Menapak Jejak Dugaan Pencemaran Sungai Penimur Akibat Aktivitas Pertambangan [BAGIAN KEDUA]

Kondisi bagian Sungai Penimur yang berada di Desa Gunung Raja Kecamatan Empat Petulai Dangku Kabupaten Muara Enim. (rmolsumsel.id)
Kondisi bagian Sungai Penimur yang berada di Desa Gunung Raja Kecamatan Empat Petulai Dangku Kabupaten Muara Enim. (rmolsumsel.id)

Kasus pencemaran Sungai Penimur ini sudah pernah dilaporkan oleh warga. Bahkan pemerintah selaku regulator juga sudah memberikan sanksi bagi PT Musi Prima Coal (MPC) pada 2017 silam.


Beberapa hal yang menjadi tanggung jawab PT Musi Prima Coal (PT MPC) dan PT GH EMM Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumsel  bernomor 493/KPTS/Ban.LH/2016 yaitu : (1) Melakukan pengelolaan sarana kendali erosi dan sedimentasi, membatasi luas dan lamanya lahan terbuka sehingga menahan sedimentasi; (2) Melakukan pengelolaan dengan penambahan Kolam Pengendap Lumpur (KPL) pada lokasi disposal aktif dan disposal timur; (3) Melakukan pengelolaan normalisasi Sungai Penimur pada lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT MPC; (4) Melakukan normalisasi Sungai Penimur untuk mengembalikan fungsi Sungai di luar wilayah IUP sesuai dengan persebaran dampak pencemaran; (5) Menugaskan tim ahli untuk melaksanakan kajian dan pemetaan luasan persebaran dampak pada Sungai Penimur dan membentuk tim fasilitasi sengketa lingkungan; (6) Melakukan pengelolaan lanjut limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) fly ash dan bottom ash ke pihak ketiga yang berizin.

Akan tetapi, tidak semua tanggung jawab itu dilakukan, sehingga Gubernur Sumsel saat itu, Alex Noerdin meminta Bupati Muara Enim Muzakir Sai Sohar untuk membekukan sementara izin lingkungan terhadap kegiatan usaha/pertambangan PT MPC dan PT GHEMM Indonesia. Hal ini tertuang dalam Surat Keputusan mengenai Peningkatan Sanksi Administratif Pembekuan Izin Lingkungan terhadap Usaha/Kegiatan PT Musi Prima Coal dan PT GH EMM Indonesia dan Surat mengenai Tindak Lanjut Penyelesaian Ganti Rugi Akibat Dampak Pencemaran Lingkungan tertanggal 12 dan 15 Juni 2017 yang diterima oleh Tim Kantor Berita RMOLSumsel.id.

Foto udara Danau Manggal, salah satu lebung di Desa Payu Putat yang tercemar limbah dari aliran Sungai Penimur. (rmolsumsel.id)

Tanggung jawab sanksi administratif paksaan yang belum ditunaikan oleh PT MPC itu juga membuat Gubernur Sumsel memerintahkan pengawasan terhadap perusahaan ini untuk segera dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Pertanahan Sumsel, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muara Enim dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Prabumulih.

Utamanya mengenai aspek ganti rugi tanam tumbuh/lahan masyarakat yang diakibatkan pencemaran lingkungan masih belum dilaksanakan di empat Desa, yakni Desa Gunung Raja Kabupaten Muara Enim dan Desa Siku, Desa Gunung Kemala, Desa Payu Putat di Kota Prabumulih.

Tidak Semua Warga Terdampak Pencemaran Mendapat Kompensasi

Sanksi yang diberikan pemerintah selaku regulator nyatanya belum maksimal memberikan efek jera bagi perusahaan. Sebagian warga bahkan belum menerima ganti rugi seperti yang diharapkan dan menjadi tanggung jawab perusahaan. Setelah sebelumnya melakukan penelusuran di bagian hilir, Tim Kantor Berita RMOLSumsel.id kali ini memasuki Dusun III, Desa Gunung Raja, Kecamatan Empat Petulai Dangku, Kabupaten Muara Enim yang berada bersebelahan dengan areal PT MPC.

Kantor Kepala Desa Gunung Raja, Muara Enim. (rmolsumsel.id)

Disini, dampak pencemaran begitu dirasakan warga yang wilayahnya juga dilintasi aliran Sungai Penimur. Seperti diungkapkan oleh Rozi (56), salah satu warga yang telah tinggal di kawasan tersebut sejak tahun 1975. “Jadi sejak kecil dulu, kami sekeluarga sangat tergantung dengan Sungai Penimur. Untuk minum, mandi dan keperluan lainnya,” katanya.

Ia bercerita jika kondisi sungai terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Sebelum tambang berdiri, air Sungai tersebut masih dimanfaatkan oleh warga untuk pertanian, mandi, mencuci hingga minum ternak. Hanya saja, kondisi air berubah drastis ketika tambang batubara PT MPC mulai beroperasi. “Kami yang tinggal di sekitar sungai inilah yang merasakan dampaknya. Sekarang kami tidak bisa menggunakan air itu lagi,”ujarnya.

Kondisi anak sungai yang berada di pinggir jalan hauling yang menghubungkan Tambang I dengan Tambang II PT MPC. (rmolsumsel.id)

Bahkan dampak ekonomi turut dirasakan oleh warga. Rozi mengungkapkan kondisi air yang buruk itu, mempengaruhi produktivitas tanaman karet warga. Dalam beberapa tahun terakhir, hasil kebun karet warga turun sampai 50 persen. “Kalau dulu bisa tiga pikul (300 kilogram) sekarang cuman dua pikul (200 kilogram) saja,” keluhnya.

Permasalahan dan keluhan warga ini, menurut Rozi telah berulang kali diadukan oleh warga. Pasalnya, dari segi jarak, Dusun III Desa Gunung Raja lebih dekat dari tambang. Bahkan, sejumlah pegawai perusahaan tambang menggunakan jalan setapak yang ada di dusun tersebut untuk pulang pergi areal tambang. “Boro-boro bantuan, pembagian susu atau sembako cuma dibagikan ke dusun lain saja,” keluhnya.