Medsos Tantangan Serius Pemilu 2024, Ketum JMSI: Jangan Media Menjadi Haters

Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa/repro
Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa/repro

Tantangan Pemilu serentak 2024 dalam hal keterbukaan informasi, yang salah satunya terkait dengan perkembangan media sosial, perlu diimbangi dengan kerja-kerja jurnalistik yang profesional.


Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa, menyampaikan konklusi tersebut dalam diskusi bertajuk "Media Sosial Untuk Optimalisasi Tingkat Partisipasi Pemilih Millenial", di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (25/11).

Teguh Santosa menjelaskan, berkaitan tema dikusi yang diangkat, keterbukaan dunia digital kini menghadapi tantangan yang cukup serius, utamanya bagi media arus utama atau mainstream.

Berdasarkan catatan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) tahun 2017 yang dicatat Teguh Santosa, ada 43 ribu media massa berbasis internet yang beroperasi aktif. Tetapi setelah dua tahun pandemi, Dewan Pers mencatat sudah ada 18 ribu media massa berbasis internet yang aktif.

"Bayangkan saja keruwetan media massa berbasis internet saja sudah hal tersendiri. Nah sekarang keruwetan di media sosial," ujar Teguh Santosa.

Keruwetan perkembangan digital yang terjadi itu, menurut dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini, menjadi pekerjaan rumah bagi perusahaan-perusahaan media.

Bahkan, Teguh Santosa juga memandang, hal yang sama menjadi urgensi bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga partai politik (parpol) dalam kontestasi Pemilu Serentak 2024.

Salah satu bentuk tantangan yang dihadapkan KPU dan termasuk parpol, diungkap Teguh Santosa, adalah terkait dengan peningkatan partisipasi pemilih milenial dalam pemilu di tengah gelombang perkembangan media digital saat ini.

Persoalannya adalah, perilaku kaum milenial dalam memperoleh informasi cenderung kepada media digital yang bebas seperti di media sosial, ataupun kanal berita online yang jumlahnya sudah mencapai belasan ribu saat ini.

"Kualitas demokrasi kita kan ditentukan oleh pilihan, one man one vote. Nah persoalannya, engine yang menggerakan generasi muda memilih itu juga persoalan," katanya.

Sebagai contoh, Teguh Santosa melihat kemunculan buzzer-buzzer Rp yang tidak memiliki basis penulisan jurnalistik yang profesional dan bertebaran di media sosial malah menjadi satu penghambat bagi perkembangan demokrasi dalam negeri.

"Saya sih memperkirakan (menilai) buzzer dalam arti yang negatif itu mereka nanti akan menjadi kelompok pengganggu di bioskop," tuturnya.

Karena dari itu, Magister studi politik masa depan lulusan University of Hawai'i at Manoa ini mengajak seluruh media massa berbasis online untuk ikut serta membangun demokrasi Indonesia ke depan dengan cara menjaga kualitas penyebaran informasi.

"Ruang redaksi/media massa harus menjadi clearing house terhadap semua informasi yang beredar di situ," harapnya.

"JMSI terus berupaya menjaga kualias jurnalistik. Jangan media menjadi haters yang ini (justru) menjadi pekerjaan buzzer," demikian Teguh Santosa menambahkan.

Dalam diskusi sore tadi, selain Teguh Santosa turut hadir dua narasumber lainnya yaitu Akademisi dan Praktisi Komunikasi Universitas Multi Media Nusantara Nona Evita, dan Praktisi Medsos, Communication Spesialist Institut STIAMI Geofakta Razali.

Sementara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI hadir langsung Anggota KPU RI yang mengepalai Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat, August Mellaz.