Sebaiknya Mendikbud Nadiem Terapkan Pola E-Modul

Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Nurullah Koswara mengungkapkan, wabah Covid-19 bagaikan Perang Dunia ke 3.


Dalam perang dunia anak tidak pernah dibiarkan melintasi ruang publik, apalagi melintasi titik-titik medan perang. Anak harus dilindungi di tempat paling aman. Dan, hanya rumah yang paling aman.

"Daripada membuka sekolah di masa pandemi Covid-19, pemerintah sebaiknya membuat pola belajar baru yang lebih efektif. Pola belajar mandiri yang memudahkan anak didik, guru dan orang tua terlibat," kata Dudung dalam pesan elektroniknya, Selasa (26/5).

Dia menyarankan, Mendikbud Nadiem Makarim menerapkan pola E Modul, atau pendidikan virtual berpanduan yang dikendalikan para guru harus dipertimbangkan.

Pada prinsipnya, saat wabah masih merah, bukan prioritas belajar yang utama. Melainkan prioritas kesehatan anak yang utama.

"Anak sakit, dirawat, dan wafat karena regulasi yang salah akan menjadi dosa besar sejarah peradaban manusia. Anak kurang lancar belajar karena diprotek dari wabah adalah dosa kecil," ucapnya.

Dia melanjutkan, hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan selama darurat penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) melalui penyelenggaraan Belajar dari Rumah sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020, ini sudah benar.

Bila dalam regulasi selanjutnya anak didik harus masuk sekolah maka hak sehatnya akan tercerabut. Hak sehat, hak terhindar dari wabah lebih utama dari hak belajarnya.

"Mendikbud bilang mohon menunggu dan saya belum bisa memberikan statement apapun untuk keputusan itu. Karena dipusatkan di gugus tugas. Mohon kesabaran. Kalau ada hoaks-hoaks dan apa sampai akhir tahun, itu tidak benar. Dari pernyataan itu Mas Nadiem nampak tidak sigap dan “menunggu” padahal Ia sering mengatakan “Jangan tunggu aba-aba” kalau ingin lakukan lompatan atau penyelamatan dunia pendidikan," bebernya.

Menurut Dudung, ada yang menarik dari pernyataan Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi. "Bu Ketum bilang, Mendikbud tidak meminta masukan dari PGRI, orang sudah pinter sendiri kementeriannya. Jangankan PGRI, para ahli juga tidak diminta pendapatnya daerah juga. Padahal yang dibutuhkan adalah menghimpun pikiran," ujarnya.

"Nah, biasanya pejabat yang jaga jarak dengan PGRI pasti terantuk. Mengapa? Di antaranya tak membumi dengan tuntutan realitas guru," sambung Dudung.