Salah seorang santri asal Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya berinisial IKW harus didenda Rp37.250.000 karena kabur dari pondok pesantren (ponpes) yang berdomisili di Kabupaten Bandung.
Denda tersebut merupakan akumulasi selama dirinya mendapatkan pembelajaran gratis 745 hari dan dikalikan denda Rp50.000 per hari.
Merespons hal tersebut, Wakil Gubernur Jabar, Uu Ruzhanul Ulum mengaku heran atas kejadian tersebut. Bahkan, ia merasa heran karena masih ada ponpes di Jabar yang masih memberlakukan denda pada santrinya.
"Memang dia mendirikan pesantren itu untuk laba, untuk mencari duit?," kata Uu, Rabu (9/11).
Menurut dia, lahir dan berdirinya ponpes untuk tafakur fiddin, memberikan pengertian kepada orang terhadap paham agama. Sehingga, pada prosesnya pun harus memahami tri program pesantren seperti mencetak mutakin, imaman al mutakin, dan ulama mulalimin.
"Kebiaasaan santri di pesantren itu tidak dipaksakan, mau setahun silakan, mau dua tahun silakan, tiga tahun silakan. Tidak ada perjanjian-perjanjian harus sekian tahun dan lainnya," tuturnya.
Uu yang juga sebagai Panglima Santri itu mengaku ponpes yang ia kelola saat ini memiliki 7.500 santri. Akan tetapi, yang membayar hanya sekitar 50 sampai 60 persen santri dan sisanya tidak membayar.
"Yang 40 persen tidak bayaran tapi tercukupi. Dan bayarnya murah cuma Rp 300 ribu per bulan, dikasih makan 2 kali sehari. Rp100 ribu tabungan dia (santri), Rp 100ribu balai rapat, 100 ribu untuk pesantren. Itu tujuan pesantren," ucapnya.
Dengan begitu, ia tak ingin praktik mencari keuntungan atau uang yang dilabeli dengan pesantren dan pendidikan agama.
"Ini yang perlu kami tanyakan. Masa sih ada santri didenda gara-gara pulang, ini ironi ya. Oleh karena itu, saya katakan, tidak usah dibayar," tukasnya.
- Anak Anggota DPRD OKU yang Dikeluarkan dari Ponpes Alami Trauma, Enggan Sekolah dan Murung di Kamar
- Gegara Obat Nyamuk, Asrama Santri Ma’had Utsmani di OKI Ludes Terbakar
- Ilmu Jurnalistik Untuk Bekal Santri Pondok Pesantren