Opini WTP 12 Kali Berturut Jadi Kamuflase Sistem Penganggaran yang Kusut [Bagian Kesembilan]

Rehab ruangan gedung Pemkot Palembang/ist
Rehab ruangan gedung Pemkot Palembang/ist

Dalam hasil uji petik yang dilakukan oleh BPK dalam proses pembangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan yang dilakukan oleh Pemkot Palembang pada TA 2021, ternyata ditemukan potensi kelebihan bayar dan kelebihan pembayaran.


13. Kekurangan volume pekerjaan belanja modal Gedung dan bangunan pada empat OPD sebesar Rp357.101.447; 

Dalam poin ini, Pemkot Palembang menganggarkan belanja modal gedung dan bangunan TA 2021 sebesar Rp148.312.459.378.82 dengan realisasi per 30 November 2021 sebesar Rp68.959.839.930.00 atau 46,50 persen dari anggaran. 

BPK menemukan potensi kekurangan volume pembangunan, lebih bayar dan bukti lebih bayar dalam proses pembangunan yang dilakukan oleh Bagian Umum Sekretariat Daerah dalam pembangunan yang dilakukan diantaranya di ruang Wali Kota Palembang, Wakil Wali Kota Palembang dan Ruang Parameswara yang dilakukan oleh Sekretariat Daerah Kota Palembang.

BPK juga menemukan potensi lebih bayar dan bukti lebih bayar pada Dinas Pendidikan Kota Palembang. Diantaranya pembangunan bertingkat SD Negeri 48 Kecamatan Ilir Timur II Palembang; pembangunan bertingkat SD Negeri 72 Kecamatan Seberang Ulu I Palembang; Rehabilitasi Ruang Kelas dengan Tingkat Kerusakan Minimal Sedang beserta Perabotnya (DAK Fisik tahun 2021) SMP Negeri; Rehabilitasi Ruang Kelas dengan Tingkat Kerusakan Minimal Sedang beserta Perabotnya (DAK Fisik tahun 2021) SD Negeri; Rehabilitasi Ruang Laboratorium IPA dengan Tingkat Kerusakan Minimal Sedang beserta Perabotnya (DAK Fisik tahun 2021); dan Rehabilitasi Ruang Perpustakaan dengan Tingkat Kerusakan Minimal Sedang beserta Perabotnya di SD Negeri di Palembang.

BPK juga menemukan potensi lebih bayar dan bukti lebih bayar pada Dinas PUPR dalam pekerjaan pembanunan Balai Pertemuan Kecamatan Ilir Barat II Kota Palembang yang dilaksanakan oleh PT TRA, yang nilai pekerjaannya berdasarkan kontrak adalah sebesar Rp6.778.420.000,00.

Secara total, dalam poin ini BPK mengungkapkan bahwa permasalahan yang terjadi ini mengakibatkan:

a. Potensi Kelebihan Pembayaran sebesar Rp134.986.029,46 terdiri dari: 1. Dinas Kepemudaan dan Olahraga sebesar Rp8.046.162,49; 2. Dinas Pendidikan sebesar Rp80.500.480,61; dan 3. Dinas PUPR sebesar Rp46.439.386,36,-

b. Kelebihan pembayaran sebesar Rp222.115.418,08 terdiri dri: 1. Sekretariat Daerah sebesar Rp110.953.187,22; dan 2. Dinas Pendidikan sebesar Rp111.162.230,86,-

Dalam penilaian BPK, kondisi ini disebabkan oleh Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga, Kepala DInas Pendidikan dan Kepala Dinas PUPR kurang melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan kegiatan belanja modal gedung dan bangunan di lingkungan kerjanya; dan PPK dan Pengawas Lapangan masing-masing pekerjaan kurang cermat dalam memeriksa volume pekerjaan sesuai dengan kontrak.

14. Kekurangan volume pekerjaan belanja modal jalan, jaringan dan irigasi pada dua OPD sebesar Rp11.851.883.576,03

Dalam poin ini, Pemkot Palembang pada TA 2021 menganggarkan Belanja Modal Jalan, Jaringan dan Irigasi sebesar Rp928.978.851.198,82 dengan realisasi sampai dengan 30 November 2021 sebesar Rp399.872.946.027,67 atau 43,04 persen dari anggaran. 

Anggaran ini dialokasikan pada Dinas PUPR dan Dinas PRKP dengan rincian: a. Dinas PUPR menganggarkan Rp830.598.046.905,67 dengan realisasi Rp377.851.151.354,67; b. Dinas PRKP menganggarkan Rp93.061.196.969,15 dengan realisasi Rp20.816.704.083,00.

Hasil pemeriksaan atas dokumen kontrak dan pemeriksaan fisik Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan pada Dinas PUPR dan Dinas PRKP menunjukkan kekurangan volume pekerjaan, kelebihan pembayaran dan potensi kelebihan pembayaran sebesar RpRp11.851.883.576,03.

Hal ini diuraikan sebagai berikut: a. Kekurangan volume pekerjaan pada Dinas PUPR sebesar Rp9.907.815.936,32 atas 193 paket pekerjaan.b. Kekurangan volume pekerjaan pada Dinas PRKP sebesar Rp1.944.067.639,71 atas 53 paket pekerjaan.

Menurut BPK, permasalahan ini disebabkan oleh Kepala Dinas PUPR dan Kepala Dinas PRKP yang kurang melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan kegiatan Pekerjaan fisik di lingkungan kerjanya; dan PPK dan pengawas lapangan masing-masing pekerjaan kurang cermat dalam memeriksa volume pekerjaan sesuai kontrak. (*tim/bersambung)