Kejari Banyuasin Tetapkan Mantan Kepala Lab DLH Sebagai Tersangka Kasus Pungli

Tersangka PS digiring penyidik ke dalam mobil/ist
Tersangka PS digiring penyidik ke dalam mobil/ist

Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuasin menetapkan PS, mantan Kepala Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyuasin periode 2017-2021, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pungutan liar (pungli) di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) laboratorium DLH Banyuasin. 


Setelah ditetapkan sebagai tersangka, PS langsung ditahan di Lapas Kelas II A Banyuasin dengan pengawalan ketat oleh tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Banyuasin serta anggota kepolisian. Sebelum penetapan tersangka dan penahanan, PS menjalani pemeriksaan intensif sejak Senin pagi hingga usai salat Zuhur.

Kepala Kejari Banyuasin, Reymund Hasdianto Sitohang, SH, MH, menyampaikan bahwa penetapan PS sebagai tersangka didasarkan pada bukti-bukti yang cukup. “Alat bukti sudah terpenuhi untuk menetapkan PS sebagai tersangka," ujar Reymund didampingi Kepala Seksi Pidsus, Giovani SH, MH, Senin (21/10).

Kasi Pidsus Giovani mengungkapkan bahwa modus yang dilakukan PS adalah dengan memanipulasi dokumen perjalanan dinas yang tampak sah untuk meminta biaya dari perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan uji sampel di laboratorium DLH Banyuasin. 

"Tersangka ini menggunakan surat biaya perjalanan dinas dengan memanipulasi surat tersebut, agar terlihat sah," jelasnya.

Surat tersebut kemudian diberikan kepada sekitar 90 perusahaan yang melakukan pengujian sampel di laboratorium DLH Banyuasin dalam kurun waktu 2017-2021. Jika perusahaan tidak membayar biaya perjalanan dinas yang diminta, laboratorium tersebut tidak akan memproses uji sampel yang dibutuhkan.

"Tindakan ini jelas ilegal karena permintaan uang tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah dan ditandatangani oleh kepala UPTD," tambah Giovani.

Meskipun tidak terdapat kerugian negara secara langsung dalam kasus ini, diduga terdapat dana sebesar lebih dari Rp 700 juta yang dipungut secara ilegal dari berbagai perusahaan. "Kami tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus ini, kami masih menunggu fakta-fakta persidangan yang akan datang,” ungkap Giovani.

PS dijerat dengan Pasal 12 huruf E Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang pemerasan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara. Pasal ini menyebutkan bahwa pegawai negeri yang melakukan pemerasan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dapat diancam dengan hukuman pidana penjara minimal 4 tahun.