MUI: Tahun 2022 Minim Perbaikan, Begitu Juga Kondisi Umat dan Negara Islam

Ketua Bidang Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional (HLNKI) MUI Sudarnoto Abdul Hakim/Net
Ketua Bidang Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional (HLNKI) MUI Sudarnoto Abdul Hakim/Net

Peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang hubungan internasional didasarkan kepada amanat Pembukaan UUD 1945, prinsip Wasathiyyatul Islam dan untuk misi Rahmatan lil ‘Alamin.


Karena itu, MUI mendorong pemerintah, antara lain untuk meneguhkan politik Indonesia bebas aktif dan tampil sebagai juru damai terutama dalam menyelesaikan atau mencari solusi terhadap konflik, misalnya Israel-Palestina dan Rusia-Ukraina.

Begitu dikatakan Ketua Bidang Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional (HLNKI) MUI Sudarnoto Abdul Hakim dalam diskusi Refleksi 2022 dan Proyeksi 2023 dengan tema "Memperkuat Ukhuwah untuk Menciptakan Perdamaian Dunia" di Aula Buya Hamka, Kantor MUI, Jakarta, Rabu (21/12).

"MUI sendiri secara proaktif juga memainkan peran second track diplomacy yang diarahkan untuk khidmatul ummah dan himayatul ummah terutama terkait dengan berbagai masalah politik yang dihadapi oleh umat Islam dan negara-negara muslim," ujar Sudarnoto dalam paparannya.

Secara umum, dijelaskan Sudarnoto, situasi global tahun 2022 belum menunjukkan perbaikan secara siginifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Situasi yang sama juga mewarnai umat dan negara-negara muslim.

Bahkan, kata dia, tahun 2022 nampak semakin memburuk sebagai akibat pandemi Covid-19, masih belum terselesaikannya isu Palestina-Israel, perkembangan dan situasi politik di Afghanistan yang belum menentu, dan Islamofobia yang terjadi di sejumlah negara seperti India, Swedia, Perancis.

Sudarnoto juga menyoroti situasi politik global lainnya. Dia menyampaikan bahwa seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun 2022 dunia masih diwarnai dengan praktik ketidakadilan global yang secara politik dan ekonomi antara lain juga dialami oleh orang-orang Islam di banyak negara.

Kata dia, dominasi neo-kapitalisme dan neo-liberalisme telah melanggengkan kesenjangan ekonomi, ketidakadilan dan bahkan kemiskinan di banyak negara, apalagi ditambah dengan efek pandemi Covid-19.

"Lembaga-lembaga ekonomi dunia seperti IMF ternyata justru gagal mewujudkan kesejahteraan dan keadilan global. Atas nama bantuan internasional, IMF melakukan program-program bantuan yang ternyata justru menimbulkan kesulitan dan kesengsaraan baru yang dialami oleh negara-negara penghutang," jelasnya.

Sudarnoto yang juga pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah menjelaskan, seruan MUI yang menegaskan perlunya dilakukan proses demokratisasi di internal PBB masih sangat relevan hingga tahun 2022 ini.

Dia uraikan, demokratisasi di PBB ini bisa diwujudkan secara konkrit dengan dua cara. Pertama, menetapkan secara konsisten mekanisme pembahasan pengambilan keputusan terutama di sidang DK PBB dalam rangka penyelesaian konflik dan penciptaan perdamaian; kedua, meninjau ulang, menghapuskan atau membatasi penggunaan hak veto.

"Veto jangan digunakan untuk persoalan-persoalan yang justru bisa memberikan ruang lebar untuk lakukan aneksasi, apartheid dan genosida yang dilakukan oleh siapapun. Hal ini sangat diperlukan antara lain dalam rangka memudahkan upaya-upaya mewujudkan dan memperkokoh perdamaian dan keadilan global," jelasnya.

Sudarnoto juga menyinggung soal peluang umat Islam Indonesia. Secara demografis, Indonesia adalah bangsa dan negara muslim terbesar di dunia.

Menurutnya, tidak sedikit bangsa dan negara yang memberikan harapan dan kepercayaan terhadap peran strategis Indonesia dalam menciptakan dunia yang damai dan sejahtera.

Secara keagamaan, sambungnya, muslim Indonesia menganut pandangan wasathiyyatul Islam yang sangat diyakini mampu memberikan respons terhadap berbagai krisis kemanusiaan akibat dari konflik politik, kirisis lingkungan, kemiskinan, ekstremisme dan sebagainya.

Indonesia, lanjutnya, sudah disepakati menjadi negara pusat wasathiyatul Islam global dan karena itu Indonesia harus mampu menjadi teladan dan memimpin secara global menggerakkan Wasatiyatul Islam untuk dunia yang sejahtera, damai dan berkeadaban.

"Dengan posisi ini Indonesia bisa bersahabat dan berkolaborasi dengan negara manapun secara sejajar. Karena itu, upaya penciptaan perdamaian dunia yang dilakukan oleh Indonesia menjadi perhatian dan sangat penting," pungkasnya.