Mantap! Begini, Erick Jawab Kritik Bidang Ekonomi

Di luar dugaan, Menteri BUMN yang juga Ketua Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir bisa dengan gamblang mematahkan kritik yang dialamatkan pada pemerintah, terkhusus bidang ekonomi.


Erick mengatakan, anjlok perekonomian Indonesia tidak lebih parah hanya minus 5,32 persen. Pasalnya, negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Philipina dan Hongkong jauh lebih parah minus perekonomianya saat pandemik Covid-19 ini.

 "Malaysia minusnya 17,1 Philipina 16,5 Singapura 12,6, kita 5,32, jadi kita enggak perlu berdepat lagi," kata Erick saat menjadi pembicara diskusi FM9 bertajuk "Ekonomi Bangkit dari Pandemi: Kesehatan Pulih, Ekonomi Bangkit, Sabtu (15/8/2020).

Erick mengatakan, sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo bagaimana strategi untuk kembali menumbuhkan perekonomian adalah dengan dua hal.

Pertama membajak situasi perekonomian global yang tengah terpuruk untuk melakukan lompatan, dan yang kedua memastikan ketahanan pangan dan energi.

"Dua poin ini menjadi dasar untuk Indonesia tumbuh," tandas Erick.

Belum lagi, kata Erick, jika mengacu kepada perkiraan dari IMF bahwa perekonomian Indonesia bakal tumbuh 6,1 persen dan ADB memperkirakan 5,5 persen.

"Jadi kita tekankan, kalau bangsa lain percaya, kenapa bangsa sendiri pesimis," tandas Erick.

 Ekonom senior Dr Rizal Ramli sebelumnya mengingatkan agar pemerintah tak menganggap enteng ancaman resesi di depan mata. Bahkan eks Menko Perekonomian itu meminta agar Indonesia tidak membandingkan kondisi perekonomian dengan negara Singapura.

"Jangan sok jago bandingkan Indonesia lebih bagus dari Singapura yang anjlok. Pendapatan rakyat Singapura sama seperti negara maju sekitar USD 25 ribu. Jadi sesusah-susahnya Singapura, mereka bisa kasih makan rakyat. Kita mah enggak. Yang lapar makin banyak," kata Rizal dalam acara Ngobrol Perkembangan Indonesia secara daring, Jumat (14/8).

Rizal menjelaskan, dengan pendapatan rata-rata rakyat Singapura sebesar 25 ribu dalar AS termasuk ke dalam kategori negara maju. Kondisi berbeda dengan Indonesia.

"Jadi indikatornya bukan hanya pertumbuhan ekonomi tapi indeks kemanusiaannya, cukup enggak makanan, pendidikannya bagus enggak? Itu yang harusnya jadi indikator," demikian RR.[ida]