Penyelidikan Pidana Lingkungan RMK Energy (RMKE) Disebut Mandeg, Aktivis Sumsel: Kalau Tidak Sanggup, Serahkan ke Mabes Polri!

Gedung Utama Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi berkeadilan (Presisi) Polda Sumsel. (ist/rmolsumsel)
Gedung Utama Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi berkeadilan (Presisi) Polda Sumsel. (ist/rmolsumsel)

Penanganan perkara pidana lingkungan yang diduga dilakukan oleh PT RMK Energy Tbk (RMKE) mendapat sorotan dari aktivis anti korupsi Sumsel. 


Bahkan, Ketua Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) DPW Sumsel Feriyandi meminta Mabes Polri turun tangan apabila Polda Sumsel tidak sanggup menangani perkara tersebut. 

"Kami minta Karo Paminal Mabes Polri turun, lihat langsung prosesnya (penanganan perkara). Kalau Polda Sumsel tidak sanggup, maka kami minta serahkan saja ke Mabes Polri yang tangani," ujar Feriyandi kepada Kantor Berita RMOLSumsel.

Bukan tanpa alasan, Feriyandi mengatakan jika perkara ini sudah muncul dan dilaporkan oleh warga Selat Punai, Kelurahan Pulokerto, Gandus Palembang yang terdampak aktivitas pelabuhan RMKE pada 2021 silam. Laporan ini kemudian redam seiring mediasi yang terjadi antara warga dan perusahaan. 

Pada kenyataannya, kesepakatan dalam mediasi itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Debu batubara dalam aktivitas pelabuhan milik RMKE kembali mencemari lingkungan yang dan merusak hak hidup warga sehingga kembali dilaporkan oleh warga.

Laporan itu dilayangkan melalui Yayasan Bantuan Hukum Berkeadilan dalam laporan bernomor: R/LI-77/VIII/RES 5.3/2023 Ditreskrimsus yang juga telah dikeluarkan perintah penyelidikannya. "Kita mempertanyakan sejauh mana penyelidikan, karena pelanggarannya sudah jelas, sudah disanksi Kementerian LHK dan Pemprov Sumsel," ungkap Feriyandi. 

Salah satu warga Selat Punai yang menunjukkan debu batubara di dalam rumah akibat aktifitas RMKE. (rmolsumsel)

Kronologis Perkara yang Disebut Mandeg

Belakangan diketahui, polemik aktivitas RMKE yang mencemari lingkungan ini telah dimulai sejak 2016-2017 lalu, seperti yang telah diungkapkan oleh Ketua Ikatan Solidaritas Warga Gandus (IKSOWDUS) Julianto kepada Kantor Berita RMOLSumsel dalam sejumlah kesempatan beberapa waktu lalu. 

Masyarakat mulai merasakan debu batubara saat pelabuhan RMKE baru saja beroperasi. Permasalahan inipun dilaporkan ke Pemkot Palembang dan Polda Sumsel, namun tidak ada tindak lanjut. Gejolak terus terjadi antara warga dan perusahaan, sampai pada 2021 warga memutuskan untuk membuat pengaduan resmi ke Polda Sumsel 

"Terjadi mediasi (difasilitasi Polda Sumsel) dan timbul kesepakatan lagi bahwa RMKE akan memberikan bantuan kepada masyarakat Selat Punai. Laporan pun akhirnya dicabut," ungkap Julianto, 16 September 2023 lalu.

Sayangnya, meski telah bersepakat, RMKE tidak kunjung merealisasikan hasil kesepakatan itu. Wargapun geram dan melalui advokasi dari IKSOWDUS prahara debu batubara ini dilaporkan kembali ke Polda Sumsel, melalui Yayasan Bantuan Hukum Berkeadilan. 

Aparat Polda Sumsel, dikatakan Julianto juga telah memanggil Ketua RT 25 dan Ketua RT 26 Selat Punai untuk melengkapi berkas pemeriksaan aduan perkara ini. 

Namun, karena merasa tidak tahan hidup berselimut debu, warga dua RT di kawasan Selat Punai inipun menggelar aksi di DPRD Sumsel dan Pemprov Sumsel menuntut hak mereka untuk hidup layak, pada Agustus 2023 yang kemudian menjadi sorotan media. 

Tidak hanya meminta RMKE memenuhi kewajiban, warga yang ditemui oleh Ketua DPRD Sumsel Anita Noeringhati dan Gubernur Sumsel Herman Deru itu, sekaligus juga meminta aparat berwenang menindak RMKE yang diduga telah melakukan sejumlah pelanggaran lingkungan. 

"Pada Juli (2023), saya menanyakan langsung ke Manajernya pak Togar terkait kesepakatan, dan dijawab pak Togar tidak bisa lagi dibantu dalam bentuk uang tunai, hanya bisa dibantu berupa fasilitas kesehatan,” kata Julianto. 

Mempertanyakan Mediasi yang Difasilitasi Polda Sumsel

Pengamat hukum Sumsel, Yopie Bharata SH menyoroti mediasi antara warga Selat Punai dan RMKE yang disebut atas fasilitasi Polda Sumsel pada tahun 2021 yang kemudian tidak memberikan efek jera bagi perusahaan. Sebab, terjadi pelanggaran kesepakatan oleh perusahaan sehingga dilaporkan kembali oleh warga ke Polda Sumsel. 

"Pelanggaran lingkungan seharusnya diperiksa, dipersidangkan meskipun sudah ada perdamaian dengan masyarakat. Karena kalau tidak ada sanksi pidana maka kejadian kejadian pencemaran lingkungan hidup ini pasti akan terus terjadi,” ujarnya dibincangi Kamis (2/11). 

Justru dia menyayangkan jika benar mediasi itu difasilitasi oleh Polda Sumsel yang seharusnya berada di depan dan membela masyarakat untuk menegakkan peraturan perundang-undangan, khususnya mengenai lingkungan hidup di Sumsel yang dalam kondisi saat ini terkesan carut-marut. 

Bahkan upaya ini justru menjadi preseden buruk bagi institusi yang kemudian dapat berimbas pada runtuhnya kepercayaan masyarakat. "Hal seperti inilah (mediasi terhadap pelanggar lingkungan) yang membuat penegakkan hukum (lingkungan) lemah. Malah bisa saja terjadi intervensi terhadap ataupun dilakukan oleh oknum-oknum penegak hukum,” katanya.

Aktifitas pelabuhan RMKE yang sudah dua kali dilaporkan ke Polda Sumsel. (rmolsumsel)

Dorong Polda Sumsel untuk Tegas Terhadap Pelanggar Lingkungan

Dukungan bagi Polda Sumsel untuk memproses perkara pidana lingkungan muncul dari Ketua Komisi I DPRD Sumsel Antoni Yuzar. Menurutnya kasus-kasus seperti ini sudah selayakan diproses tegas oleh Polda Sumsel agar bisa naik ke tingkat pengadilan. 

"Pencemaran lingkungan dalam kasus (dugaan pidana lingkungan RMKE) ini sudah terbukti.Maka tugas aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti laporan warga. Kategori tindak pidana yang dilakukan berulang ini seharusnya jangan dimediasi," ungkapnya.

Atas nama masyarakat dan lingkungan Sumsel, Antoni menilai sanksi pidana di tingkat pengadilan tidak hanya akan memberikan efek jera bagi perusahaan pejahat lingkungan, tetapi juga bisa memberikan efek domino untuk perusahaan lain yang mencoba untuk merusak lingkungan dan merugikan masyarakat. 

"Kalau sedikit-sedikit damai, berarti menyalahi aturan juga. Supremasi hukum perlu ditegakkan untuk melindungi masyarakat dari lingkungan tercemar, lingkungan yang dirusak oleh oknum –oknum tertentu. Itu tugas Polri,” katanya. 

Polda Sumsel Pastikan Penyelidikan Berjalan

Tudingan mandegnya penanganan perkara dugaan pidana lingkungan RMKE dibantah Polda Sumsel. Saat ini, penyelidikan perkara tersebut terus berjalan. Bahkan informasi yang dihimpun, jajaran Polda Sumsel telah memanggil sejumlah pihak terkait. 

Meski tidak merinci, Kapolda Sumsel Irjen Pol Rachmad Wibowo melalui Wadir Reskrimsus AKBP Putu Yudha Prawira, melalui pesan singkat saat dikonfirmasi Kantor Berita RMOLSumsel menegaskan bahwa pihaknya akan memberikan kepastian hukum dalam perkara ini. 

"Terima kasih informasinya (penanganan perkara disebut mandeg), semua laporan masyarakat yang kami terima akan kami layani dengan baik dan segera akan kami berikan kepastian hukum yang berkeadilan," tegasnya. 

Lantas, apakah kata 'segera' dalam jawaban Yudha tersebut bisa dimaknai bahwa Polda Sumsel akan segera melakukan gelar perkara dan penetapan tersangka dalam perkara pidana lingkungan RMKE ini?