Putusan Mahkamah Agung: Narasumber Tak Bisa Dikenai Pasal Pencamaran Nama Baik

Gedung Mahkamah Agung/net
Gedung Mahkamah Agung/net

Mahkamah Agung (MA) menyatakan narasumber berita tidak bisa dikenakan Pasal Pencemaran Nama Baik di UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).


Hal itu terkait putusan Mahkamah Agung terhadap pengacara Mohammad Amrullah yang dibebaskan dalam dakwaan. Melansir  putusan 646 K/Pid.Sus/2019 terdakwa diputus bebas dari seluruh dakwaan tersebut.

Dikutip dari website MA, Kamis (28/12) kasus tesebut bermula saat Mohammad Amrullah membela warga Sumber Agung, Banyuwangi pada April 2016. Saat itu, warga melakukan aksi mogok makan menolak penambangan di lingkungannya.

Dalam aksi itu, Mohammad Amrullah diwawancara oleh sejumlah wartawan media massa. Mohammad Amrullah lalu menyampaikan keluhan warga berupa kekhawatiran atas dampak penggusuran tersebut

Pernyataan Mohammad Amrullah membuat perusahaan tambang tidak terima dan melaporkan Mohammad Amrullah ke kepolisian dengan delik UU ITE. Pihak perusahaan menilai Mohammad Amrullah telah mencemarkan nama baiknya. Kasus bergulir ke pengadilan.

Pada April 2018, jaksa menuntut Mohammad Amrullah selama 2 tahun penjara. Akhirnya, Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi menyatakan Mohammad Amrullah bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja atau tanpa hak membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan pencemaran nama baik, sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu. 

Akhirnya, PN Banyuwangi menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara dengan denda Rp 1,5 juta subsidair 2 bulan kurungan. Hukuman itu dikuatkan di tingkat banding. Atas hal itu, Mohammad Amrullah tidak terima dan mengajukan kasasi. Gayung bersambut! MA mengabulkan kasasi itu.

"Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu atau dakwaan kedua. Membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan tersebut," ujar majelis kasasi.

Duduk sebagai ketua majelis Andi Samsan Nganro dengan anggota Desnayeti dan Sumardjiatmo. Adapun panitera pengganti Maruli Tumpal Sirait.

"Memulihkan hak terdakwa dalam kedudukan, kemampuan, harkat serta martabatnya," ucap majelis hakim.

"Orang yang diwawancara kemudian diliput, disiarkan dan ditulis bukanlah perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik selama ia tidak secara langsung memasukkannya ke dalam sistem elektronik. Pertanggungjawaban atas karya jurnalistik berada pada pengelola media, bukan pada nara sumber," demikian kaidah hukum yang terkandung dalam putusan kasasi itu. 

Sementara itu Pengamat Hukum Sumsel, Sri Sulastri mengatakan narasumber merupakan bagian dari karya jurnalistik dan wujud kemerdekaan dalam menyatakan pendapat. 

"Dalam UU Pers sangat jelas, ketika ada pernyataan narasumber yang yang dipersoalkan. Ada mekanismenya dalam penyelesaian yaitu hak jawab," jelasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan sama halnya dengan wartawab, narasumber juga dilidungi UU Pers. "Jadi, sebenarnya UU Pers tidak hanya melindungi wartawan atau insan pers, akan tetapi juga melindungi pihak-pihak yang menjadi bahan pemberitaan maupun pihak yang menjadi sumber berita," katanya.

Menurut Sri, fenomena kriminalisasi terhadap narasumber sangat berbahaya bagi kebebasan pers dan bisa dianggap sebagai intervensi terhadap independensi ruang redaksi. 

"Bisa jadi jika ada kejadian narasumber di kriminalisasi karena pernyataan di media. Pastinya akan menimbulkan spekulasi di tengah masyarakat jika kejadian itu bagian dari pembungkaman pemberitaan," pungkasnya.