Aktivis Desak Pemerintah Pusat Bentuk Satgas Tangani Pencemaran Lingkungan di Sumsel, PT GON Jadi Sorotan

Tumpukan tandan kosong (tankos) di lokasi pabrik PT Golden Oilindo Nusantara/dokumen
Tumpukan tandan kosong (tankos) di lokasi pabrik PT Golden Oilindo Nusantara/dokumen

Penanganan kasus pencemaran lingkungan di Sumatera Selatan kembali menjadi sorotan setelah dugaan pelanggaran oleh PT Golden Oilindo Nusantara (PT GON) beberapa waktu lalu.


Sejumlah aktivis menilai pemerintah daerah, khususnya Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Sumsel, gagal menjalankan pengawasan dan penegakan hukum secara tegas terhadap perusahaan perusak lingkungan.

Ketidaktegasan ini diduga menjadi pemicu maraknya pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. Dalam kasus yang melibatkan PT GON, perusahaan itu diduga menimbun tandan kosong kelapa sawit (tankos) secara sembarangan hingga menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitar wilayah operasionalnya.

Ketua Gerakan Pemuda Mahasiswa Sumatera Selatan (GAASS), Andi Leo, menilai lemahnya pengawasan dan penegakan hukum oleh DLHP Sumsel menjadi faktor utama yang memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut terus beroperasi tanpa sanksi berarti.

"Selama ini, banyak perusahaan kelapa sawit yang menjadi penyebab utama pencemaran lingkungan dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), namun tidak ada tindakan konkret dari pemerintah provinsi untuk menghentikannya. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan serius dalam tata kelola lingkungan," ujar Andi Leo.

Lebih lanjut, ia mendesak pemerintah pusat turun tangan dengan membentuk satuan tugas khusus guna menangani perusahaan perusak lingkungan di Sumsel. Selain itu, ia menilai evaluasi menyeluruh terhadap jajaran DLHP Sumsel perlu segera dilakukan.

"Kami meminta pemerintah pusat untuk turun langsung dan mengevaluasi jajaran DLHP Sumsel. Jika mereka tidak mampu menegakkan aturan, maka harus ada perombakan agar penanganan lingkungan lebih serius dan tidak lagi dianggap remeh," tegasnya.

Direktur Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA), Rahmat Sandi, menekankan bahwa pencemaran lingkungan harus segera disikapi dengan tindakan nyata, bukan sekadar retorika.

"Jika sebuah perusahaan terbukti melakukan pencemaran, harus segera diberikan sanksi tegas. Jika tidak terbukti, maka juga harus ada keputusan yang jelas. Penundaan atau tarik ulur dalam penegakan hukum hanya menimbulkan kecurigaan terhadap adanya permainan di balik kasus-kasus ini," ungkapnya.

Rahmat juga mendesak pemerintah pusat untuk mencabut izin operasional perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran berat.

"Kita tidak bisa berharap hanya pada pemerintah daerah, karena terbukti mereka gagal dalam menangani masalah ini. Oleh sebab itu, pemerintah pusat harus turun tangan langsung untuk membersihkan Sumsel dari korporasi perusak lingkungan," katanya.

Selain tuntutan penegakan hukum, aktivis juga mendorong pemerintah merancang kebijakan yang lebih ketat terkait pengelolaan limbah industri. Mekanisme pengawasan pun harus lebih transparan agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.

"Kami siap bekerja sama dengan semua pihak untuk memastikan lingkungan kita tetap bersih dan sehat. Masyarakat juga harus lebih aktif dalam melaporkan pencemaran lingkungan agar kita bisa bersama-sama menjaga bumi yang kita tinggali ini," tutup Rahmat Sandi.

Pelanggaran PT Golden Oilindo Nusantara dan Dampaknya terhadap Lingkungan

Dugaan pencemaran lingkungan oleh PT GON mencuat setelah laporan warga yang prihatin dengan kondisi sekitar area pabrik perusahaan tersebut. PT GON diduga melakukan penimbunan tandan kosong kelapa sawit (tankos) dalam jumlah besar dan melebihi kapasitas yang diizinkan.

Tankos merupakan limbah utama dari proses pengolahan kelapa sawit yang mengandung selulosa dan lignin, sehingga memerlukan mekanisme pengelolaan yang tepat. Namun, tindakan PT GON yang diduga menimbun tankos sembarangan menyebabkan pencemaran lingkungan yang signifikan.

Dampak pencemaran ini cukup serius. Limbah tankos yang sulit terurai dapat meningkatkan keasaman tanah dan air, yang pada akhirnya merusak ekosistem sekitar. Akibatnya, kualitas air bersih yang digunakan warga setempat menurun drastis. Lebih parah lagi, dalam kondisi suhu tinggi, tankos yang tidak dikelola dengan baik berpotensi memicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Sebagai tindak lanjut atas laporan masyarakat, DLHP Sumsel telah mengeluarkan Surat Keputusan Kepala DLHP Sumsel No. 186/KPTS/DLHP/B.IV/2024 tentang Penerapan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah kepada PT GON pada 27 Mei 2024. Namun, hingga kini, belum ada kejelasan mengenai penyelesaian atas sanksi tersebut.

Ketidakjelasan ini semakin memperkuat anggapan bahwa penegakan hukum terhadap perusahaan pencemar lingkungan di Sumsel masih lemah. Oleh karena itu, aktivis terus mendesak pemerintah pusat untuk melakukan intervensi dan mengambil tindakan tegas terhadap PT GON dan perusahaan-perusahaan lain yang terbukti merusak lingkungan di Sumsel.