Mantan Gubernur Herman Deru Ikut Jadi Terlapor dalam Dugaan Manipulasi Hasil RUPS Bank SumselBabel

Launching Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) Terintegrasi yang menjadi program unggulan kerja sama antara Bank SumselBabel dan Pemprov Sumsel di Grand Ballroom Arya Duta Palembang beberapa waktu lalu/ist
Launching Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) Terintegrasi yang menjadi program unggulan kerja sama antara Bank SumselBabel dan Pemprov Sumsel di Grand Ballroom Arya Duta Palembang beberapa waktu lalu/ist

Mantan Gubernur Sumsel Herman Deru kini berada dalam pusaran kasus dugaan manipulasi hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank SumselBabel (BSB) yang digelar di Pangkal Pinang pada 9 Maret 2020 lalu.


Herman Deru menjadi terlapor dalam kasus tersebut. Selain Herman Deru, Komisaris BSB, Eddy Junaidy serta dua orang notaris yang mengurus Akta Risalah RUPSLB juga ikut dilaporkan. 

Dari informasi yang dihimpun, penyidik Bareskrim Polri kembali melakukan pemeriksaan sejumlah saksi. Pemeriksaan itu lanjutan dari pemeriksaan yang dilakukan di Palembang, pada 23 Januari 2024 lalu.

Namun, Direktur Utama hingga Dewan Komisaris Bank SumselBabel yang masuk daftar list pada saat itu tidak hadir dalam pemeriksaan. Informasinya, pihak Bareskrim kembali melakukan pemeriksaan Achmad Syamsudin Cs yang dijadwalkan besok, Rabu (31/1/2024).

Kepada sejumlah awak media, Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan jika tengah melakukan proses penyelidikan terhadap kasus tersebut. Menurutnya, penyelidikan berdasarkan laporan yang dilayangkan korban dengan nomor LP/B/342/X/2023/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 26 Oktober 2023.

Dia menegaskan, penyidik masih bekerja pada tahap penyelidikan secara prosedural dengan memeriksa sejumlah saksi. 

Sementara itu, pengacara korban, Yudhistira Atmojo menyatakan, langkah tersebut dilakukan karena pihaknya merasa dirugikan akibat adanya aksi pemalsuan dokumen risalah RUPSLB. Adapun dalam kasus ini Herman Deru merupakan perwakilan pemegang saham dari BSB. 

"Mempersoalkan mengenai adanya perbedaan pada dua produk akta risalah RUPSLB tanggal 9 Maret 2020. Terdapat 2 Akta Risalah dengan tanggal dan nomor yang sama. Namun salah satu akta risalah menghapuskan nama Mulyadi Mustofa," ujarnya.

Menurut Yudhistira, dalam RUPSLB 2020 sejatinya seluruh peserta rapat telah menyetujui dan mengusulkan sosok Saparudin sebagai calon komisaris independen perseroan dan sosok Mulyadi Mustofa sebagai calon direktur BSB.

Dia menyebut, saat itu kliennya juga turut diusulkan menjadi calon direktur BSB oleh Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan selaku selaku pemegang 28.081 lembar saham milik BSB.

Namun, Yudhistira mengatakan nama kliennya yang telah diusulkan untuk menjabat sebagai direktur BSB tersebut justru dihapuskan dalam Akta Risalah RUPSLB 2020. 

Dia memaparkan, dalam agenda RUPSLB 12 Januari 2021, tidak terdapat pengusulan nama Mulyadi Mustofa sebagai direktur BSB. Kondisi itu, menurut dia, berbanding terbalik dengan keputusan RUPSLB 2020 yang mengamanatkan Mulyadi Mustofa diusulkan sebagai direktur BSB dalam RUPSLB 2021.

"Hilangnya peluang Mulyadi untuk dicalonkan sebagai direktur BSB dalam RUPSLB sehingga tidak menerima potensi penghasilan sebagai direktur BSB dengan jangka waktu jabatan selama empat tahun," tuturnya.

Kemudian, Yudhistira menduga dokumen tanpa nama Mulyadi itulah yang kemudian disimpan dan digunakan BSB untuk melaporkan kegiatan RUPSLB kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Tidak hanya itu, dokumen tersebut juga yang kemudian diduga digunakan pihak BSB untuk melakukan proses fit and proper test terhadap Saparudin yang diusulkan sebagai komisaris independen.

Di sisi lain, dia menuturkan, Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman selaku pihak yang mengusulkan kliennya sebagai calon direktur BSB juga telah menemui pimpinan OJK Palembang untuk membahas persoalan tersebut.

Hanya saja dari pertemuan tersebut, dia mengaku, pihak OJK terkesan lepas tangan karena menyebut permasalahan yang ada harus diselesaikan lewat mekanisme yang ada di BSB. Yudhistira mengaku, menyayangkan sikap yang diambil OJK dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen RUPSLB tersebut.

Dia menilai OJK tidak berperan sebagai pengawas atau pun pendeteksi awal terhadap dugaan tindak pidana di industri perbankan seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011.

Apalagi, kata dia, diduga dua Akta Risalah RUPSLB yang berbeda itu telah disampaikan secara langsung Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman dalam pertemuannya dengan OJK Palembang.

"OJK diduga tidak melaksanakan kewenangannya dan Bank Sumsel Babel diduga tidak konsisten dalam menggunakan dua Akta yang berbeda karena OJK tidak menggunakan kewenangannya melakukan perintah tertulis kepada Bank Sumsel Babel," tegasnya.

Selain eks gubernur Sumsel dan komisaris BSB, Yudhistira mengatakan, pihaknya juga turut melaporkan dua notaris yang mengurus akta risalah RUPSLB. Dalam laporan itu, mereka diduga melanggar Pasal 49 ayat 1, Pasal 50, Pasal 50A UU Nomor 10 1998 tentang Perbankan Jo Pasal 264 KUHP, Pasal 266 KUHP Jo Pasal 55 KUHP, Pasal 56 KUHP.