Masyarakat Masih Belum Tahu Kebijakan Uang Bersih

Ilustrasi Bank Indonesia. (net/rmolsumsel)
Ilustrasi Bank Indonesia. (net/rmolsumsel)

Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumatera Selatan menilai masih banyak masyarakat yang mencoret, meremas, dan melipat uang dengan sengaja. Hal ini kontraproduktif dengan kebijakan uang bersih (Clean Money Policy) yang digagas pemerintah. Oleh sebab itu, Kepala BI Sumsel Hari Widodo mengharapkan dukungan masyarakat. 


"Kita terus melakukan edukasi, dengan harapan masyarakat cinta, bangga, dan paham Rupiah, sehingga ini bisa menjadi upaya preventif dalam mencegah peredaran uang palsu,"jelasnya. 

Dikatakannya, BI berperan mengeluarkan dan mengedarkan uang, sesuai dengan kebutuhan uang kartal di masyarakat, dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar. Itulah Clean Money Policy yang dimaksud.

Apalagi sesuai dengan amanat Undang - Undang, BI juga berwenang untuk melakukan pengelolaan uang Rupiah yang meliputi Perencanaan, Pencetakan, Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan. Sehingga sebelum melakukan peracikan uang, BI terlebih dahulu melakukan pengecekan tingkat kelusuhan uang.

Dikatakan Hari, dari tingkat kelusuhan 1-14, pihaknya merekomendasikan penggunaan uang dengan kategori 8-14. Sementara untuk tingkat kelusuhan 1-7 menurutnya sudah tak lagi layak edar sehingga harus segera diracik kembali. 

"Sepanjang  2020 Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumatera Selatan telah menarik uang lusuh yang tidak layak edar sebanyak Rp18 Triliun. Sedangkan jumlah uang rupiah yang disetorkan ke BI oleh Perbankan pada tahun 2020 sebesar Rp 11,7 Triliun,"tambahnya. 

Selain uang lusuh, yang menjadi perhatian BI juga mengenai uang palsu. Hari mengungkapkan tren penurun terjadi saat ini dimana berdasarkan laporan ditahun 2019 lalu peredaran uang palsu mencapai 3 ribu lembar, untuk tahun 2020 turun menjadi 2.193 lembar dan ditahun 2021 sampai saat ini ada 600 lebar uang palsu yang beredar di masyarakat.