasok masker medis terbesar di dunia, persis satu peringkat di bawah China.

Menteri Ekonomi Taiwan Shen Jong-chin menyebut, Taiwan menghasilkan 15 juta masker setiap hari. Kemudian, Taiwan menambah produksinya menjadi 17 juta masker per hari seiring bertambahnya permintaan bantuan.

Ketika Taiwan melonggarkan larangan ekspor masker pada Januari, Amerika Serikatlah yang diuntungkan dan memanfaatkan situasi ini. Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu kemudian melakukan kerja sama terhadap AS dalam penanganan virus. Taiwan menyumbangkan 100 ribu masker bedah per minggu ke AS, dan AS membalasnya dengan mengirimkan 300 ribu jas hazmat ke Taiwan.

Kerja sama pun berlanjut ke bidang lain seperti obat-obatan dan penelitian pengembangan vaksin. AS juga memberi dukungan agar Taiwan bisa berperan di WHO. Sementara AS sedang berselisih dengan China, baik dalam perang dagang, maupun soal virus corona.

Kemesraan AS dengan Taiwan bagai membelah hati China. Di awal pandemi, Taiwan juga telah menyiakan langkah antisipasi dengan menutup perbatasannya dan menetapkan aturan jaga jarak aman. Pulau yang memerintah sendiri ini saat ini memiliki angka kasus 'hanya' sekitar 400, jumlah yang sangat sedikit dibanding negara lain, serta 7 angka kematian.

Hal ini diikuti dengan serangkaian tindakan pengendalian, karantina, dan pemantauan agresif yang membatasi transmisi lokal dari virus corona. Taiwan, yang bukan bagian dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memutuskan untuk menyaring semua penumpang dari Wuhan mulai 31 Desember, hari yang sama ketika mengetahui virus yang tidak diketahui di kota China itu.

Beberapa hari kemudian, WHO pertama kali mmeperingatkan bahwa virus itu tampaknya menular melalui kontak langsung manusia-ke-manusia, Taiwan telah mengambil tindakan pencegahan tanpa harus menimbulkan kepanikan.

Keunggulan Taiwan memiliki aliran informasi yang terpusat dan konsisten dari Komando Epidemi Pusat Taiwan, yang didirikan sebagai tanggapan langsung terhadap virus tersebut. Langkah Taiwan ini diikuti oleh Selandia Baru dan Israel. Belakangan beberapa negara lain pun mengikuti jejak Taiwan.

Taiwan juga dapat membantu negara-negara lain dengan logistik dan operasi, alokasi produksi dan sumber daya, dan penggunaan data untuk melacak individu yang berpotensi terinfeksi dan melacak kontak untuk mencegah penyebaran lebih lanjut, kata peneliti Kebijakan Kesehatan Stanford C. Jason Wang, yang ikut menulis bersama sebuah artikel baru-baru di Journal of American Medical Association, seperti dikutip dari FP.

Artikel itu berisi daftar 124 tindakan yang diambil Taiwan untuk memerangi wabah yang bisa ditarik oleh negara-negara lain, termasuk penyaringan di bandara dan penegakan karantina wajib 14 hari.

Taiwan juga telah memanggil lebih dari 50 diplomat di Taipei ke sebuah konferensi yang dipimpin oleh menteri kesehatan dan kesejahteraan. Taiwan telah mulai mencari cara untuk memberikan pelatihan jarak jauh kepada staf medis di negara-negara Asia Tenggara termasuk Filipina, di mana dokter dan perawat telah meminta bantuan.

Taiwan telah berhasil menyentuh hati banyak negara. Kedekatan Taiwan terhadap AS bisa disebut keberuntungan sebab telah lama Taiwan berupaya memperkuat hubungannya dengan AS dan membangun kekuatan lunaknya. Ini bisa jadi kesempatan Taiwan untuk menjegal China. Apalagi, retakan telah mulai terlihat dalam diplomasi masker China.

Beberapa negara mempertanyakan kualitas peralatan dan pasokan medis buatan China. Belanda, hanya salah satu negara yang telah menarik puluhan ribu masker yang diimpor dari China dan menahan pengiriman karena belum memenuhi standar kualitas ketika diperiksa.

Negara-negara lain, termasuk Spanyol dan Turki, mengeluhkan alat rapid test yang dipesan dari perusahaan-perusahaan China rusak. China mulai tergelincir.

Taiwan dihadapkan pada kesempatan unik untuk memperkuat posisi internasionalnya, khususnya yang berkaitan dengan pengucilannya dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan unjuk diri dari China.[ida]