Opini WTP 12 Kali Berturut Jadi Kamuflase Sistem Penganggaran yang Kusut [Bagian Kelima]

Wali  Kota Palembang Harnojoyo dan jajaran saat meninjau salah satu kawasan di Kota Palembang yang mengalami banjir parah ketika malam Natal 2021 lalu. (ist/rmolsumsel.id)
Wali Kota Palembang Harnojoyo dan jajaran saat meninjau salah satu kawasan di Kota Palembang yang mengalami banjir parah ketika malam Natal 2021 lalu. (ist/rmolsumsel.id)

Berkaitan dengan jasa konsultasi konstruksi, BPK mengungkap sejumlah temuan. Diantaranya terjadi pada Dinas PUPR yang pada kenyataannya berkaitan dengan aktivitas penanganan banjir yang terjadi di kota Palembang. 


Modus yang muncul adalah dengan menggunakan tenaga ahli yang diduga fiktif, tidak sesuai kompetensi, bahkan tenaga ahli konsultan yang hanya pinjam nama. Akibatnya, sepanjang 2021, kota warga kota Palembang merasakan dampak banjir yang luas.

8. Pembayaran biaya personal jasa konsultansi kontruksi pada dua OPD tidak sesuai kondisi sebenarnya sebesar Rp410.649.964;

Dalam poin ini, Pemkot Palembang pada TA 2021 menganggarkan Belanja Jasa Konsultansi Konstruksi sebesar Rp19.511.868.932 dengan realisasi per 30 November 2021 sebesar Rp11.096.021.850 atau 56,87 persen dari anggaran. Realisasi tersebut antara lain digunakan untuk Belanja Jasa Konsultansi KOnstruksi pada Dinas PUPR dan Dinas PRKP dengan rincian: (1) Dinas PUPR menganggarkan Rp5.389.636.000 dengan realisasi Rp2.208.042.600; dan (2) Dinas PRKP menganggarkan Rp8.274.846.500 dengan realisasi Rp5.616.160.500.

Dalam hasil uji petik yang dilakukan oleh BPK atas bukti pendukung dan kelengkapan pertanggungjawaban Belanja Jasa Konsultansi Konstruksi pada Dinas PUPR dan Dinas PRKP itu tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya sebesar Rp410.649.964. Hal ini dijelaskan dalam laporan BPK itu dengan rincian yakni:  

Pertama, pada kegiatan konsultansi pengawasan kegiatan normalisasi Zona I sd VI, pengawasan pemasangan bronjong dan urugan pasir Pulau Kemaro dan perencanaan survei kondisi jalan. Dalam hasil uji petiknya, BPK menemukan potensi kelebihan pembayaran konsultansi pengawasan sebesar Rp321.900.000 dan kelebihan pembayaran jasa konsultansi perencanaan sebesar Rp32.000.000.

Hal ini dirincikan sebagai berikut: 

a. Dinas PUPR melaksanakan enam paket pekerjaan jasa konsultansi pengawasan untuk kegiatan normalisasi pada Zona I sd Zona Vi dengan nilai sebesar Rp593.920.000 yang dikerjakan oleh PT HAV (Zona I), CV AMS (Zona II), CV LNC (Zona III), CV MHM (Zona Zona IV), CV TRC (Zona (V), dan CV RZK (zona VI). 

Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK seluruh pekerjaan itu nyatanya dilaksanakan oleh PT HAV sendiri. Sedangkan lima badan usaha lainnya hanya dipinjam perusahaannya oleh PT HAV. 

Pemeriksaan itu juga mengungkapkan bahwa terdapat beberapa tenaga ahli yang tidak pernah hadir karena hanya dipinjam namanya agar PT HAV tetap dapat memenuhi syarat melaksanakan pekerjaan. Peran tenaga ahli ini digantikan oleh personel lain. 

Akan tetapi, hasil permintaan keterangan lebih lanjut kepada PPK kegiatan pengawasan normalisasi dan masing-masin personel pengganti tadi menunjukkan bahwa mereak tidak memiliki sertifikasi keahlian sumber daya air - madya sebagaimana disyaratkan dalam kerangka acuan kerja (KAK).

Atas permasalahan ketidaksesuaian kualifikasi tenaga ahli dan inspector, maka terdapat tenaga ahli dan inspector yang tidak dapat diyakini perannya dalam pelaksanaan jasa konsultansi pengawasan kegiatan normalisasi sebesar Rp296.100.000. 

b. Dinas PUPR melaksanakan pekerjaan jasa konsultansi pengawasan pemasangan bronjong dan urugan pasir Pulai Kemaro yang dilaksanakan oleh PT TKP dengan nilai SPK sebesar Rp99.150.000 dalam jangka waktu pengerjaan tiga bulan. 

Hasil pemeriksaan dokumen menunjukkan bahwa terdapat biaya langsung personel yang terdiri dari satu orang tenaga ahli yang berperan sebagai team leader dan tiga orang berperan sebagai inspector. Namun dua diantara inspector itu tidak pernah hadir dalam mengawasi pelaksanaan pekerjaan. Sementara mereka tetap memperoleh pembayaran biaya personel sebesar total Rp25.800.000

c. Dinas PUPR melaksanakan kegiatan survey kondisi jalan (Kegiatan Dana Alokasi Khusus) yang dilaksanakan oleh CV PKK  dengan nilai SPK sebesar Rp247.940.000 dengan jangka waktu pekerjaan selama empat bulan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, CV PKK itu mengajukan satu personel tenaga ahli dengan kualifikasi Sarjana Teknik Sipil sebagai ahli Jalan Raya-Madya. Namun, saat dimintai keterangan oleh BPK, tenaga ahli tersebut tidak dapat menjelaskan output yang dihasilkan dalam kegiatan tersebut. Sedangkan tugasnya sebagai tenaga ahli justru dikerjakan oleh ketua tim surveyor. Hal ini mengakibatkan biaya langsung personel tenaga ahli seharusnya tidak dapat dibayarkan sebesar Rp32.000.000.

Kedua, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) melaksanakan empat kegiatan inventirasasi database lampu jalan berbasis data spasial. Pekerjaan ini dilakukan oleh CV GHT di kawasan Kelurahan Demang Lebar Daun Kecamatan IB I dan Kelurahan Kemang Manis Kecamatan IB II. Juga CV HFA di Kelurahan Lorok Pakjo Kecamatan IB I dan Kelurahan Talang Semut Kecamatan Bukit Kecil.

Temuan BPK mengungkapkan bahwa personel tenaga ahli dengan posisi team leader pada dua perusahaan penyedia jasa tersebut memiliki SKA Ahli Teknik Jalan - Madya, sedangkan yang disayaratkan dalam KAK adalah tenaga ahli dengan Ahli Perencanaan Wilayah Kota - Muda. Sehingga seharusnya pejabat pengadaan tidak meloloskan penawaran dari CV GHT dan CV HFA dalam proses pengadaan tersebut. 

Bahkan tenaga ahli sebagai team leadera yang diajukan oleh perusahaan itu hanya berperan sebagai tim pendukung. Sebab peran tenaga ahli pekerjaan konsultasi ini dilaksanakan oleh personel di luar SPK yang berinisial AGH, untuk empat paket pekerjaan tersebut. Dengan demikian, dalam poin ini ditemukan kelebihan pembayaran biaya langsung tenaga ahli sebesar Rp56.749.964.

Kondisi ini, menurut BPK disebabkan oleh Kepala Dinas PUPR dan Kepala Dinas PRKP selaku pengguna anggaran tidak cermat dalam melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan jasa konsultasi konstruksi; dan PPK masing-masing pekerjaan pada Dinas PUPR dan PRKP tidak cermat dalam memastikan pelaksanaan jasa konsultasi konstruksi sesuai dengan KAK dan SPK. (*/bersambung)