Limbah PT Energi Tanjung Tiga Cemari Kebun Karet, Warga Teriak Mintak Tolong ke Presiden Jokowi

Yuliana (55) perlihatkan surat hak milik atas lahan kebun miliknya yang diduga tercemar limbah PT Energi Tanjung Tiga (ETT)/Foto:Noviansyah
Yuliana (55) perlihatkan surat hak milik atas lahan kebun miliknya yang diduga tercemar limbah PT Energi Tanjung Tiga (ETT)/Foto:Noviansyah

Ratusan batang karet milik warga di Desa Tapus Kecamatan Lembak, Kabupaten Muara Enim dipastikan tidak produktif lagi.


Penyebabnya, kebun karet milik warga tersebut terdampak limbah resapan kolam air asin, akibat operasional PT Energi Tanjung Tiga (ETT) yang diketahui perusahaan kerjasama operasi Pertamina Zona 4 Hulu Rokan dalam pengelolaan produksi minyak dan gas.

Ketika dikonfirmasi, Yuliana selaku pemilik lahan membenarkan kejadian tersebut. Dia mengatakan, kebun miliknya yang terletak sekitar 3 kilometer dari jalan lintas sumatera itu, terpapar serapan limbah operasional produksi minyak dan gas sejak dua setengah tahun yang lalu.

Akibatnya  hasil panen perlahan menurun sebelum akhirnya mengering tanpa menghasilkan getah untuk disadap, hal ini berdampak sangat besar terhadap roda ekonomi pemilik lahan yang memang dihasilkan dari kebun tersebut.

"Sejauh ini sudah ada tiga kali pertemuan dengan pihak perusahaan namun belum ada kesepakatan, karena pihak perusahaan hanya ingin mengganti biaya pupuk, tidak dengan ganti rugi tanam tumbuh. 

"Sudah tidak ada lagi penghasilan lain, kami menggantungkan banyak hal pada hasil kebun karet itu, kemana akan mengadu?," ujar Yuliana berurai air mata.

Bahkan demi memperjuangkan ganti rugi yang ditimbulkan PT ETT tersebut, perempuan 55 tahun itu mengadukan permasalahannya kepada Presiden Joko Widodo. Hal itu terlihat dari rekaman video yang berdurasi kurang lebih satu menit viral di media sosial.

Dia berharap pada Presiden Joko Widodo mendengar keluhannya terkait meminta pertolongan dan solusi atas limbah yang telah mencemari kebun karet miliknya. "Tolong pak presiden dan pak Bupati aku tidak ada lagi mata pencarian, kebunku terkena limbah, jadi bagaimana caranya aku ingin meminta ganti rugi," ujarnya memohon," jelasnya.

Sementara itu, menurut pengakuan anak korban yakni Meta pernah mendatangi kantor PT Energi Tanjung Tiga (ETT) namun setelah dua tahun lamanya kebun warga yang tercemar, pihak PT ETT belum memberikan jawaban. Padahal kebun karet tersebut merupakan satu-satunya penghasilan dari keluarga mereka.

"Kami meminta ganti rugi berdasarkan peraturan Gubernur Sumatera Selatan nomor 40 tahun 2017 Pasal 3 ayat (8) ditetapkan pada usia tanam tumbuh dalam jangka sepuluh 10 tahun sebesar Rp806.316 satu pohon karet tentang Pedoman tarif nilai ganti kerugian atas pemakaian tanah dan pembebasan tanam tumbuh, dan bangunan diatasnya, akibat operasi Eksplorasi dan/atau Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan perusahaan. swasta lainya," tegas Meta.

Sementara saat kantor berita RMOL Sumsel mencoba mengkonfirmasi pihak Filed Manager PT ETT, Roni Renaldi Minggu (5/6) pihak perusahaan memberikan sebuah nomor yang diduga pengacara, namun belum ada jawaban atas konfirmasi yang dikirimkan.