Natalius Pigai Nilai Penolakan Warga Wadas karena Pemerintah Tak Libatkan Partisipasi Publik

Tangkapan layar saat polisi mengepung Masjid di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo/Repro
Tangkapan layar saat polisi mengepung Masjid di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo/Repro

Aksi penolakan warga terhadap rencana penambangan batu andesit dan pembangunan Bendungan Bener di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, dinilai terjadi karena kebijakan Pemerintah tidak melibatkan partisipasi publik.


Hal itu disampaikan aktivis kemanusiaan Natalius Pigai. Menurut Pigai, aksi protes hingga berujung penangkapan oleh aparat hukum harusnya tidak perlu terjadi jika Pemerintah menjalankan pembangunan Bendungan Bener, yang salah satunya adalah penambangan quarry (batu andesit) mendengar suara rakyat.

“Riak-riak semacam ini tidak perlu terjadi jika para pihak, dalam hal ini Kementerian PUPR, Kementerian Pertanahan, dan Pemprov Jawa Tengah mau melaksanakan pembangunan partisipasif,” ujar Natalius Pigai kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (9/2).

Dalam konteks HAM dan Pembangunan atau human right and development, kata Pigai, aspek partisipasi adalah variabel terpenting dan utama.

Keterlibatan aparat kepolisian dalam mengamankan masyarakat pun dinilai hanya menjalankan perintah, dalam hal ini negara.

“Pembangunan berbasis HAM (right based development) pihak yang terkait langsung (subjek) adalah negara, dalam hal ini Kementerian PUPR, Badan Pertanahan dan Pemerintah daerah. Maka, aparat kepolisian hanya sebagai alat negara,” lanjut mantan Komisioner Komnas HAM ini.

Kepolisian, kata dia, hanya melaksanakan tugas di lapangan, di mana permintaan pengamanan datang langsung dari Pemerintah.

“Bisa saja karena kepolisian wilayah dipaksa Pemerintah sehingga agak terganggu seperti saat ini. Karena itu rakyat mestinya protes terhadap subjek pembangunan, yakni Kementerian PUPR, Kementerian Pertanahan dan Pemerintah daerah,” tukasnya.