Mendalami Penunjukkan Penjabat Kepala Daerah di Sumsel, Gubernur Disinyalir Tabrak Permendagri [Bagian Pertama]

Pelantikan Pj Bupati/Wali Kota dari tujuh daerah yang ada di Sumsel oleh Gubernur  Sumsel periode 2018-2023, Herman Deru di Griya Agung, September 2023 lalu. (ist/rmolsumsel.id)
Pelantikan Pj Bupati/Wali Kota dari tujuh daerah yang ada di Sumsel oleh Gubernur Sumsel periode 2018-2023, Herman Deru di Griya Agung, September 2023 lalu. (ist/rmolsumsel.id)

Tujuh Penjabat (Pj) kepala daerah di Sumsel telah dilantik pada September 2023 lalu. Disamping mengisi kekosongan jabatan yang ada, mereka bertugas untuk menjamin kesinambungan pembangunan dan pelayanan publik pada masa transisi jelang pilkada serentak 2024. 


Namun belakangan, proses yang meliputi penunjukkan Pj Kepala Daerah di Sumsel ini disoal. Khususnya terkait dengan penunjukkan pejabat pengganti bagi mereka yang ditunjuk sebagai Pj Bupati dan Pj Wali Kota itu, karena dinilai menabrak Permendagri No.4 tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Wali Kota. 

Bagaimana bisa? 

Permendagri No.4 tahun 2023, pada Bab II mengenai Persyaratan, Pengusulan, Pembahasan dan Pelantikan Pj Gubernur, Pj Bupati, dan Pj Wali Kota, dalam Pasal 2 menyebutkan bahwa Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, Pemerintah menunjuk Pj Gubernur, Pj Bupati, dan Pj Wali Kota untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai dengan dilantiknya Gubernur dan/atau Wakil Gubernur, Bupati dan/atau Wakil Bupati, Wali Kota dan/atau Wakil Wali kota definitif.

Mereka yang ditunjuk ini, kemudian harus memenuhi sejumlah persyaratan, salah satunya seperti yang dijelaskan pada Pasal 3 huruf b yang berbunyi: Pejabat ASN atau pejabat pada jabatan ASN tertentu yang menduduki JPT Madya di lingkungan Pemerintah Pusat atau di lingkungan Pemerintah Daerah bagi calon Pj Gubernur dan menduduki JPT Pratama di lingkungan Pemerintah Pusat atau di lingkungan Pemerintah Daerah bagi calon Pj Bupati dan Pj Wali Kota.

Untuk persyaratan Pj Gubernur, Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya adalah jabatan tinggi pada pemerintah pusat, meliputi sekretaris jenderal kementerian, sekretaris kementerian, direktur jenderal, deputi, inspektur jenderal dan jabatan lain yang setara dengan jabatan eselon I. 

Sementara untuk persyaratan Pj Bupati dan Pj Wali Kota, JPT Pratama adalah jabatan tinggi pada Pemerintah Daerah yang memimpin Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas Daerah Badan Daerah dan jabatan lain yang setara dengan jabatan eselon II.

Dalam Pasal 13 belaid tersebut kemudian disebutkan: (1) ASN yang diangkat menjadi Pj Bupati dan Pj Wali Kota, tetap menduduki JPT Pratama; (2) Dalam pelaksanaan tugasnya, Pj Bupati dan Pj Wali Kota bertanggungjawab kepada Menteri melalui gubernur; (3) JPT Pratama yang pejabatnya diangkat menjadi Pj Bupati dan Pj Wali Kota, jabatannya diisi dengan pelaksana harian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (4) Dalam hal JPT Pratama yang diangkat menjadi Pj Bupati dan Pj Wali Kota berasal dari sekretaris daerah jabatannya diisi dengan penjabat sekretaris daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Gubernur Sumsel Disinyalir Menabrak Aturan 

Ada perbedaan tegas antara Plh dan Plt seperti yang dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2O14 tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa bahwa Pelaksana Harian (Plh) yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara. Sementara Pelaksana Tugas (Plt) yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.

Hal ini diperkuat lagi melalui Surat Edaran Kepala BKN untuk Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi Pusat dan Daerah bernomor1/SE/I/2021 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian. Didalamnya, berisi pedoman mengenai penunjukkan pelaksana harian atau pelaksana tugas bagi mereka, yang dalam hal ini berhalangan karena menjadi penjabat kepala daerah. Didalamnya dijelaskan pula bagaimana aturan ini mengikat kewenangan dari Plh dan Plt.

Namun, hal ini kemudian dipersoalkan sejumlah pihak, ketika Gubernur Sumsel menunjuk Pelaksana Tugas (Plt) dan bukan Pelaksana Harian (Plh), sebagai pejabat pengganti bagi mereka yang ditunjuk sebagai Pj Bupati dan Pj Wali Kota di Sumsel. 

Yaitu Pj Bupati Muara Enim Ahmad Rizali yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Perdagangan Sumsel kini digantikan oleh Plt Kepala Dinas Deva Octavianus Coriza. Lalu ada Pj Wali Kota Pagaralam Lusapta Yudha Kurnia yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Sumsel, kini digantikan oleh Plt Kepala Dinas Eko Agusrianto.

Bahkan dalam penelusuran Kantor Berita RMOLSumsel, sebelum ini sudah ada Pj Bupati OKU Teddy Meilwansyah yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas PMD Sumsel, kini digantikan oleh Plt Kepala Dinas Senen Har.

Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Pemprov Sumsel, Sri Sulastri yang dikonfirmasi mengenai hal ini tak membantah. "(Kepala Dinas) Perdagangan plt nya kabidnya bpk deva, DPMPTSP kabidnya jg plt pak eko," kata Sri melalui pesan singkat. Bahkan ketika ditanya terkait dugaan tak sesuai dengan Permendagri No. 4 tahun 2023 itu, Sri kembali memberi penegasan. "Ya tetap Plt," ucapnya. 

Lantas, apa yang terjadi ketika jabatan tersebut diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt) dan bukan Pelaksana Harian (Plh)?