Mencari Keadilan, Keluarga Korban Pemerkosaan di Lahat Berangkat ke Jakarta Temui Hotman Paris

Tampak korban perkosaan dan keluarganya di Lahat. Mereka bertemu Hotman Paris dan mohon keadilan pada Presiden Joko Widodo/ist
Tampak korban perkosaan dan keluarganya di Lahat. Mereka bertemu Hotman Paris dan mohon keadilan pada Presiden Joko Widodo/ist

Kasus pemerkosaan  anak di bawah umur di Lahat dimana pelaku nya hanya di vonis 10 bulan dari tuntutan 7 bulan  menjadi perhatian publik . Termasuk Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea. 


Rencananya pada Sabtu (7/1) nanti korban didampingi keluarga, Dinas PPA Lahat, Dinas PPA Provinsi bekerjasama dengan psikolog akan berangkat ke Jakarta untuk mencari keadilan terkait vonis ringan yang diterima tiga pelaku pemerkosaan. 

Kepala Dinas Perlindungan  Anak Pemprov Sumsel, Henny mengatakan,  pihaknya bersama instansi terkait mendampingi Korban. Termasuk bersama Psikolog untuk mengadukan  masalah ini agar mendapatkan keadilan. Mengingat  hukuman 10 bulan terlalu rendah yang diterima pelaku pemerkosaan

"Kami sudah berkoordinasi dengan PPA kabupaten Lahat bahwa mereka diundang  pada Sabtu pagi nanti ke Hotman Paris," katanya.

Meski sebenarnya, para pelaku juga merupakan anak dibawah umur namun vonis tersebut dinilai tidak adil. "Alasan vonis itu kalau karena anak dibawah umur dan  menjaga keberlanjutan pendidikan. Tapi sebenarnya pelaku tetap bisa mendapatkan pendidikan di dalam Lapas dan biarkan negara yang membina," jelasnya

Dari kasus ini, kata dia, dengan hukuman ringan ini dikhawatirkan akan semakin banyak kasus serupa. Bahwa pelaku kejahatan seksual hanya dihukum ringan. Padahal, bagi Korban yang mengalami depresi lantaran masa depan rusak. "Saat ini Korban Depresi dan harus dampak seumur hidup dan itu tidak akan kembali normal," tukasnya. 

Henny mengungkapkan, kasus yang ditangani PPA Sumsel terdiri dari beberapa kasus yakni kasus kekerasan terhadap perempuan, hak asuh,  kekerasan dalam rumahtangga, kekerasan (pelecehan) seksual dan anak berhadapan dengan hukum. 

Dari data 2022 mengalami penurunan dibandingkan 2021 yakni pada 2021 terdapat 31 kasus menurun dibandingkan tahun lalu 72 kasus. Sedangkan pada 2021 terdapat 56 kasus.  Menurun memang namun itu hanya angka. Pasalnya, pihaknya meyakini masih banyak lagi kasusnya tidak terlapor. Alasannya malu dan menjadi aib. 

"Kasus seperti ini sebenarnya  seperti fenomena gunung es. Banyak tapi tidak terlapor karena malu, merasa rendah  apalagi kita tinggal di Indonesia," jelas.

Untuk itu, kata dia, pihaknya terus meminta agar para keluarga dan tetangga atau orang terdekat jangan takut melaporkan  jika memang ada kasus seperti ini. Mengingat, mereka yang melakukan tindakan kejahatan harus dihukum. "Kami akan terus mengedukasi sosialisasi dan advokasi kepada korban," ucap dia.

Disamping, kata dia,  untuk kasus ini bukan hanya tugas pemerintah tetapi seluruh pihak. Pencegahan terjadi tindak kejahatan seksual dan kekerasan harus terus dilakukan. "Bagi Korban kami akan memberikan pendampingan berupa Psikolog dan pengacara  gratis," pungkasnya.