Pemkot Palembang Dinilai Zalim, Gaji Honorer Dipotong Bahkan Telat Dibayar

ilustrasi/net
ilustrasi/net

Pemotongan gaji honorer non PNSD di Kota Palembang yang mendapat kritik tajam DPRD Palembang karena tidak toleran hingga kini menjadi sorotan. Aturan tersebut sengaja diterapkan oleh Badan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Palembang untuk menegakkan disiplin bagi pegawai honorer yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah.


Namun kebijakan tersebut dianggap kejam dan tidak berkeadilan karena hanya diterapkan kepada karyawan honorer semata. Kebijakan tersebut menjadi viral karena banyaknya keluhan dari para honorer yang merasa tidak ada toleransi, bahkan dalam kondisi berduka atau ketika mengajukan izin pernikahan.

Para honorer juga diharuskan membuat surat pernyataan bermaterai saat sakit, meskipun mereka telah melampirkan surat keterangan sakit resmi. "Surat keterangan sakit dari dokter itu tidak ada gunanya jika tidak ada pernyataan bermaterai. Kami sudah sakit-sakit tapi dibikin sulit, karena tetap dianggap alpa dan akhirnya harus menanggung dipotong gaji," ujar salah satu guru honorer yang enggan disebutkan namanya, Jum'at (14/7).

Honorer yang mengajar di salah satu sekolah negeri di Palembang ini mengaku, rata-rata pemotongan gaji perbulan bisa mencapai Rp300 ribu hingga Rp500 ribu tergantung kealpaan yang dilakukan meski hanya terlambat satu menitpun. "Kalau terlambat masuk Rp75 ribu dan pulangnya juga sama kalau kita tidak fingger print jadi total Rp150 ribu. Kalau mau izin dengan kepsek ribetnnya minta ampun padahal cuman 5 menit terlambat," katanya.

Menariknya, pemotongan gaji ini bukan satu-satunya kebijakan yang membuat kaum honorer menjadi gunda gulana. Telatnya pembayaran gaji yang terkadang berbulan-bulan menjadi masalah klasik dialami para honorer Pemkot Palembang. 

"Itulah zalimnya birokrasi ini, sudah dipotong telat juga bayarnya. Seperti sekarang ini sudah tengah bulan gaji kami belum dibayarkan, pernah sampai 3 bulan kami telat gajian tapi giliran laporan mintaknya cepat," jelas pegawai honorer ini dengan berurai air mata.

Sementara itu, Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) Sumatera Selatan (Sumsel)  Feri Kurniawan, menyatakan bahwa kebijakan pemotongan gaji karyawan honorer Pemkot Palembang yang dianggap kurang toleran merupakan tindakan kejam. Dia menilai pemotongan itu lebih dari tindak pidna korupsi.

"Perbuatan tersebut sangat zalim, lebih buruk dari tindak pidana korupsi. Karena mereka bekerja bukan meminta-minta dan kerja mereka itu lebih berat dari pegawai lain yang berstatus PNS," kata Feri Kurniawan dihubungi RMOLSumsel, Jumat (14/7). 

Feri juga menyampaikan bahwa gaji para honorer adalah hak mereka yang telah dianggarkan, dan pemotongan gaji langsung dianggap sebagai tindakan yang salah.

"Banyak anggaran lain yang ada, yang penting jangan memotong gaji honorer. Mereka bekerja berdasarkan perjanjian kerja dan tidak terjamin akan terus bekerja, berbeda dengan PNS yang memiliki pekerjaan tetap. Jika masalah ini terkait dengan disiplin, seharusnya dapat dilakukan peringatan, bukan pemotongan gaji seperti ini," tambahnya.

Feri juga meminta Walikota Palembang, Harnojoyo, untuk segera mengambil tindakan guna memberikan lingkungan kerja yang nyaman bagi para honorer, terutama di lingkungan Pemkot Palembang.

"Uang tersebut adalah hak para honorer dan harus dikembalikan atau dibawa ke ranah hukum jika diperlukan. Jika ada honorer yang merasa dirugikan, silakan datang kepada kami," pungkasnya.