Pemprov Sumsel disebut tengah mengalami defisit anggaran, sehingga tak bisa melaksanakan sejumlah kewajiban.
- Musi Runner 5K Resmi Digelar, Wagub Cik Ujang Dorong Pencarian Bibit Atlet Lari
- Gubernur Lepas Jemaah Haji Kloter 1 Embarkasi Palembang, Ini Pesan Herman Deru
- Percepat Pemerataan Pembangunan, Muratara Ajukan Bantuan Khusus ke Pemprov Sumsel
Baca Juga
Diantaranya adalah pembayaran tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang telah menunggak sejak Desember 2023 lalu. Tidak sampai disitu, defisit anggaran ini juga membuat Pemprov Sumsel belum membayar tagihan dari sejumlah rekanan atau pihak ketiga.
Lebih jauh, defisit anggaran ini juga membuat seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) diminta untuk mengencangkan ikat pinggang dan melakukan sejumlah pemotongan agar bisa menutupi defisit anggaran berjalan, yang menjadi kewajiban seperti gaji pegawai dan kebutuhan rutin.
Defisit ini sebetulnya telah diprediksi oleh beberapa pihak pada akhir tahun 2023 lalu. Salah satunya Deputi K-MAKI Feri Kurniawan yang menyebut bahwa kesalahan dalam penganggaran akan sangat berdampak untuk proyeksi APBD Sumsel 2024.
Di sisi lain, juga akan memberi pengaruh pada daerah sehingga Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni yang juga menjabat sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, akan punya pekerjaan rumah yang besar untuk mengatasi masalah defisit anggaran di Sumsel saat ini.
"Belum lagi kita bicara soal bencana, inflasi dan berbagai permasalahan lain. Kita sudah bicara soal defisit penganggaran ini sejak lama, saat ini dampaknya sudah terlihat dengan tidak dibayarnya TPP dan kontraktor," ungkap Feri.
Setidaknya terdapat beberapa poin yang menjadi permasalahan dalam defisit anggaran ini, yang bisa disimpulkan menurut Feri. Pertama adalah mengenai Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang diketuai oleh Sekda Provinsi Sumsel yang dinilai tidak bekerja secara maksimal sesuai dengan aturan perundang-udangan.
Lalu, mengenai Bantuan Keuangan atau yang lebih dikenal dengan Bangub Sumsel yang sangat terkesan ditunggangi kepentingan politik sehingga porsi pemerataan kemampuan keuangan daerah dalam proses penganggaran bantuan keuangan tidak tercipta dengan memadai.
Hal ini menurut Feri memunculkan dugaan bahwa adanya tindakan oknum yang mungkin memperoleh keuntungan dalam praktik pemberian bantuan keuangan ini, yang lantas memunculkan dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi dalam proses ini.
Sebab, hal ini dinilainya merugikan banyak pihak mulai dari pegawai sampai masyarakat, sehingga mau tidak mau Pemprov Sumsel melakukan rekayasa kondisi keuangan yang mengorbankan banyak hal. Sederet permasalahan inipun pada akhirnya terakumulasi karena Aparat Pengawas Internal Pemeritah (APIP) tidak berperan secara optimal.
"Seharusnya bisa dilakukan pengawasan mulai dari penganggaran sampai pelaporan. Apalagi sudah menjadi temuan BPK RI pada 2022 lalu. Dalam hal ini, kami juga mendorong APH untuk bisa melakukan tugasnya," tegas Feri.
Bantuan Gubernur atau Bantu Gubernur?
Permasalahan penganggaran pada tahun-tahun sebelumnya terbukti berimbas pada tahun berjalan dan diprediksi juga akan berimbas pada tahun berikutnya, seiring dengan berlangsungnya Pemilu serentak, mulai dari Pileg dan Pilpres pada Februari dan Pilkada pada Oktober 2024 mendatang.
Dalam penelusuran pada uraian laporan keuangan Pemprov Sumsel diketahui bahwa terdapat masalah yang telah dimulai pada gambaran APBD tahun anggaran 2022, Pemprov Sumsel dinilai terlalu memaksakan realisasi belanja bantuan keuangan.
Hal ini juga telah diulas oleh Kantor Berita RMOLSumsel dalam episode pemberitaan sengkarut Bangub Sumsel yang justru menimbulkan masalah. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/sengkarut-bangub-sumsel-sudah-bagikan-rp39-triliun-tapi-tidak-mempertimbangkan-prioritas-dan-kemampuan-daerah-bagian-pertama).
Dalam laporan itu tergambar bahwa kondisi keuangan APBD pada tahun anggaran 2023 mengarah pada kondisi tidak baik-baik saja. Namun demikian pada tahun anggaran 2023, Pemprov Sumsel tetap menganggarkan Belanja Bantuan Keuangan sebesar sebesar Rp1,844 Triliun. Pemberian bantuan ini dipayungi Perda No.7 Tahun 2022 tentang APBD TA 2023 yang termuat pada pasal 11 ayat (3).
Sayangnya, menurut sebagian pihak hal ini tidak sesuai dengan ayat (2) pasal 67 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang menyatakan bahwa Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dianggarkan sesuai kemampuan Keuangan Daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan serta alokasi belanja yang diwajibkan oleh peraturan perundangundangan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bahkan, Pemprov Sumsel terkesan melanggar proses perencanaan dan penganggaran yang tertuang dalam peraturan Gubernur yang dibuat sendiri, dimana terkesan tidak adanya verifikasi yang memadai oleh TAPD yang diketuai oleh Sekretaris Daerah, dalam perencanaan dan penganggaran bantuan keuangan APBD setiap tahunnya.
Sayangnya, menjelang akhir tahun anggaran 2023, Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni disebut menyetujui pencairan bantuan keuangan di saat tagihan kepada pihak ketiga dan Tambahan Pengahasilan Pegawai (TPP) bulan Desember 2023 yang telah menjalankan kegiatan wajib untuk didahulukan untuk dibayarkan.
Pemprov Sumsel Akan Bayar TPP Bertahap, Tidak Secara Penuh
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Pemprov Sumsel memastikan akan segera membayar TPP yang ditunda pembayarannya sejak Desember 2023 lalu. Kepastian itu disampaikan Kepala Bagian Tata Laksana Biro Organisasi Sekretariat Daerah Sumsel, Efendi kepada awak media, Selasa (19/3).
Menurut Efendi, pembayaran dilakukan setelah keluarnya Keputusan Gubernur Sumsel No. 215/KTPS/VII/2024 yang telah disosialisasikan kepada seluruh pegawai beberapa waktu lalu. "TPP tahun 2024 akan dibayarkan sesuai dengan sosialisasi yang telah dilakukan itu," katanya.
Dalam sosialisasi itu disebutkan, tidak semua pegawai akan menerima TPP secara penuh. Sebagai contoh, menurut Efendi, meskipun jumlah TPP untuk kelas 7 adalah Rp4,5 juta, tetapi tidak semua pegawai di kelas tersebut akan menerima jumlah penuh dalam satu tahun.
Beberapa indikator seperti pajak PPH, absensi, penilaian kinerja, dan cuti akan mempengaruhi jumlah TPP yang diterima. "Misalnya, ASN yang mengambil cuti besar tidak akan menerima TPP, tetapi mereka yang mengambil cuti melahirkan untuk anak pertama dan kedua masih akan menerima TPP," katanya.
Disinggung mengenai penundaan pembayaran, Efendi mengatakan hal ini terjadi akibat adanya perubahan aturan mengenai pemberian TPP bagi pegawai. Terbaru, pembayaran TPP ini akan dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) setelah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melengkapi dokumen yang diperlukan.
Ditambahkannya, TPP tahun 2024 ini akan dibagikan kepada sekitar 5.000 ASN dari 50 OPD di lingkungan Pemprov Sumsel. Khusus untuk PPPK, baru akan diajukan pada Agustus 2024 nanti sehingga baru akan bisa mendapat TPP pada 2025 mendatang.
- Musi Runner 5K Resmi Digelar, Wagub Cik Ujang Dorong Pencarian Bibit Atlet Lari
- Gubernur Lepas Jemaah Haji Kloter 1 Embarkasi Palembang, Ini Pesan Herman Deru
- Percepat Pemerataan Pembangunan, Muratara Ajukan Bantuan Khusus ke Pemprov Sumsel