WALHI Sumsel Desak Direktur Pertamina Hulu Rokan Dipecat, Imbas Kebocoran Pipa Minyak Hingga Cemari Sungai Kelekar

Pipa minyak Pertamina yang mengalami kebocoran hingga mencemari Sungai Kelekar. (ist/rmolsumsel.id)
Pipa minyak Pertamina yang mengalami kebocoran hingga mencemari Sungai Kelekar. (ist/rmolsumsel.id)

Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) mendesak pemerintah selaku pembina BUMN untuk melakukan pemecatan terhadap pimpinan Pertamina Hulu Rokan (PHR) Zona 4 Prabumulih Field. 


Menurutnya, pemecatan tersebut sebagai bentuk hukuman bagi jajaran yang telah lalai dan ceroboh dalam mengawasi kondisi pipa hingga terjadinya kebocoran pipa minyak yang menyebabkan tercemarnya Sungai Kelekar. 

Direktur Eksekutif WALHI Sumsel, Yuliusman mengatakan, hasil dari investigasi WALHI Sumsel yang dilakukan beberapa waktu lalu, kebocoran minyak berasal dari pipa yang mengalami kebocoran. Pipa yang berada diatas sungai tersebut bocor diduga karena terjadinya korosi yang disebabkan usia pipa yang sudah tua. 

"Artinya ada kelalaian dari pihak Pertamina yang tidak mengecek kondisi pipa. Seharusnya, ini rutin dilakukan mengingat usia pipa yang sudah tua," kata Yuliusman saat konferensi pers di Kantor WALHI Sumsel, Jumat pagi (14/7). 

Kelalaian itulah yang menyebabkan pipa bocor dan mencemari sungai. Sehingga, desakan untuk memecat pimpinan Pertamina sudah layak dilakukan. 

"Faktanya manajemen ini tahu kalau pipa sudah keropos dan tidak layak pakai. Jika itu terjadi manajemen pimpinan Pertamina tidak berjalan," ujarnya.

WALHI Sumsel juga mendorong pemerintah melakukan audit terhadap perusahaan. Baik audit sumber daya manusia (SDM) dan juga audit penggunaan teknologi yang digunakan perusahaan. Audit tersebut bertujuan untuk menata kembali aktivitas produksi perusahaan agar tidak lagi terjadi insiden yang menyebabkan kerusakan lingkungan. 

"Audit teknologi diperlukan untuk menginventarisir peralatan produksi yang rusak. Baik pipa, pompa maupun peralatan lainnya. Sementara audit SDM untuk mengganti orang-orang yang kurang kredibel dalam menjalankan tupoksinya," terangnya. 

Kondisi Sungai Kelekar, kata Yuliusman, saat ini masih tercemar sisa-sisa minyak yang tumpah. Minyak tersebut menempel pada tanah dan tanaman yang berada di sepanjang bantaran Sungai Kelekar. 

"Sisa-sisa minyak itu masih ada. Kami juga meminta Pertamina untuk bertanggung jawab dengan melakukan pembersihan sungai," bebernya.

Akibat pencemaran itu, kondisi Sungai Kelekar yang sebenarnya sudah tak layak konsumsi semakin kritis. Sebagian warga yang tadinya masih memanfaatkan sungai itu untuk mencuci, menyiram tanaman maupun memberi minum ternak kehilangan sumber air. 

"Biota sungai juga banyak yang mati karena airnya sudah tercemar racun," terangnya. 

Penelusuran WALHI Sumsel, pipa Pertamina yang melintasi sungai Kelekar tidak hanya  berada di Kelurahan Majasari, Kecamatan Prabumulih Selatan. "Setidaknya ada dua lokasi perlintasan pipa minyak lainnya yang kondisinya juga sudah tua. Dan ini sewaktu-waktu bisa saja mengalami kebocoran," ucapnya. 

Sebelumnya, Insiden kebocoran pipa Pertamina yang terjadi berulang di Prabumulih terus menuai sorotan. Kali ini dari aktivis Kawali Sumsel yang terjun langsung ke lokasi bocornya pipa hingga mencemari lingkungan dan pemukiman warga, di Kelurahan Majasari, Kecamatan Prabumulih Selatan, Kota Prabumulih.

Ketua Kawali Sumsel Chandra Anugerah bersama timnya yang turun langsung melihat bagaimana warga masih harus berjuang menghadapi pencemaran lingkungan, serta bau menyengat, kendati tumpahan minyak sudah dibersihkan.  

Tumpahan minyak masih melekat akar dan rerumputan yang berada di sepanjang aliran Sungai Kelekar. Mulai dari sumbernya yang berada di Kelurahan Majasari hingga beberapa kilometer di Kelurahan Muara Dua, Gunung Ibul hingga Desa Pangkul.

"Di sempadan masih terlihat bekas minyak, di beberapa titik Sungai Kelekar yang kita lihat juga masih terlihat sedikit, beruntung pembersihan terbantu dengan turunnya hujan di sini," kata Chandra.

Oleh sebab itu, menurut Chandra, Pertamina harus menunjukkan tanggung jawab lebih dari sekadar melakukan pembersihan. Utamanya berkaitan dengan ekosistem lingkungan dan dampak yang dirasakan oleh warga. 

Apa yang terjadi saat ini menurutnya bisa membuat Pertamina terancam UU Lingkungan Hidup karena dianggap abai terhadap permasalahan lingkungan. "Hal ini harus dilihat dalam logika sebab akibat," tegas Chandra. 

Salah satunya, kebocoran disebabkan oleh pipa yang usang, tidak ada pemeriksaan jalur pipa yang komprehensif sehingga menurutnya lingkungan dan warga yang harus menjadi korban. 

"Ini adalah keteledoran perusahaan (Pertamina Hulu Rokan (PHR) Zona 4 Prabumulih Field) dalam menjaga asetnya. Kejadian ini seharusnya tidak perlu terjadi apabila ada ketelitian dalam menjaga kondisi pipa yang kami duga jadi sebabnya," ungkap Chandra.