Mendalami Penunjukkan Penjabat Kepala Daerah di Sumsel, Status Pj Kepala Daerah Bisa Gugur, Ketidakcermatan atau Kesengajaan? [Bagian Kedua]

Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Selatan/ist
Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Selatan/ist

Berdasarkan Permendagri No.4 tahun 2023, Penjabat (Pj) Bupati atau Pj Wali Kota harus tetap menduduki JPT Pratama. Yaitu jabatan tinggi pada Pemerintah Daerah yang memimpin Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas Daerah Badan Daerah dan jabatan lain yang setara dengan jabatan eselon II.


Dalam Pasal 13 belaid tersebut, pada poin 3 (tiga) disebutkan bahwa JPT Pratama yang pejabatnya diangkat menjadi Pj Bupati dan Pj Wali Kota, jabatannya diisi dengan pelaksana harian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Sementara di Sumsel, beberapa Pj Kepala Daerah digantikan tempatnya oleh Pelaksana Tugas (Plt), bukan Pelaksana Harian (Plh).

Jika merunut pada pengertiannya, maka telah terjadi ketidakcermatan dan gagalnya pemahaman akan undang-undang yang dilakukan oleh penentu kebijakan. Seperti diungkapkan oleh Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dedeng Zawawi yang dibincangi Kantor Berita RMOLSumsel. 

"Merujuk pada Permendagri itu sudah sangat jelas (harus ditunjuk Pelaksana harian). Jadi aturan itu harus dijalankan, namun kenapa hal ini tidak dijalankan? Karena pemerintah daerah tidak cermat dalam melihat aturan yang ada," katanya, Sabtu (25/11).

Meski baru dikeluarkan, menurut Dedeng aturan ini seharusnya menjadi pedoman bagi pihak terkait dalam menetapkan kebijakan. Sebab dengan menunjuk Plt, untuk menggantikan tempat mereka yang kini telah menjabat sebagai Pj Kepala Daerah, maka secara otomatis persyaratan mereka sebagai Pj telah gugur. 

"Status strukturalnya itu melekat meskipun dia sudah dilantik jadi Penjabat Bupati atau Walikota tapi status eselon 2 itu tidak hilang. Nah, untuk mengisi Jabatan Pejabat Tinggi (JPT) Pratama yang pejabatnya diangkat menjadi Pj tadi maka ditunjuklah Plh," jelasnya.

Gugurnya status Pj Kepala Daerah ini, menurut Dedeng bisa menimbulkan efek domino yang berujung pada kacaunya pemerintahan. Mulai dari kebijakan, keuangan, dan beberapa hal lain yang berkaitan secara langsung atau tidak langsung dengan hal ini. Seperti penunjukkan Ketua tim Penggerak PKK yang seharusnya juga ikut gugur. 

"Jabatan itu bukan dari hasil Pilkada, sehingga bukan tidak mungkin bisa saja terjadi praktik maladministrasi jika yang dilakukan tidak mengacu pada aturan tersebut," jelasnya. 

Belakangan, tidak hanya Pj Kepala Daerah yang berasal dari Kepala Dinas yang disoal. Tetapi juga Pj Kepala Daerah yang berasal dari Sekretaris Daerah di Sumsel disebut tidak luput dari masalah. Kembali lagi, apabila dikaitkan dengan peraturan yang ditandatangani langsung oleh Mendagri Tito Karnavian pada 4 April 2023 tersebut. 

Yaitu ketika Pj Kepala Daerah yang ditunjuk sebelumnya berasal dari Sekretaris Daerah, maka posisi Sekretaris Daerah yang kosong itu seharusnya diisi oleh JPT Pratama yang berada di lingkup Sekretariat Daerah, bukan di luarnya seperti Kepala Dinas tertentu.

Harus Segera Diperbaiki, Masyarakat Cermat Menilai

Disamping dugaan terjadinya maladministrasi dan ketidakcermatan, penunjukkan Pj Kepala Daerah di Sumsel juga tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik yang meningkat belakangan ini. 

Sehingga menurut Pengamat Politik Husni Thamrin, hal ini jika benar merupakan ketidakcermatan ataupun kesalahan yang terjadi secara prosedur, harus segera diperbaiki. 

Lebih jauh dikatakannya, meskipun yang menjadi sorotan adalah pejabat pengganti Pj Kepala Daerah, namun bukan berarti mereka berada di posisi yang aman dari sorotan masyarakat maupun media. 

"Jabatan tersebut juga bisa menimbulkan kerawanan jika pada praktiknya Pj tersebut menyalahgunakan jabatan itu ke ranah politik. Salah satunya dalam menggunakan fasilitas negara dengan tujuan tertentu. Indikasi seperti itu pasti ada, apalagi di musim sekarang ini yang memang tahun politik. Makanya masyarakat juga harus cermat dan pintar melihatnya," tegasnya.

Aktivis anti korupsi Sumsel Suara Informasi Rakyat (SIRA) Sriwijaya lewat Ketua Rahmat Sandi Iqbal menilai adanya indikasi kuat dalam penyalahgunaan penunjukkan Plt ini sengaja dilakukan dan bahkan cenderung menyalahi prosedur guna kepentingan politik oleh pihak tertentu. Apalagi menjelang Pemilu dan Pilkada serentak 2024. 

Oleh sebab itu, pihaknya mendesak Pemprov Sumsel untuk segera merevisi hal ini. "Harusnya kebijakan itu dikaji dulu. Sekarang kita ingin Pemprov ikuti aturan saja, karena situasinya rentan diekploitasi politik. Kalau tidak bisa diluruskan kami sebagai masyarakat akan bergerak turun ke jalan mendesak ini," pungkasnya.

Jika hal ini benar, maka penunjukkan Pj Kepala Daerah di Sumsel gugur seiring sederet proses yang meliputinya. Lalu, siapa bertanggung jawab?